Chapter 46

24.3K 2.4K 374
                                    

"Tidak ada alasanku untuk tersenyum. Bahkan ketika aku keluar dari rahim, aku sudah menangisi kelahiranku."

~Senja~

***

Gadis kecil menatap keluar jendela melihat bumi yang tengah diguyur oleh air hujan. Dengan sorot dingin itu tak pernah ada satupun orang yang bisa mengetahui apa isi pikirannya.

Wanita berkepala tiga sedang duduk di pinggir kasur sambilan memperhatikan punggung kecil dihadapannya. Bisa dibilang ia adalah baby sitter, yaitu orang yang menjaganya sejak kecil. Orang yang mungkin bisa dibilang paling dekat dengan anak itu.

"Bi, kenapa orang-orang suka hujan?" cetuk anak itu saat melihat beberapa anak sebayanya tengah hujan-hujanan dengan raut gembira. "Bukankah hujan artinya tangisan? Hujan turun karena dunia tengah menangisi manusia yang serakah dan kejam," anak itu berbalik, "bukankah mereka harus dihukum karena senang dengan hujan?"

Wanita berpakaian cukup lusuh itu tersenyum kemudian berdiri dan mendekat. "Siapa yang mengatakan seperti itu, hmm?" Ia mengusap surai panjang anak sang majikan.

"Tidak ada. Aku hanya mengarang." Ia menatap kosong ke luar jendela, "Bi," panggil gadis itu lagi.

"Iya, Nona? Ada apa?"

"Mengapa aku benci melihat senyum mereka?"

Wanita paruh baya itu lagi-lagi tersenyum. Ini bukanlah pertanyaan-pertanyaan mengejutkan lagi baginya. "Karena kamu juga ingin tersenyum, Senja. Kamu tidak pernah tersenyum. Karena itu kamu menginginkan apa yang kamu liat saat ini."

"Benarkah? Tidak ada alasanku untuk tersenyum, Bi. Bahkan ketika aku keluar dari rahim, aku sudah menangisi kelahiranku."

Senyum wanita disampingnya luntur. Berubah menjadi tatapan kasihan dan penuh kehangatan. "Kamu tidak akan bahagia di dunia ini."

"Aku tau itu, karena aku sudah merasakannya."

"Kamu berbeda, Senja. Kamu spesial! Tidak seharusnya tuhan memberikanmu takdir sekejam ini." Tangis wanita itu pecah. Ia memilih memeluk gadis di hadapannya, raut sedihnya tak dapat ditutupi lagi. Tiba-tiba ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong bajunya kemudian menunjukkan benda itu ke hadapan sang anak majikan.

"Apa itu?"

"Ini adalah hadiah dari seseorang. Bibi ingin memberikannya kepadamu sebagai kenang-kenangan," jawabnya.

Anak itu mengambil seutas liontin cantik dengan permata biru itu dengan ekspresi heran. "Bibi mau ke mana?"

"Bibi harus pergi karena kontrak kerja Bibi di sini sudah selesai."

"Apakah itu artinya kita tidak bisa bertemu lagi?" Anak itu menatap polos.

"Yaa ... maafkan Bibi," ucap Bibi dengan perasaan sesak di dadanya.

Meninggalkan anak itu? Ia benar-benar tidak sanggup bagaimana jadinya jika ia pergi. Apa yang akan terjadi nanti? Namun ia sadar, tak ada yang bisa ia lakukan untuknya.

"Bibi punya sesuatu lagi. Mungkin ini bisa menghiburmu di kala jenuh. Bahkan mungkin ini juga bisa membuatmu tersenyum seperti mereka di luar sana. Tunggu sebentar!" Bibi segera keluar dan berjalan cepat menuju kamarnya. Ia mengambil sesuatu dari dalam lemari lalu kembali lagi menghampiri Senja.

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang