Keisya terus melangkah dengan tatapan kosong. Langkah kakinya perlahan mulai menjauh dan ia pergi ke arah kiri. Sepanjang jalan dari ia terbangun hingga saat ini berada di tepi jalan mulutnya tak henti menyebut nama bapak tua itu—-Pak Agung. Antara dia dan bapak tua itu seakan memiliki ikatan yang kuat sampai-sampai tidak peduli walau hari masih gelap ia tetap melangkah mencari di mana keberadaan Pak Agung sekarang.
"Di sana kenapa ada garis polisi, ya?" Keisya melirik ke kanan ke kiri bersiap untuk menyeberang, "Hari masih subuh perasaan, kenapa sudah ada banyak orang kayak gitu, ya?" tanyanya semakin penasaran.
Ia tidak langsung berhasil menyeberang. Sesekali langkah kakinya hendak maju, selalu saja ada kendaraan baik roda dua maupun roda empat yang datang silih berganti. Entah dari sisi kanan maupun sisi kiri. Namun, hal tersebut tidak menyebabkan Keisya mengurungkan niat ke sana. Ia tetap menunggu hingga kondisi jalan terlihat sepi.
Cukup lama ia menanti di sana. Lagi-lagi ia kesulitan menyeberang, malah yang ada sebuah mobil BMW dengan warna silver berhenti tepat di depannya. Keisya mendengkus kesal.
"Astagfirullah, ya Allah. Ini ada apa, ya? Keisya kesel lama-lama kalau kayak … hah, Mami sama Papi subuh-subuh begini bisa ada di sini, sih?"
Tampak sepasang suami istri keluar dari kendaraan tersebut. Mereka berjalan mendekati Keisya, lalu memeluknya mesra.
"Ya ampun Keisya, Sayang. Kamu ini kenapa bikin Mami sama Papi cemas, sih, kenapa?" tanya Geisya to the point. "Sayang dengerin Mami, ya. Ibu hamil kayak kamu itu nggak boleh keluar malam-malam apa lagi tanpa ditemani suami coba. Nak Indra sampai nelepon Mami tadi hari loh," lanjut Geisya menceramahi.
"Iya, Nak. Kenapa kamu mesti pergi tanpa bilang-bilang dulu sama suami kamu, Sayang. Biar pun terkadang Nak Indra menyebalkan, tapi kamu sebagai istri harus tetap menghargainya. Nggak boleh pergi tanpa pamit, pamali," sambung Wilan.
Keisya menepuk jidatnya sendiri. Ia bahkan melupakan suaminya demi seorang Bapak tua yang tidak begitu mengenalnya. Pertemuan antara Keisya dan Pak Agung memang terbilang sangat singkat dan karena hal inilah ia ada di sana sekarang. Keisya baru sadar kalau dirinya keluar ini selain tidak memberitahu suaminya, ia tidak membawa ponsel.
'Keisya bener-bener parah pagi ini,' batinnya.
"Maafin Kei, ya, Mam, Papi. Keisya lupa serius, deh. Tapi tadi itu Keisya mimpi kalau Pak Agung ditabrak sama mobil dan kelempar jauh gitu. Terus pas barusan mau lihat kanan kiri, eh nemuin banyak orang tuh di sana, ada garis polisi juga lagi." Keisya menunjuk ke arah seberang.
Semakin lama ia diam semakin tidak tenang rasanya perasaan Keisya. Ia meminta Geisya dan Wilan menemaninya ke seberang sana. Namun, entah karena apa untuk kesekian kalinya Keisya gagal lagi menyeberang. Keisya tiba-tiba saja mendapat pelukan dari suaminya.
"Ya Allah. Ini apa lagi. Ah," keluh gadis itu.
Untuk pertama kalinya Indra mengungkapkan perasaannya. Kasih sayang dan rasa takut kehilangan akan Keisya. Seketika gadis itu meraba pipi kanan dan kirinya. 'Pipi Kei rasanya kek panas-panas gimana gitu. Kak Indra ih apaan coba pake sok bilang kayak gitu. Malu ih, Keisya gak biasa.' Ingin ia melepaskan dekapan suaminya. Sayang, pelukan itu sangatlah erat, sehingga ia kesulitan.
Sejenak Keisya membiarkan suaminya memeluknya, mengeluarkan segala isi hatinya. Sedang, Geisya dan Wilan saling bergandeng tangan sembari tersenyum.
'Mami sama Papi aneh ih. Anaknya dipeluk di depan umum kok malah ngediemin kayak gitu, dah tahu Kei nggak biasa dipeluk depan banyak orang kayak gini,' gerutunya dalam hati.
"Kei! Aku tahu aku kadang judes, jutek dan selalu bikin kamu nggak nyaman. Aku paham kamu kadang-kadang suka pengen pergi dari rumah ketemu Mami sama Papi kamu. Aku juga paham kamu masih belum terima sepenuhnya kita nikah muda, tapi plis jangan buat aku kayak gini. Jujur pas bangun kamu gak ada, perasaanku galau banget," kata Indra berterus terang. "Kei! Jangan lagi pergi tanpa sepengetahuanku, ya? Plis, kamu boleh ngapain aku apa aja entah nggak kasih jatah atau maki aku. Boleh. Pasrah deh serius demi kamu, asal jangan pergi."
"Ekhem. Mau sampai kapan nih pelukan kayak gitu, Mami sama Papi dibiarin jadi nyamuk. Pamali tahu kalau kata orang sunda," goda Geisya.
Ucapan Wilan membuat Keisya refleks menjauhkan Indra dari hadapannya. "Eh-eh. Ada ambulan loh, Mam. Lihat!" Pria berkacamata itu pun menunjuk ke arah seberang.
Tanpa banyak tanya lagi. Keisya bergegas menyeberang seorang diri di tengah suasana jalanan sedikit ramai pagi-pagi buta kali ini. Ia seperti tidak memedulikan dirinya sendiri. Hanya demi sekumpulan orang-orang di sana. Indra dan kedua mertuanya mengikuti dari belakang.
Keisya mendekati salah satu polisi di dekat mobil. Ia bertanya apa yang terjadi dan mengapa sepagi ini di tempat itu sudah ada garis polisi bahkan banyak orang.
"Telah terjadi korban tabrak lari, Mbak. Menurut saksi yang melihat kejadian ini, korbannya bapak-bapak dengan ciri-ciri seperti ini," tutur Pak Polisi seraya menunjukkan bagaimana bentuk wajah sang korban.
"Lalu apa Bapak tahu siapa pelaku dari tabrakan ini?" Keisya makin penasaran.
Pak Polisi itu sama sekali belum menjawab pertanyaan Keisya. Karena di waktu yang bersamaan Indra dan kedua orang tua Keisya tiba di sana. Masing-masing dari mereka menyapa Pak Polisi.
"Katanya jika dilihat dari mobilnya SUV warna merah, kalau pemilik mobilnya dari informasi yang didapat perempuan dengan rambut panjang ada tahi lalatnya di pipi kanan," jawab Pak Polisi.
Dari ciri-ciri yang didapat dapat dipastikan kalau seseorang pelaku tabrak lari persis seperti Jessica. Ya, mimpinya menjadi kenyataan sekarang. Ia benar-benar mengingat dengan jelas.
"Kan. Mimpi Kei jadi nyata, pelaku itu pasti Jessica, Kak. Iya. Kalian ingat bagaimana perempuan itu dan mobilnya, kan?" Keisya bertanya pada suami dan mami juga papinya.
"Oh iya, Pak. Boleh saya tahu korbannya apa sudah dibawa ke rumah sakit atau belum, ya? Saya pengen lihat," pinta gadis itu setengah memaksa.
Polisi menjelaskan bagaimana kondisi korban sekarang. Walaupun siapa saja memaksa datang untuk melihat seperti apa raut wajahnya, akan percuma karena korban telah meninggal dan sulit dikenali wajahnya.
"Tapi, Pak. Saya mau lihat sebentar aja, nggak bakal lama kok. Saya cuma pengen mastiin korbannya siapa. Udah segitu doang!" Keisya terus merajuk, ia bahkan menepis tangan siapa pun yang berusaha menahannya. "Pak! Saya mohon sama kalian. Izinkan saya melihat korban sebentar," ucapnya lirih.
"Kei, Keisya, Sayang! Pak Polisi udah bilang nggak bisa, kan, lagian korbannya udah nggak bisa dikenali. Udah pulang yuk, lagian kamu berdoa aja semoga korbannya itu bukan Pak Agung," ajak Indra.
"Tolong jangan paksa Kei, Kak!" bentak gadis itu yang membuat siapa saja terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomancePernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...