Pagi baru, Ruby juga mendapatkan luka yang baru pula. Hal aneh terus menimpanya membuat Ruby teringat kembali dengan perkataan Ara. "Bagaimanapun tanpa sadar nanti lo bakal ikut campur Ruby. Sekuat apapun lo berusaha buat sembunyi, takdir lo gak bisa dihindari."
Ruby merasa frustasi, banyak hal yang tidak ia ketahui dan ingin dirinya ketahui.
Goresan di pipinya telah ditutup oleh plester luka agar cepat mengering. Tadi malam Langit juga sudah mengobatinya dan menutup dengan kain kasa, syukurlah pagi ini lukanya sudah lumayan mendingan dan tak lagi mengeluarkan darah.
Namun yang menjadi masalah kini adalah mentalnya. Ruby agak terguncang karena kejadian kemarin. Ia bahkan tak berani menatap orang-orang di koridor yang memakai pakaian hitam, baik itu jaket, sweater, maupun hoodie. Ia akan berpaling dan langsung memeluk sang Abang yang senantiasa ada di sampingnya.
Langit menatap sendu gadis diperlukannya. Langit bertekad, siapapun orang itu ia pasti akan membunuhnya jika berhasil menangkap pelaku yang berani menyakiti orang yang ia cintai.
"Udah gue bilang, lo seharusnya istirahat di rumah," ucap Langit dengan suara pelan yang hanya dapat di dengar oleh Ruby.
"Takut .... "
Ruby tak berani berada di kamarnya sendiri. Bahkan malam itu ia terpaksa tidak di kamar Langit. Ruby hanya ingin ada di dekat Langit, karena itu membuat perasaannya menjadi tenang.
Langit menghela nafas panjang, Ruby menang sangat keras kepala. Padahal jika gadis itu mau menurut, Langit akan izin hari ini untuk menjaga Ruby di rumah. Namun yang namanya Ruby, entah mengapa sangat susah diatur jika menyangkut kebaikannya sendiri, ia akan mencari seribu alasan.
"Sekarang gue antar ke kelas lo, ya? Lo berani, kan, kalau gak ada gue?" tanya Langit.
Ruby mengangguk. Karena di kelas terdapat banyak teman-temannya, ia rasa tak ada alasan untuk takut.
Ruby melewati kelas Langit, tepat di depannya seorang lelaki ber-hoodie hitam dan gadis disebelahnya berjalan ke arah berlawanan dengan mereka. Ruby langsung menunduk, mencengkram ujung jaket biru milik Langit.
Ia tau mereka berdua adalah Damian dan Jessica. Ruby sangat ingin menyapa Damian namun tak memiliki keberanian. Melihat hoodie yang dipakai oleh lelaki itu membuat Ruby teringat kembali dengan psikopat yang menyayat pipinya. Ruby selalu terbayang-bayang, meskipun hanya sempat mendengar suara dan aroma parfum berbau mint yang dipakai oleh sosok misterius itu.
Tak seperti biasanya, Ruby hanya berjalan lurus tanpa melirik ke arah Damian sama sekali. Ia nampak ketakutan. Langit yang menyadari alasan mengapa sang adik bertingkah demikian langsung membawa Ruby agar cepat-cepat menjauh dari lelaki itu.
Damian langsung memandang heran, meskipun ia tak terlalu peduli namun perasaan dihatinya tak dapat bohong bahwa kini ada perasaan janggal.
"Dam! Kenapa?" tanya Jessica melihat Damian yang terus menatap ke sosok gadis menyebalkan itu.
Damian hanya diam tak memperdulikan Jessica.
"Dam!"
"Berisik!" sahut Damian berlalu masuk ke dalam kelas.
***
Saat masuk ke kelas semua orang langsung menatap ke arahnya. Bukan untuk melihat Ruby, melainkan lelaki incaran seribu gadis yang ada di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...