Happy Reading!
***
_Manusia mempunyai sebuah titik hidup dimana segalanya terasa menyakitkan_
***
Sebuah pintu putih dengan plang nama Bougenville no. 11 menjadi pemandangan Sheila saat ini. Ia sempat menoleh pada Sargas yang menyuruhnya untuk masuk ke dalam lewat tatapan mata. Sheila menarik nafas lalu menghembuskannya, ia harus bisa.
"Kalo gak kuat bilang sama gue," kata Sargas penuh arti.
Sheila mengangguk dan tersenyum lebar guna meyakinkan Sargas.
"Aku akan baik-baik aja."
Sargas mengelus bahu Sheila sejenak lalu membiarkan perempuan itu masuk ke dalam.
Setelah pintu ditutup, Sargas tersenyum miris. Ia telah melanggar janjinya dan secara tidak langsung menyakiti adiknya. Tapi sisi lain dihatinya mengatakan jika ini harus dilakukan.
"Maafin Sargas, bun, yah."
Sementara di sisi lain, Sheila menatap seseorang yang sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Wajahnya tidak terlihat jelas karena terhalang masker oksigen.
Sheila menunduk sambil meremas kepalanya yang tiba-tiba sakit. Sebuah kejadian terasa terulang semu. Sheila menarik nafas, mengendalikan diri.
"Gue gak boleh lemah," ucap Sheila. Ia memberanikan diri melangkah lebih dekat lalu duduk di kursi disana.
"Hai.. Leon?"
Sheila menelan ludah. Dalam hati bertanya tentang penyebab luka-luka parah yang di derita Leon. Sheila mengambil tangan Leon yang bebas dari infusan dan saat itu kepalanya kembali berdenyut hebat.
"I love you."
"Kamu cantik banget."
"Istri Leon yang imut, mau apa hm?"
"Aku lebih sayang sama kamu."
"Aku pengin kamu bahagia, selamanya."
Memori semu kembali terekam di otak Sheila. Mengingatkannya pada seseorang yang dekat sekali dengannya.
Namun, belum sempat ia mengenali sosok itu, kesadarannya sudah terserap habis.
"Sheila!"
***
"Aku gak berhasil inget dia, bang," lirih Sheila sambil terisak di dalam pelukan Sargas. Setelah tadi perempuan itu sadar, ia langsung mencari Sargas.
"Udah ya, jangan paksain diri sendiri oke?"
Sheila masih tidak bisa mengendalikan emosinya. Ia merasa cengeng dan lemah.
"Gue harus apa bang? Ini sakit," adu Sheila memukul-mukul dadanya yang terasa sesak membuat Sargas segera menangkap tangan mungilnya.
Sargas makin mengeratkan pelukannya namun tidak menyakiti perut Sheila."Semua butuh waktu, Shei."
"Tugas lo cuma sabar dan terus berusaha, gue janji akan terus bantu lo."
Tangis Sheila tidak reda, namun isak nya sudah tak terdengar. Apapun yang terjadi, ia ingin cepat mengingat sosok Leon itu. Sheila merasa ada yang salah jika tidak mengingat laki-laki itu.
Tiba-tiba saja, di tengah rasa kantuk yang mulai menyerang Sheila, ia mengatakan sesuatu yang membuat Sargas tertegun.
"Seberapa besar cinta kita berdua, bang?"
"Dan apa arti Leon untuk Sheila."
Sargas diam tak menjawab, hingga ia merasakan pelukannya mengendur. Sargas mengelus pipi Sheila dan mengusap air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INEFFABLE (End + Revisi)
Teen FictionLeon Skala Pradipta, seorang cowok yang memiliki segala definisi kata sempurna, dari paras, sikap dan otaknya harus mengalami suatu peristiwa yang merubah hidupnya. Sheila Zevanya Andromeda, seorang gadis keras kepala dan pembangkang namun cantik it...