- Selamat Membaca -
Sudah waktunya pulang Keisya berjalan bersama ketiga sahabatnya dan mereka merencanakan kalau weekend akan melakukan perjalanan liburan ceritanya. Tentu tempat yang dipilih tak main-main, Keisya sampai melotot saat melihat si cewek berambut pirang merekomendasikan tempat liburan super amazing.
Si gadis berambut hijau menyenggol lengan Keisya dan meminta Keisya untuk melihat ke arah jarum jam angka dua belas. Keisya menurut dan saat pandangannya tertuju pada satu sosok manusia yang membuat darah Keisya naik itu pun gegas dia berlari menghampiri sosok tersebut dan dia berpamitan lebih dulu pada ketiga sahabatnya sebelum memutuskan pergi.
“Hati-hati, Bestie!” teriak si gadis berambut rainbow itu.
“Yo,” sahut Keisya sembari melambaikan tangannya pada ketiga sahabatnya.
Keisya berdehem pelan, dirinya mencoba mengondisikan detak jantungnya yang berkali lipat detakannya. Keisya melihat ke sekeliling tempatnya berdiri, lumayan, sudah tidak terlalu terlihat mahasiswa maupun mahasiswi yang ada di sekitar mereka berdua. Bahkan ketiga sahabat Keisya sudah pergi dengan mobil milik si rambut rainbow beberapa menit yang lalu.
“Kalau jodoh emang nggak akan ke mana, ya? Hem … buktinya kita masih bisa ketemu lagi loh ini,” ucap si pemuda yang tak lain ialah Trimo Indra Gunawan si menyebalkan.
“Jodoh palamu peang. Siapa juga yang mau jadi jodoh manusia menyebalkan modelan kamu coba? Idih, amit-amit.”
Indra yang mendengar protesan Keisya hanya terkekeh pelan, tapi secepatnya dia menyembunyikan sikapnya lagi dan berusaha kembali seperti semula, sok cool padahal nyatanya emang cool abis, keren banget malah.
Kata si pengagum Indra loh, ini.
“Menurut kabar bur-unk yang beredar katanya elo sama gue bakal dijodohin sama bokap nyokap kita. Eits, lebih tepatnya kedua orang tua elo sendiri serahin diri elo sama bokap gue dan sebagai imbalannya keluarga elo menginginkan suntikan dana dari keluarga gue. Hem? So, itu artinya elo bakal apa?”
Dengan polosnya Keisya menyebut, “Bangkrut dong?”
Indra mendekat ke arah Keisya membuat Keisya langsung memundurkan langkahnya karena tidak kuasa harus bersitatap sedekat ini dengan Indra. Bahkan aroma yang dimunculkan dari mulutnya terasa candu dan itu tidak aman bagi jantung Keisya. Terlalu masya allah, Indra untuknya yang innalilahi.
“Cepat pulang ke rumah kalau elo kepengen semuanya tahu, hem?”
Setelahnya Indra meninggalkan Keisya seorang diri di sana. Keisya sampai harus menahan diri untuk tidak terjatuh sebab beberapa detik yang lalu dirinya bisa berada sedekat itu dengan Indra. Sedikit lagi bergerak mungkin bisa saja bibir Keisya bertemu dengan bibir Indra dan mereka saling menyentuh?
Oh, No!
Keisya menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembuskannya kasar. Setelah dirasa benar-benar tenang, Keisya mencari ojek online atau taksi online untuk dirinya pergi agar bisa secepatnya sampai rumah memastikan kabar bur-unk yang dibilang Indra. Kuliah tadi Keisya tidak memakai kendaraan pribadi karena dia dijemput oleh sahabat-sahabatnya.
Makanya saat seperti ini yang Keisya bisa lakukan hanyalah memakai jasa kendaraan onliene. Lama menunggu akhirnya Keisya menemukan salah satu ojek di ujung jalan di mana si pengendara berjaket hijau itu baru saja memarkirkan motornya di sana. Keisya langsung berlari secepat mungkin agar bisa segera sampai di tempat mangkal itu
“Mang! Mang! Ojek, ya? Buruan dong, anterin saya ke perumahan Delima no. 44, ya!” pinta Keisya, yang langsung menaiki motor si pemilik jaket hijau itu.
“Eh … eh, Neng. Ah elah, saya baru saja sampe, saya mau nyeduh mie dulu napa. Laper ini loh,” protes si pemilik kendaraan, yang tak jadi turun dari motornya karena Keisya sudah lebih dulu naik dan meminta dirinya mengantarkan gadis itu.
Si teman sesama ojek itu pun menimpali. “Laper bisa ditahan kali. Yang penting pelanggan, mayan loh dapet duit selain itu juga bisa amal anterin si Neng geulis ke rumahnya, kalau nggak biar saya aja lah.”
“Semprul lo. Ogah pisan saya. Yo wes, lah, Neng. Hayu mamang anter.”
“Sip. Gitu dong dari tadi.”
***
Tiga puluh menit setelahnya Keisya dan si pengendara ojek sudah tiba di perumahaan dengan lokasi yang Keisya sebutkan tadi. Keisya langsung turun dari atas motor dan dia meraih dompet dalam tasnya, lalu memberikan selembar uang berwarna biru kepada si pengendara motor itu setelahnya mengucapkan terima kasih.
Keisya langsung berbalik memasuki gerbang yang menjulang tinggi sambil bertanya kepada Pak Satpam yang menjaga rumahnya itu tentang keberadaan kedua orang tuanya.
“Kayaknya memang ada di rumah, Non, soalnya Bapak belum lihat Nyonya sama Tuan keluar rumah hari ini,” jawab Pak Satpam.
Keisya lantas mengangguk, lalu dia berlari kecil menuju ke halaman rumahnya beralih ke depan pintu dan berakhir di ruang keluarga yang terlihat di dalamnya ada sepasang suami istri yang mana keduanya sama-sama menunduk. Di pojok kanan dekat tangga Keisya bisa melihat dari arah pintu kalau ada koper pink soft dan beberapa koper besar di sana.
Mendadak Keisya jadi teringat akan omongan Indra. Lalu, apakah benar kalau apa yang Indra katakan benar? Keisya sendiri bahkan sebagai anak mereka tidak tahu terkait kabar yang telah beredar ini. Perlahan Keisya mendekat dan mulai bertanya kepada mami dan papinya usai dia mendudukkan bokongnya di samping sang mami.
“Mami,” sapa Keisya sambil tangannya terangkat dan menyentuh pundak kanan sang mami.
Deg …
Bagai mimpi di siang bolong Keisya melihat sang mami yang mana bola matanya membengkak, raut wajahnya berantakan bahkan terlihat jelas bagaimana bekas nangis. Keisya yakin kalau maminya menangis. Keisya heran dan masih bertanya-tanya.
Benarkah?
“Nak! Maaf, ya, mulai hari ini kita tidak bisa tinggal lagi di rumah ini,” lirih wanita bergelar, ‘mama,’ ini.
“Ma-maksudnya?”
“Papi bangkrut, Sayang. Papi kena tipu ratusan juta dan Papi … punya banyak utang karena Papi tidak tahu dari mana harus mengganti uang itu. Jadinya, papi sampai berutang, cuma … Papi mau minta maaf sama kamu, ke depannya Papi belum bisa lagi memberikan apa yang kamu inginkan dan peroleh.”
“Kecuali,” sambung sang mami.
Kedua alis Keisya tertaut dan bingung. “Kecuali apa, Mi? Papi sama Mami kok malah jadi diem?”
“Kamu mau menikah sama anak teman Papi,” lanjut sang papi, kemudian laki-laki paruh baya itu mengangkat wajahnya menatap sang putri, “hanya dengan itu cara satu-satunya agar selain bisa menebus kesalahan Papi sama teman Papi, sebenarnya dulu kami um … mendiang nenek dan kakek teman papi. Kelak kalau punya cucu mereka harus dinikahkan. Intinya kalian ini sudah dijodohkan dari kecil.”
“Hah? Ni-nikah? Nggak-nggak. Nggak mau, Kei nikah, Mami, Papi. Kei menolak keras. Pokoknya nggak mau.”
- Bersambung -
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomancePernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...