Ruby luruh ke lantai karena tak dapat menyangga tubuhnya lagi. Wajah seketika berubah pucat. Pria ini? Ia dapat mengenalinya bahkan dari suara saja.
Malam, karena cowok ini malam adalah hal yang paling Ruby benci sekarang. Selain selalu mendapatkan masalah, ia selalu menjadi gelisah. Tak dapatkan Ruby tidur tenang dan nyenyak hanya untuk satu malam?
"Gue udah janji buat jaga rahasia lo. Tapi kenapa lo selalu ganggu gue?" tanya Ruby dengan suara bergetar ketakutan, sepertinya ia sangat trauma berhadapan dengan psikopat itu.
Ruby memejamkan kedua matanya kuat, kejadian di malam ia melihat pembunuhan pertama dengan mata kepalanya sendiri mulai kembali menghantui pikirannya. Padahal mati-matian Ruby berusaha untuk melupakan insiden itu namun pria ini muncul kembali di hadapannya tanpa alasan yang jelas.
"Gue di sini berniat buat bantuin lo, bukan macam-macam."
Ruby tentu saja tidak percaya secepat itu. Bantuin apa? Bantu ia pergi ke-rahmatullah?
"Gue cuma mau satu hal," ucapnya.
"L-lo mau apa? Gue kasih apa aja asal jangan pernah muncul di hadapan gue!"
Punggung Ruby bergetar disertai isakan tangis. Sepertinya gadis itu memang sangat ketakutan.
"Gue cuma mau novel yang lo sembunyikan dari gue," jawabnya to the point.
Novel? Alis Ruby bertaut. Ia jadi ingat terakhir kali ada maling yang masuk ke kamarnya ingin mencuri novel buluk itu. Apa karena itu pria ini mengincarnya lagi? Hanya karena sebuah buku?
"Oke! Gue kasih ke lo, tapi tempati janjian lo juga!" sahut Ruby tanpa pikir panjang.
Jujur, ia lebih menyayangi nyawanya ketimbang buku novel pemberian ibunya. Jika sang ibu datang lewat mimpi dan menerornya, Ruby tinggal menjelaskan secara rinci apa yang telah terjadi.
Ia berdiri, hendak mengambil buku yang dimaksud namun tetap melirik ke belakang, Ruby terus waspada dari orang misterius itu.
Ruby membuka laci yang ia kunci. Ketika ingin mengambil barang yang diinginkan, Ruby mengerutkan kening saat melihat tak ada apapun di dalam sana. Ia kembali memeriksa lemari yang lain, Ruby yakin kemarin menaruhnya di sana dan tak pernah memindahnya lagi. Buku itu ... hilang?
"Gimana?"
Ruby tak dapat berkutik mendengar suara berat nan dingin yang menginterogasinya. Sekarang apa yang harus ia lakukan? Ruby sempat melihat sebuah pisau lipat di belakang punggung pria itu, Ruby takut. Inilah alasan ia tak berani untuk melawan.
Jika berteriak mungkin Langit tak akan mendengarnya karena berada di dapur. Bahkan jika ia dengar pun pasti akan membahayakan nyawanya sendiri.
"Emm ... gue lupa, sumpah! G-gue bakal cari lagi!" ucap Ruby diam-diam mengambil handphone-nya di atas meja lalu berjalan menuju toilet. "Gue mau pipis bentar. Kalau mau ... lo bisa cari sendiri. Ambil yang lo mau, semua! Perhiasan, baju mahal, sampai kasur, karpet, atau lemari, tv gue juga silahkan. Asal jangan nyawa gue, hehe ... " ucapnya kemudian langsung masuk dan mengunci pintu.
Di dalam sana Ruby terduduk lemas dengan detak jantung tak karuan. Tangannya bergetar mencari nomer Langit berniat menelponnya. Namun sial sekali, Langit sedang tidak aktif. Ia tak tau ingin mengabari siapa sekarang, pembantu? Ia tak punya nomer siapa-siapa lagi kecuali teman-temannya yang tentu saja berumah jauh. Bodoamat! Ruby menghubungi nomer mereka satu-persatu namun anehnya tak ada dari mereka yang mengangkat panggilannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...