Bagian 8

18.9K 1K 10
                                    

Basmal terbangun dari tidurnya dengan tubuh pegal, semalam ia tidur dikamarnya sebelum Cece masuk kedalam kamarnya. Dan entahlah ia tidak tahu apakah semalam Cece tidur disampingnya atau tidak karena  dia benar-benar lelah dan tidur nyenyak.

Basmal melihat jam menunjukkan pukul 05.30 namun kondisi rumah sudah sangat sepi. Basmal membersihkan diri lalu sholat dan bersiap-siap dengan setelan kerjanya. Setelah selesai, ia menuju dapur berfikir bahwa Cece sedang memasak namun yang ia temui hanyalan secarik kertas dengan kata-kata yang sama.

[Saya berangkat kerja, saya sudah memasak makanan,
Princess]

Bian mengecek jam di jam tangannya masih menunjukkan pukul 06.20. Cece berangkat jam berapa? Bangun jam berapa? Masak jam berapa?. Kenapa perasaannya mendadak mengkhawatirkan Cece? Ia meraih handfhone di sakunya dan menepuk keningnya saat menyadari jika ia tidak memiliki kontak Cece.

Basmal mengeyahkan pikirannya dan melahap masakan lezat dihadapannya. Jujur, masakan Cece memang sangat lezat lebih lezat dari masakan kakak iparnya, istri Xabiru.

Selepas sarapan, Basmal menuju mobilnya dan mengerutkan kening heran saat melihat mobil istrinya terparkir disamping mobilnya. Lalu Cece naik mobil apa?? Apa naik taksi?? Hah bodo amat dengan wanita bekas itu. Basmal segera bergegas menghidupi mobilnya lalu pergi dari rumahnya.

_____________

Cece berangkat pagi-pagi sekali, semalam ia berada diruang tamu menatap kosong buku ditangannya sembari memikirkan banyak hal. Saat akan kembali ke kamar, ia melihat Basmal tidur disana hingga ia menutup pintu itu kembali dan beralih masuk ke kamar tamu lalu tidur disana.

Jam 03.00 ia memasak lalu solat malam dan subuh kemudian bersiap-siap berhati-hati mengambil bajunya dikamar Basmal. Pukul 05.00 ia segera berangkat kekantor naik taksi karena jika ia membawa mobil, itu pasti akan membangunkan Basmal.

Entahlah, ia merasa ingin menjauhi Basmal. Jujur, kejadian kemarin membuat Cece sedikit terluka karena Basmal mengabaikannya. Namun, Cece menepis pikiran itu karena ia sadar diri, memangnya dia siapa?. Cece hanya perlu waktu untuk berdamai dengan hatinya. Jika ia merasa marah, sedih, kecewa, terluka, ia akan menjauhkan diri supaya bisa berdamai dengan keadaan.

Disinilah ia sekarang, di kos-kosan Agatha. Agatha sebenarnya agak heran melihat Cece tiba-tiba berada didepan kossannya jam 05.40 dan ia baru bangun. Namun, ia tidak bertanya lebih lanjut karena ia melihat Cece sedikit sedih. Ia tahu betul akan sifat temannya yang akan diam saat situasi hatinya sedang tidak baik-baik saja.

"Lo udah makan??" Tanya Agatha saat ia selesai bersiap.

Cece mengangguk.

"Ce, are you ok?" Agatha menyentuh bahu Cece yang terdiam.

Cece menunduk, menghela nafas "Gapapa Tha"

Agatha mencebikkan bibirnya "Halah gaya lo,  jadi ngaku aja deh lo kenapa?"

"Gapapa Tha" Cece meyakinkan

"Yauda deh, ayo berangkat".

Cece mengangguk keluar dari kossan bersama Agatha. Agatha berada dibagian devisi pemasaran, punya atasan galak nauzubilah membuat Agatha sesak nafas, ia heran apa memang semua atasan galak-galak begini. Masi mending jika atasannya mirip Nando, meski galak namun mukanya bikin adem. Mereka berdua naik taksi menuju kantor karena Cece tidak membawa mobil.

Beberapa menit kemudian, Cece dan Agatha turun dari taksi dan tak lupa membayarnya. Cece berpisah dengan Agatha menuju ruangan kerjanya. Ia berjengit kaget saat melihat Nando keluar dari ruangannya. Cece jadi kikuk tersenyum canggung.

"Princess saya boleh minta tolong?? Ehmm" Nando mengusap tengkuknya "Pakaikan saya dasi".

Cece mengangguk

"Dasinya diruangan saya". Nando masuk kedalam ruangannya diikuti Cece, ia mengambil dasi yang tergeletak dimejanya menyerahkannya pada Cece.

Cece menerima dasi tersebut "Bapak duduk saja, bapak terlalu tinggi". Cece meringis malu, pasalnya Nando memang sangat tinggi sehingga ia hanya sebatas bahu Nando saja. Ahh, atau memang karena dia terlalu pendek?? Sepertinya iya.

Nando mengangguk lalu duduk dikursi kerjanya. Cece mendekat memasangkan dasi dileher Nando. Jujur, baru kali ini ia melihat atasannya dengan jarak sangat dekat. Ternyata apa yang dikatakan Safir benar, Nando duda tampan dan keren.

"Princess". Nando mendongak menatap wajah Cece dan Cece juga tengah menatapnya.

"Ya pak??" Tanya Cece sembari membenarkan dasi Nando yang sudah selesai.

"Baju kamu ada ulatnya"

Cece melebarkan matanya berteriak "Bapak serius?"

Nando mengangguk membuat Cece kelabakan refrleks meraih tangan Nando "Pak,,, tolong ini gimana??" Rengek Cece membuat Nando berdiri mengambil bolfen dimejanya menyentil ulat nakal itu hingga terjatuh ke lantai dan Cece melihatnya hingga refleks memeluk tubuh tegap Nando membuat Nando kelabakan.

"Huaaa... pak saya gamau pakek baju ini, saya mau buka baju, hiksss nggaaak huwwaa" Cece berteriak menangis membuat Nando menelan ludah gugup.

Sial... kenapa suara Nando mendadak hilang?? Nando berdehem "Sebentar, saya mau buang ulatnya dulu" Ujar Nando lembut membuat Cece perlahan melepaskan pelukannya dan Nando menginjak ulat nakal tersebut lalu membuangnya.

"Saya akan telfonkan mama saya yang kebetulan beliau akan kesini, saya akan meminta beliau membawa baju lama beliau, sepertinya muat untuk kamu". Nando segera menghubungi sang ibu.

"Halo ma"

"Iya?? Sebentar sayang, Mama lagi siapin makanan kamu" Sahut suara Mama Nando diseberang sana.

"Ma, Nando boleh minta tolong? Nando pinjam rok span dan kemeja lama Mama".

"APAAAA????"

Nando menjauhkan handfhonenya mengusap telinganya yang berdengung karena teriakan mamanya. "Nando...."

"Mama segera kesana Nando" Ujar Mamanya tegas diseberang sana dengan mematikan sambungan telfon sepihak. Nando melihat Cece yang menatapnya dengan tatapan menggemaskan, sial kenapa Cece semenggemaskan ini.

______________
Jangan lupa vote dan komennya yaa. Makasi

'PRINCƏSS (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang