Satu pukulan telak mengenai rahang tegasnya. Edward menatap Damian tajam. "Coba lo bilang sekali lagi," ucapnya.
"Gue ngelakuin itu sama Ruby."
Sekali lagi Edward menendang perutnya hingga lelaki itu tersungkur di lantai. Damian terbatuk, wajah tampannya kini dipenuhi oleh lebam dan darah di sudut bibirnya. "Gue tau gue salah. Maka dari itu gue mau membayar semuanya," ucap Damian terengah-engah.
"Gimana caranya? Brengsek!" bentaknya terus menendang Damian membabi-buta.
Damian hanya merasakan tanpa perlawanan. Damian rasa ia pantas mendapatkan ini semua.
Edward mengerang frustasi. Hal yang paling ia benci dari Damian adalah selalu mengulang kesalahannya di masa lalu. Edward merasa karma kini berada di depan matanya. Entah sehancur apa gadis malang itu. "Jangan sampai semua itu terulang lagi."
Senja menghilang setelah kesalahan itu terjadi. Edward sangat ketakutan sekarang, bagaimana jika hal yang sama terjadi pada Ruby?
"Dari awal, gue udah wanti-wanti lo supaya jangan berurusan sama dia. Lo lupa?"
"Gue lupa. Gue bener-bener lupa," sahutnya. Damian sudah jatuh hati terlalu dalam hingga melupakan ucapnya dulu. Ternyata benar, ia benar-benar menjilat ludahnya sendiri.
"Awasi dia mulai sekarang. Jangan sampai hal yang gak diinginkan terjadi." Edward membuang nafas kasar. "Keluar dari kamar gue!" usirnya.
Perlahan Damian bangkit sambil memegang perutnya menahan sakit. Ia segera keluar dari ruangan itu dengan tertatih.
Sudah tiga hari, namun Ruby tak kunjung keluar dari kamarnya. Setiap hari Damian mengunjungi Ruby untuk melihat kondisinya, hari ini pun sama. Ia berniat untuk ke sana lagi setelah ini.
Apa gue bilang aja masalah ini ke Langit? Gak-gak! Kalau dia tau, masalah bakal makin runyam. Dia bisa mukul gue habis-habisan. Damian berdecak kesal. Ia meringis saat menyentuh ujung bibirnya. Jika Damian membiarkan Langit kembali memukulnya, ia bisa mati hari ini di tangan lelaki itu.
***
"Ruby," panggil Langit dari luar kamarnya. "Lo udah makan? Gue mau ngomong. Buka pintunya." Ia terus mengetuk pintu.
Sudah sekitar 30 menit ia berdiri di sana namun sama sekali tak ada jawaban. Langit semakin khawatir. "Ruby, gue bawa buku novel lo. Maaf gue ngambil ini diam-diam. Gue—"
Tiba-tiba pintu terbuka, sebuah tangan dengan gercap mengambil buku di tangan Langit kemudian kembali mengunci pintu dengan cepat.
Langit yang terkejut tak sempat menahan Ruby mengacak rambut frustasi, harus dengan cara apa lagi agar Ruby mau bicara kepadanya.
"Abang udah tau apa yang terjadi. Maafin Abang, untuk kesekian kalinya—"
"Abang-abang, jangan ngomong kayak gitu, geli gue dengernya," potong Ruby. Ternyata gadis itu sedang bersandar di pintu sejak 30 menit yang lalu, sambil mendengarkan celotehan Langit yang tanpa henti terus berusaha membujuknya.
Langit kembali menghela nafas berusaha tersenyum di tengah kecanggungan ini.
"Lo udah mukul Damian?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...