Epilog

21.5K 891 80
                                    

***

"Gue sama sekali nggak ingat apa yang udah terjadi. Tiba-tiba aja gue bangun dari koma dan pergelangan tangan gue ada luka goresan di sana. Mereka bilang gue berusaha bunuh diri di kamar. Apa menurut lo itu masuk akal? Ditambah lagi orang yang udah nabrak Bang Langit dibunuh pada malam yang sama." Ruby bersandar di atas tempat tidur sambil menatap Damian yang duduk di sampingnya.

"Apa ini ulah Senja?" Damian menatap Ruby serius.

Gadis yang masih menggunakan pakaian rumah sakit itu mengangkat bahunya tak acuh. "Kalaupun itu ulah Senja, gue ngerasa puas karena orang itu udah mati," ucapnya.

"Kenapa?" tanya Damian heran.

"Apa lagi? Karena dia udah nyakitin Bang Langit lah, gue nggak rela dia masih hidup setelah apa yang dia lakukan," jawab Ruby.

Lo gak perlu tau. Batinnya.

Damian tidak perlu tahu bahwa pria itu adalah orang yang sudah membunuh Senja di kehidupan lamanya. Ruby semakin yakin, Senja lah yang sudah membunuhnya. Dan Ruby juga yakin, Senja sudah keluar dari tubuhnya sejak malam itu.

Ruby tersenyum saat menyadarinya. Apakah sekarang ini bebas? Apakah tak ada lagi yang mengganggu pikirannya? Dendam Senja sudah terbalaskan, itu berarti ia sudah pergi jauh dari dunia ini.

"Sekarang gue bebas," ujarnya. Ruby menatap ke arah Damian dengan kedua sudut bibir yang terangkat. "Damian, sekarang gak ada lagi yang ganggu pikiran gue. Senja udah gak ada. Kalung itu juga udah hancur. Apa ini akhirnya? Sekarang udah enggak ada lagi bayang-bayang ibu dan arwah jahat yang mengelilingi gue. Gue bakal hidup normal kayak orang-orang lagi kan?" katanya antusias dengan mata berbinar.

Sebelum membalas perkataan Ruby, gadis itu sudah memeluknya terlebih dahulu dengan senang.

Ruby tak tahu bagaimana menggambarkan perasaannya sekarang. Ia merasa separuh dari masalah hidupnya telah berkurang.

Melihat itu membuat Damian ikut tersenyum. Akhirnya gadis ceria itu tersenyum dengan tulus lagi.

"Damian, makasih udah selalu ada buat gue. Andai Bang Langit tau, pasti sekarang dia ikut senang banget. Selama ini dia yang selalu menyakinkan gue buat terus bertahan. Andai dia bangun, gue mau ngucapin terima kasih sebesar-besarnya. Dam, gue kangen banget sama dia." Senyum manis kian luntur saat Ruby mengingat Langit belum bangun dari komanya setelah operasi.

"Dia bakal bangun sebentar lagi. Lo mau jenguk dia bentar biar lo tenang?" Damian menggenggam tangan gadis itu berusaha meyakinkan.

Ruby mengangguk. "Iya, gue mau ketemu Bang Langit."

Damian membantu Ruby berjalan keluar dari ruangan. Setelah sampai di depan kamar inap pemilik Langit, Ruby segera masuk dan melihat sang abang masih terbaring tak sadarkan diri dengan selang infus dan alat bantuan pernafasan.

Ruby menghampiri Langit kemudian duduk di kursi sebelahnya.  Ia memperhatikan wajah pucat itu dengan tatapan yang sulit dijelaskan.

Ruby teringat saat terakhir kali ia melihat lelaki itu masih membuka matanya, berdiri di hadapannya, dan berusaha membujuk Ruby keluar kamar meskipun ia sangat keras kepala. Ruby malah membentak Langit hingga ia pergi.

"Andai gue mau bukain pintu malam itu, lo pasti gak bakal ada di sini kan, Bang? Lo masih bisa senyum ke gue, dan lo gak bakal tidur selama ini. Maaf ...," tuturnya penuh sesal.

Ruby kembali terisak, ia sangat takut hal-hal buruk terjadi. Ditambah lagi ucapan dokter yang mengatakan jika Langit bangun dari koma, ia tetap tak akan bisa menjalani hidupnya lebih lama lagi karena penyakit yang dideritanya.

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang