7. Salah paham

12.2K 641 0
                                    


"Jika bisa, aku ingin memutar waktu dimana hanya ada bahagia. Namun semakin dewasa, aku sadar jika bahagia datangnya dari luka."

.
.
.
.
.

Happy Reading!

*****

Leon melirik wajah damai seorang gadis yang sedang tertidur di ranjangnya. Tenang saja, Ia tak melakukan apapun. Setelah tadi menyelamatkan gadis ini, Leon berinisiatif membawa dia ke apartemen miliknya yang tidak jauh dari sekolah. Leon bisa saja memulangkan dia ke rumah, namun apa kata orang jika membawa pulang anak gadis di malam hari dalam keadaan pingsan?

Lagipula ia tidak mengenal keluarganya, bisa-bisa ia dikira macam-macam. Dan lagi, kondisi gadis itu tadi sangat mengkhawatirkan, ia tak mungkin membawanya pulang dulu, kan?

Gadis dengan paras cantik itu menggeliat pelan membuat Leon sedikit tersentak.

"Dingin," gumam gadis itu dengan mata terpejam, bibirnya ikut menggigil padahal kamar Leon sudah di beri penghangat ruangan.

Leon menaikkan selimut gadis itu namun masih terdengar suara rintihannya.

"Apa yang harus gue lakuin?" tanya Leon yang ditujukan untuk dirinya sendiri.

Mungkin ada satu cara yang cukup ampuh, tapi apakah harus? Leon menggigit bibirnya. Terdengar suara rintihan lagi dari gadis itu, kali ini dengan nada yang bisa membuat pertahanan Leon runtuh.

Baiklah, Ia tak punya pilihan lain.

Leon membaringkan tubuhnya di samping gadis itu, tangannya tergerak meraih tubuh yang terasa mungil itu untuk masuk ke dalam dadanya. Memeluknya erat sambil mengusap kembali dahi gadis itu. Terasa sedikit pergerakan, hingga Leon merasakan tangan gadis itu ikut melingkar di pinggangnya.

"Selamat malam, Sheila." Leon menatap wajah Sheila. Gadis ini sangat damai dan imut saat tertidur membuat ia betah menatap wajahnya.

Hingga tak lama, Leon ikut memejamkan matanya masih dengan posisi berpelukan.

***

Sheila mengerjapkan matanya yang terasa berat, samar-samar mata indah itu terbuka hingga menampilkan Iris coklat nan indah. Ia mencoba mengingat apa yang baru saja terjadi dan dimana ia berada.

Yang pasti ini bukanlah kamarnya karena warna tembok berwarna abu-abu dan terkesan maskulin.

Tunggu! Sheila menatap horor sesuatu yang melingkari pinggangnya dan matanya melotot saat ia tahu bahwa Ia juga sedang memeluk seseorang, lebih tepatnya perut keras nan terbentuk milik seseorang.

"Aaa!" teriak Sheila histeris.

Teriakan yang juga membuat pintu yang tadinya tertutup lantas terbuka sempurna menampilkan seorang laki-laki dewasa dengan paras tampan.

"Astaghfirullah, ini apa Leon?!"

Sheila terkesiap, dengan segera ia mendongakkan kepalanya dan jantungnya seakan meloncat ke perut saat melihat Leon dengan wajah kantuknya sedang menatapnya dengan ekspresi sulit dijelaskan

INEFFABLE (End + Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang