Chapter 36

33.6K 3.1K 1K
                                    

Suara tawa terdengar merdu membuat orang-orang menatap ke arah Ruby dengan heran. Gadis itu senyum-senyum sendiri di sepanjang koridor, terkadang tiba-tiba memukul tembok yang tidak bersalah sama sekali.

Sudah tak heran dengan sifat anehnya.

Entah apa yang baru saja terjadi. Setelah menghajar habis-habisan seorang gadis di kantin tadi, gadis itu kini malah terlihat tak bersalah sama sekali.

"Gue rasa, gue udah mulai suka sama lo. Tapi gue gak seyakin itu."

"Mau jalan malam ini?"

Tak berhenti Ruby mengingat kejadian di taman tadi. Damian ... mulai menyukainya? Mendengar penuturan Damian membuat ia senang bukan main. Artinya perjuangan Ruby selama ini terbalaskan.

"Sialan tuh cowok! Berani banget dia bikin gue kayak orang gila senyam-senyum sendiri." Ruby memukul pelan pipinya yang semakin memerah. Entah mengapa ia merasa hari ini terasa lebih panas dari pada hari-hari biasanya.

"Panggilan kepada Kiara Arubyana Alfaro dipanggil ke ruang BK sekarang juga. Sekali lagi, panggilan kepada Kiara Arubyana Alfaro kelas XI IPA 1 agar segera datang ke ruang BK sekarang juga, terimakasih."

Senyum indah itu perlahan luntur. Ruby menghentikan langkahnya sambil menajamkan pendengaran. Ke ruang BK? Apakah karena kejadian di kantin tadi? Apakah ada yang melaporkannya?

Ruby memutar bola mata malas. Ia tak takut sama sekali dengan yang namanya hukuman karena sudah biasa. Namun ada yang lebih menakutkan dari itu ....

Ruby sudah berdiri tepat di depan pintu bercat hitam yang begitu horor menurut murid-murid nakal yang pernah masuk ke dalam sana. Ketika membuka pintu, tak hanya terdapat seorang guru berwajah galak, gadis bernama Difa itu juga berada di sana, duduk sambil menangis pilu bersama kedua temannya yang selalu setia menemani.

Bukan hanya mereka, ada seseorang yang lebih menakutkan dari pada guru BK menurut Ruby. Dia adalah ... Langit.

"Silahkan duduk," ujar seorang wanita berkepala tiga yang kini menatapnya tajam saat melihat keberadaannya.

Ruby berjalan menghampiri mereka kemudian duduk di sofa, sedikit memberi jarak dengan ketiga gadis itu. Ia mencuri-curi pandangan pada sosok lelaki yang kini tengah berdiri tinggi menjulang di samping guru BK.

Langit membalas tatapan Ruby dengan wajah datar. Melihat itu Ruby seketika menelan ludah kasar. Pasti Langit marah besar jika tau apa yang sudah ia lakukan.

"Ada apa? Kok Ibu manggil saya?" tanya Ruby dengan wajah polosnya.

"Apa benar kamu mem-bully Difa di kantin tadi?" Suara tenang namun tegas itu mulai mengintrogasi.

"Saya gak bully dia. Dia yang bully saya!" sahut Ruby melirik sinis ke arah Difa yang kini sedang memegangi kepalanya.

"Bohong, Bu! Difa bahkan sempat pingsan gara-gara kepalanya dibentur ke lantai. Saya mau Ibu tegas dan memberi Ruby hukuman atas perbuatannya!" Salah satu teman Difa yang bernama Rea tiba-tiba menyeletuk.

"Iya, Bu. Difa bahkan hampir dilemparin gelas kaca sama dia! Bayangin kalo beneran kena, pasti sekarang temen saya udah di rumah sakit," sahut Gisel, gadis berambut panjang bergelombang berwarna coklat yang kini sedang mengelus kepala Difa dan menenangkannya.

Transmigrasi Gadis Gila [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang