Chapter 58

18.2K 1.7K 295
                                    

***


Seorang lelaki berdiri menatap ke luar jendela kaca, langsung menampakkan gedung-gedung tinggi dan benda langit yang bersinar terang di malam itu serta halaman apartemen yang langsung menampakkan jalan raya di depannya. Ia memasukkan kedua tangannya ke saku celana, terlihat sangat santai dan tenang.

Mata Ruby menatap ke seluruh ruangan bernuansa putih di hadapannya, sambil memegang kepala yang terasa begitu pusing seakan habis berputar-putar. Pandangannya tertuju pada sosok lelaki itu. Entah apa yang ia lakukan, Ruby bahkan tidak bisa mengingat apa yang telah terjadi kepadanya sehingga berakhir terbaring di tempat asing ini.

"Gue di mana?" Nafasnya memburu. Ruby masih sedikit linglung karena pengaruh alkohol yang belum sepenuhnya hilang.

"Udah bangun? Enak tidurnya?"

"Siapa lo?" Ruby yang ingin menghampiri lelaki itu seketika kaget saat menyadari kakinya tengah diikat, sehingga tak dapat bergerak ke mana-mana. "Brengsek! Kenapa gue bisa ada di sini? Lepasin!" Gadis itu langsung meraung dan memberontak.

"Shuut ... jangan teriak-teriak, Sayang. Nanti tenggorokan kamu sakit." Ia berbalik mendekati Ruby kemudian duduk di sampingnya. "Kenapa? Jangan kaget gitu dong mukanya," ucapnya saat melihat ekspresi tegang Ruby yang malah terlihat begitu menggemaskan di matanya.

"Vino ... kenapa lo—"

"Kenapa gue bawa lo ke sini? Emm ... sebenernya udah lama gue pengen lakuin ini. Tapi gue selalu gak punya kesempatan."

"Bangsat! Jangan bercanda. Gue laporin ke Langit biar lo tau rasa!" bentaknya.

"Langit! Ahh ... gue gak takut sama sekali sama dia. Awalnya gue juga berpikir mau bunuh dia karena terus menghalangi jalan gue. Tapi, kayaknya gue gak perlu lakuin itu karena dia bakal mati dengan sendirinya."

Mata Ruby bergetar, jantungnya langsung berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. "Ternyata itu lo .... "

Lelaki itu ... dia lah yang sudah membuat semua kekacauan ini.

Ruby tertawa hambar, mengapa ia baru menyadarinya? Awal melihat tatapan Vino kepadanya memang selalu membuat Ruby selalu merasa tidak nyaman. Setiap mereka bertemu, Ruby berusaha untuk terlihat tenang seperti biasa meskipun sebenarnya ia sadar tengah diperhatikan.

"Lo yang udah bunuh mereka semua. Iya, kan?!" tanyanya dengan tangan terkepal kuat.

Ruby memang tidak memiliki bukti nyata. Namun ada beberapa kejadian yang memang membuat Ruby merasa janggal sekarang.

Pertama kali saat jatuhnya Sonya, Ruby melihat jejak sepatu basah. Ruby juga melihat dari cctv Vino baru saja keluar dari dalam toilet, setelah itu semua rekaman hilang sampai di sana. Ruby kira itu hanyalah sebuah kebetulan awalnya.

Kedua, saat ia dikejar oleh penguntit di dalam gang. Sosok misterius itu sempat menahannya, Ruby tak sengaja melihat luka yang sama di tangan mereka. Setelah Ruby memastikan beberapa kali, akhirnya Ruby mencurigai Vino untuk beberapa saat.

Terlebih lagi sekarang, entah rencana apa yang ingin ia lakukan kepadanya.

"Iya. Seharusnya lo kaget sekarang."

"Kenapa lo lakuin itu?"

"Kenapa gue bunuh mereka? Karena lo."

"Gue?"

"Lo juga bunuh orang waktu itu."

Nafas Ruby seketika tercekat. Ia langsung bungkam mendengar perkataan Vino barusan.

"Lo lupa? Atau pura-pura gak ingat? Tanda 'E'. Lo yang bikin gue kayak gini sekarang. Karena lo, gue punya ambisi lagi untuk bunuh orang-orang yang gue mau. Huh ... seharusnya keluarga gue gak usah capek-capek bolak-balikin gue ke psikolog kalau pada akhirnya gue kembali lagi jadi diri gua yang dulu." Lelaki itu menyeringai.

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang