Sudah hampir sejam lebih Keisya meminta sang supir membawanya berkeliling melihat-lihat kota Jakarta. Alih-alih ingin melupakan kesedihan yang ia rasakan pasca penemuannya tadi siang, Keisya merasakan perutnya sedikit berbeda. Berusaha untuk tidak menimbulkan sesuatu yang dapat mengundang perhatian si supir, tetapi nyatanya rasa mual itu terus mengganggunya.
"Neng hamil, ya?" Begitu pertanyaan sang supir, yang membuat bola mata Keisya membelalak.
Ia tidak menjawab. Pandangannya tiba-tiba menoleh ke sisi kanan, menemukan sebuah taman yang mana terdapat sebuah danau kecil. Gegas Keisya meminta sang supir menghentikan laju kendaraannya dan menurunkan Keisya di sana. Ia merogoh uang senilai lima puluh ribu untuk diberikan kepada si supir.
Tak ada kata lain selain ucapan terima kasih lantaran supir angkot itu sudah mau ia repotkan. Kini Keisya duduk di tepi danau tersebut sembari memandangi senja yang sebentar lagi datang dan rasa mual itu kembali terasa. 'Apa mual-mual gini karena Kei belum makan siang, ya? Hm, bisa jadi, sih. Tapi bekel Kei, kan, tadi ada di mobil Kak Indra. Gengsi dong kalau balik lagi ke kampus hanya buat ambil kotak makan,' gumamnya.
Duduk sendiri tanpa ada yang menemani, terbersit dalam pikirannya untuk ia mencari tempat yang mana setidaknya ia menemukan sesuatu untuk mengganjal perutnya. Supaya rasa mual itu hilang dan ia bisa tenang duduk santai di tepi danau tersebut."Kok aku jadi kepikiran sama Kak Indra terus, ya? Dia lagi apa sekarang, tapi Kei males ah ketemu dia pasti mantan pacarnya itu tempel-tempel mulu sama Kak Indra," gerutu Keisya dengan menghentak-hentakkan kakinya ke tanah.
Hanya sesaat ia duduk di sana. Ia bangkit dan tak disangka menemukan pedagang di tepi jalan yang menjual kerak telor. "Ihh … keknya enak deh itu. Apa Keisya coba beli aja, ya? Tapi masa jajan pinggir jalan, nanti banyak kuman terus si penjualnya jorok? Duh makin mual nanti Kei," ucapnya lagi. "Tapi pengen banget ke sana."
Mau tak mau Keisya berjalan menghampiri pedagang kerak telor itu. Tidak tanggung-tanggung Keisya memesan kerak telor begitu banyak dan apa mungkin ia bisa menghabiskan pesanannya itu sendirian? Kan Keisya anti makan terlalu banyak, ya … paling-paling makan banyak, Keisya harus memilih dan memilah dulu.
Pedagan kerak telor itu sore-sore seperti ini terlihat cukup ramai. Di tengah-tengah keramaian tersebut ia mendadak mual-mual lagi bahkan tak ada henti-hentinya. Ia menjadi pusat perhatian jadinya. Para pembeli bertanya-tanya, hampir sebagian dari mereka mengira Keisya tengah hamil muda.
'Apa yang mereka katakan itu benar, ya? Tapi bukannya Kei sama Kak Indra baru semalam lakuin itu, tapi memangnya bisa langsung mual-mual kayak gini? Nggak mungkin, deh,' gumamnya dalam hati.
"Mbak sedang hamil, ya?" tanya salah satu pelanggan.
Keisya pikir orang tersebut bertanya ke yang di belakangnya. Namun, semua mata memandangnya dan Keisya sedikit salah tingkah kala menemukan mereka menatapnya seperti itu.
"Maksudnya?" Keisya balik bertanya, berpura-pura tidak tahu rasanya itulah yang paling aman untuk sekarang.
"Tadi mual-mual kayak gitu, apa Mbak sedang hamil dan Mbak pengen kerak telor sebanyak itu buat Mbak yang lagi ngidam?"
"Suaminya ke mana, sih, Mbak? Kenapa nggak antar Mbak beli kerak telor dan harus banget memangnya beli sendiri?" Lagi pertanyaan itu muncul dan membuat Keisya makin tak nyaman saja.
***
Masih enggan untuk berbicara tatkala mertuanya bertanya perihal putrinya. Ya, wajar saja bila mereka merasa cemas dan khawatir. Namun, sebagai seorang menantu alangkah baiknya memberitahu apa yang terjadi. Bukankah baiknya seperti itu?
"Sebenarnya Keisya tadi pergi dari kampusnya, Pi. Tapi Papi nggak usah khawatir atau ngerasa cemas, Indra akan coba cari Keisya dan insyaallah Keisya bakal baik-baik saja, Pi. Ya udah, Indra pamit dulu cari Keisya lagi, ya, Pi."
Pemuda itu memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Tidak banyak berdebat dan mencari Keisya merupakan tujuan pentingnya sekarang. Hari semakin gelap, tetapi sudah banyak tempat dan orang-orang yang ditemui. Ia sama sekali tidak menemukan Keisya.
'Ke mana lagi cari itu anak, ya? Huft, cemburu sampe mesti kabur-kaburan segala, sih? Gimana kalau ada yang nyulik dia atau bahkan dicopet?'
Seketika dalam misi pencariannya ini, Indra membayangkan bagaimana wajah lembutnya sang istri. Tatapan manja serta wajahnya yang menggemaskan itu menjadikannya senyum-senyum sendirian. Teringat jelas ketika pertama kali berada dalam ruangan yang sama, di atas ranjang serupa dan juga saat bangun Keisya terjatuh.
Semua itu masih ia ingat dengan sangat jelas. Saat ini ia kehilangan istri manjanya. Tidak tahu apakah baik-baik saja atau tidak. Kepanasan atau kehujanankah? Ups, sore-sore begini justru panas yang ada bukannya hujan. Jadi? Masih mungkin Keisya kehujanan?
"Nah di situ ada pedangan yang rame banget. Apa aku ke sana saja, ya? Barangkali mereka lihat Keisya lewat atau … ya, aku mesti ke sana. Semoga mereka melihat Keisya," ucapnya penuh harap.
Tak lupa sebelum keluar dari dalam mobil, ia mengambil ponselnya membuka galeri dan mencari potret cantik sang istri untuk ia perlihatkan pada orang-orang itu andai kata mereka menemukan Keisya. Jika, tidak? Ya dia harus mencari lagi sampai ia berhasil.
Ia mempercepat langkahnya. Satu persatu ia coba tunjukan potret cantik sang istri kepada pembeli di sana.
"Coba Mas sama Mbaknya ingat-ingat lagi deh, dia istri saya dan dia kabur dari kampus pas saya mau jemput dia. Kali aja kalian tahu?" tanya Indra setengah memaksa.
Salah satu pembeli yang tengah berdiri di samping gerobak menoleh ke arah ponsel yang terpampang gambar seorang gadis cantik. "Apa Mas yakin itu istrinya?" Orang itu bertanya, lalu Indra melihat siapa pemilik suara tersebut.
"Mas sama Mbaknya lihat istri saya? Iya, dia istri saya. Kami baru menikah kurang lebih dua minggu. Kalian lihat?"
"Iya. Kami tadi lihat, Mas," jawabnya.
Si pemilik gerobak pun sama-sama melihat potret itu, kemudian menambahkan. "Dia tadi ke sini, Mas. Beli jajanan saya banyak banget, tapi anehnya pas lagi nunggu pesenan karena antre si Mbaknya mual-mual gitu. Kayak lagi hamil mual-mual kayak gitu mah. Iya, kan?"
"Tanda-tanda hamil, Pak Juned!" sambung si Ibu yang sedang duduk tak jauh dari gerobak itu.
'Keisya mual-mual? Apa dia … kok tiba-tiba banget mual-mualnya, perasaan baru semalam kita itu. Hm, bisa jadi, sih,' batinnya.
"Ya udah. Kalian lihat nggak istrinya pergi ke mana setelah dari sini? Dia sendiri atau berdua sama siapa gitu?" Kembali Indra bertanya. Ia penasaran ke mana menghilangnya Keisya, tetapi yang lebih mengejutkannya lagi.
Apakah mungkin Keisya mual-mual tanda dari awal kehamilannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomancePernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...