18. Antara OSIS dan Sheila

11.3K 530 0
                                    


"Pada kenyataannya, orang akan tertarik pada wajah good looking.
Tentang sifat? Bukankah itu hanya sedikit dari banyak orang?"

.
.
.
.

Good Person - Haechan

Happy Reading!

*****

"Gue gak sempet sarapan," ucap Sheila dengan bibir cemberut.

"Ya suruh siapa tadi tidur abis sholat?" ucap Leon sambil merapihkan rambut Sheila yang sedang sibuk memakai sepatu.

Posisi mereka sekarang ada di dalam mobil dengan Leon sudah duduk manis di kursi kemudi, mereka sudah cukup telat karena Leon juga ada urusan OSIS.

"Lo harusnya bangunin gue!" ketus Sheila. Sebenernya ia tidak terlalu masalah tentang sarapan, di sekolah juga kan bisa. Tapi ia merasa tidak berguna menjadi istri karena tidak menyiapkan makan untuk Leon.

Yup, Bi Tia masih ada di kampung. Soal pekerjaan rumah, mereka membaginya meskipun Sheila ogah-ogahan.

Namun Leon peka, jadi cowok mengerjakan lebih banyak dari Sheila.

"Udah. Masih pagi, jangan marah-marah nanti cepet tua," ucap Leon, ia mengusap pipi Sheila.

Entah mengapa ia menyukai hal ini, karena kulit tangannya bisa bersentuhan langsung dengan kulit halus nan putih itu.

Sheila masih mendelik sebal. Gadis cantik itu melipat tangan di depan dada. Masih kesal.

Leon menggeleng pelan. Ia sejenak mengeluarkan sesuatu dari sebuah paper bag.

"Makan. Gue bakal jalan pelan-pelan," titah Leon.

Sheila melirik kotak bekal itu yang isinya tidak terlihat.

"Ini apa?"

"Sandwich."

Sheila mendorong kotak bekal itu.

"Gak usah, deh. Buat lo aja, gue nanti mau makan nasi uduk di sekolah."

Leon melirik jam tangan hitam yang setia bertengger di tangan kekarnya.

"Mau masuk, emang keburu?" tanya Leon menatap Sheila dengan satu alis terangkat.

Sheila mengangguk. "Bolos aja. Ngapain rajin-rajin?"

Leon sontak mendorong kening Sheila pelan.

"Kalo masuk Bina Bangsa gak boleh sembarang bolos."

"Suka-suka gue lah." Sheila mengusap dahinya.

"Yaudah, nanti gue yang hukum," ucap Leon sambil mulai menancap gas, berdebat dengan Sheila membuat waktunya terbuang.

"Hukuman banget," cibir Sheila.

"Iyalah, kan gue ketua OSIS."

"Dih, gaya banget," cibir Sheila lagi. Ia memalingkan wajah ke arah jendela, memandang jalanan yang cukup padat. "gue ini istri lo, gak ada gitu keringanan? Toh gue juga bolos buat ngisi perut, emang lo mau tanggung jawab kalo gue pingsan gara-gara gak makan? Gue kan punya penyakit lambung."

INEFFABLE (End + Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang