***
"Adek lo ada di apartemen gue. Gue cuma mau bilang itu."
Langit memandang gadis cantik di hadapannya kini sedang tersenyum manis ke arahnya. Ia menjauhkan handphone dari telinganya sambil menatap berganti. "Sudah gue bilang. Jangan ganggu gue .... " ucapnya dengan tangan yang mengepal kuat.
Langit memegang bagian belakang kepalanya ketika merasakan sakit yang begitu hebat. Ia mengerang berjalan sempoyongan ke arah meja belajarnya dan mengambil botol obat kemudian langsung meminumnya.
Ia mencoba menetralkan nafasnya yang tak beraturan. Langit tiba-tiba merasa mual dan lemas.
Ia kembali menatap ke arah pintu, tak ada siapapun lagi di sana.
"Langit, lo gak papa?"
Telpon langsung ia matikan. Langit tergesa-gesa masuk ke kamar mandi saat merasa ingin memuntahkan sesuatu dari mulutnya. "Hah ... apa gue berhalusinasi lagi?" ujarnya menatap pantulan diri di depan cermin.
Langit menyentuh hidungnya yang tiba-tiba mengeluarkan darah segar. Dengan panik Langit langsung menyumpal lubang hidung sebelah kirinya dengan tisu dan kembali mendudukkan dirinya di atas tempat tidur sambil memijit pelipis yang terasa pusing.
"Ruby ada di apartemen Edward? Kenapa dia bisa ada di sana? Apa ulah Senja lagi?!" Langit membuang nafas kasar. "Kenapa dia gak mau berhenti bikin gue pusing! Apa yang sebenarnya dia mau," katanya geram.
***
Sepanjang perjalanan angin yang begitu sejuk menusuk permukaan kulit, bahkan ketika tubuhnya sudah terbalut jaket kulit udara dingin itu masih saja terasa. Gerimis membuat Langit mempercepat laju kendaraannya ke tempat tujuan.
Sesampainya di depan sebuah bangunan bertingkat itu, Langit segera masuk ke dalam. Ia berjalan cepat sampai pada sebuah pintu di lantai 3, menekan bel beberapa kali sambil menunggu seseorang membukakan pintu untuknya.
Tak disangka-sangka, sosok gadis berpenampilan acak-acakan muncul di hadapannya dengan mata sembab dan baju kebesaran.
Ruby langsung mendekap Langit begitu erat, menenggelamkan wajahnya di dada bidang lelaki itu sambil menghirup aroma yang begitu ia rindukan. "Bang Langit," ucapnya mulai kembali terisak.
Langit mematung di tempat. Ia melihat gadis yang sedang memeluknya itu menangis, dengan ragu Langit membalas pelukannya. Perlahan namun pasti tangan itu mengelus surai panjang milik sang adik. "Kenapa lo bisa ada di sini?"
"Biar gue ceritain. Masuk ke dalam," ucap Edward yang tiba-tiba muncul di antara mereka berdua.
Di sofa Ruby duduk sambil menunduk dan memainkan jari-jari tangannya merasa gelisah. Ia takut Edward jujur kepada Langit tentang apa yang sebenarnya terjadi. Lelaki yang saling berhadapan itu melemparkan tatapan datar, aura yang tadinya biasa aja kini mulai memanas.
"Lo yang bawa dia ke sini? Kapan?" Langit tiba-tiba membuka suara.
"Ya, gue yang bawa dia ke sini," jawab Edward.
"Tanpa izin dari gue?"
"Gue udah nyelametin dia. Seharusnya lo berterimakasih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Gadis Gila [END]
Teen FictionBELUM DIREVISI!! Bagaimana jadinya jika seorang gadis yang memiliki sifat bandel, bar-bar, suka membuat onar, dan sedikit tidak waras mengalami transmigrasi ke tubuh seorang antagonis di dalam novel yang baru saja ia baca sebelum meninggal? Sudah ka...