Bagian 64

16.2K 857 12
                                    

Rasa penasaran yang Cece rasakan benar-benar membuatnya gelisah. Sekalipun ia meyakini bahwa anak Melisa bukan anak Basmal, ia benar-benar takut jika keyakinannya ternyata salah.

Disinilah ia sekarang, duduk di restoran bersama dengan Dana. Ia menghubungi Dana diam-diam lewat sosial media. Dia butuh penjelasan dari Dana.

"Gimana keadaan kamu??" Sapa Dana

"Baik, kamu gimana??"

Dana tersenyum, "Gatau, rasanya kayak abu-abu, aku sudah bercerai".

Cece melebarkan matanya, kaget. "Kenapa??"

"Ngak ada cinta diantara kami, dan aku terpaksa melakukan ini. Pernikahan kami hanya bentuk rasa hutang budi aku sama orang tua Melisa yang selama ini sudah membantuku banyak hal, dan untuk menutupi kehamilan Melisa".

"Kebahagiaan dan keinginanku dipaksa direngut begitu saja,".

Cece melihat raut kesedihan dalam diri Dana, membuat dadanya berdenyut nyeri. Sakit.

"Aku bertahun-tahun berusaha mati-matian bekerja untuk membuktikan segalanya, untuk menikahi kamu, untuk membahagiakan kamu, aku ingin kamu bahagia terus di samping aku. Tapi,...." Dana menggeleng, tidak bisa melanjutkan ucapannya karena jika diteruskan, itu sangat menyakitkan.

"Aku kehilangan kamu, dan itu sangat menyakitkan. Aku gatau harus gimana, bertahun-tahun aku selalu menjaga jarak karena aku ingin fokus bekerja, tapi aku ngak tau rasanya bernafas saat mendengar kabar kalau kamu sudah menikah.".

"Maaf Dana".

Dana menggeleng, "Ngak, Ngak, ini bukan salah kamu, ini salah aku, semuanya salah aku."

Cece meneteskan air matanya, bayangan kebersamaannya bersama Dana menyeruak dalam pikirannya. Dulu, mereka memiliki impian yang sama, tapi tuhan memberikan takdir yang berbeda.

"Rio bukan anak Basmal kalau itu yang kamu khawatirkan, aku sudah menanyakan ini kepada Melisa.".

"Basmal cinta sama kamu." Ujar Dana menatap wanita yang dia cintai tengah menangis.

"Kamu terlalu bekerja keras Dana, hiks... kamu tersiksaa, ya Tuhan Dana,". Cece menutup wajahnya menangis terisak.

Dana masih diam mematung, karena rasanya ia tidak mampu memeluk wanita yang dia cintai. Ada tembok penghalang yang begitu besar, seolah mencegahnya melakukan itu.

"Dana, seandainya, seandainya kamu tetap bekerja disini, kita bisa berjuang bersama, dari dulu, aku ngak pernah menuntut kamu menjadi laki-laki yang memiliki karir bagus dan gemilang. Aku hanya ingin bersama kamu berdua dalam kesederhanaan. Tapi,..."

"Sttt... jangan nangis, jangan nangis Princess, udah, gapapa, aku bahagia, aku bahagia, aku senang bisa melihat kamu lagi, itu sudah cukup bikin aku bahagia. Jangan sedih". Dana menghapus air mata Cece penuh hati-hati. Betapa dia sangat mencintai wanita ini.

"Aku selalu menunggu kamu Dana, dari dulu, aku menunggu kamu, kapan Dana kembali, kapan Dana akan menghubungi aku lagi, kapan Dana bisa bersama-sama dengan aku lagi. Aku selalu nunggu kamu, tapi, tapi takdir berkata lain,".

Dana menggenggam tangan Cece erat, "Jangan sedih ya, aku minta maaf udah buat kamu nunggu, jangan sedih, aku ngak papa, aku baik-baik aja,"

"Kalau kamu baik-baik aja, kamu ngak akan kurus begini, kamu ngak akan terlihat lelah, Dana aku kenal kamu bukan sehari,"

Dana terkekeh, ia mengusap sudut matanya yang ikut berair lalu menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Rasanya sesak sekali. "Jangan dipikirin ya, kamu lagi hamil ngak boleh banyak pikiran,".

"....."

"Aku sayang sama kamu, cinta sama kamu, bohong kalau aku tidak ingin memiliki kamu, aku ingin, itu impian aku, tapi Princess, aku bukan laki-laki bajingan yang akan mengambil kamu dari suami kamu. Tapi, jika suatu saat nanti, Basmal menyakiti kamu, lari dan temui aku, aku akan mendekap kamu erat."

Cece menangis tergugu, fakta menyakitkan soal Dana membuat dirinya ikut merasakan sakit. Dana terlalu banyak menanggung beban seorang diri. Dulu, Dana hidup seorang diri, bekerja sambil kuliah. Keteguhan dan kekuatan yang Dana miliki membuat Cece jatuh cinta. Dana mampu membuatnya merasa nyaman, aman, tenang.

"Selama bertahun-tahun, aku gatau gimana beratnya beban yang kamu pikul sendirian Dana".

Dana mengelus jemari Cece, "Aman, aku melaluinya dengan baik, berat pasti, tapi aku punya Tuhan yang memberi aku kekuatan."

"Kamu masih suka makan sehari dua kali ngak??"

Dana terkekeh, "Gatau ya, kadang sekali kadang dua kali, tapi masih sehat kok ini".

Cece semakin menangis kejer, membuat beberapa perhatian tertuju pada keduanya. Astaga, Dana jadi bingung.

"Diliatin orang tuh, cup cup cup jangan nangis, aku gapapa Princess, serius, udah yaa jangan nangis."

Dia tidak apa-apa, dia baik-baik saja, melihat Cece dalam keadaan baik-baik saja sudah membuatnya bahagia. Sungguh.


________
Hai.. gimana hari ini? Bahagia ngak??
Aku sedang berada dalam posisi Dana, kehilangan orang yang aku syang, tapi melihat dia bahagia dengan orang lain itu lebih baik dari pada dia pergi selamanya dari dunia ini. Tapi sakit sih rasanya,

Jangan lupa vote dan komennya yaa... makasih sudah membaca.

'PRINCƏSS (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang