~ Part 04. Menikah?

111 27 0
                                    

- Selamat Membaca -

   Wanita bergelar mami itu tersenyum manis tatkala begitu membuka pintu kamar putrinya, mendapati putri semata wayangnya tengah sibuk dengan buku-buku dan juga laptop di depannya. Tidak lupa ada beberapa camilan menemani aktivitasnya. Ia menyimpan dua paperbag yang dia bawa di atas meja samping meja belajar putrinya. 

Si pemilik kamar—-Keisya menghentikan jari jemarinya yang semula tengah mengetik di atas tuts-tuts keyboard, kemudian dia mendongak menatap wanita cantik di sampingnya dengan tatapan bertanya-tanya. 

       “Mami! Apa itu?” 

Geisya—mami Keisya menjawab sembari membawa kembali dua paperbag tersebut ke hadapan putrinya dan memperlihatkan satu set gaun cantik berwarna putih lengkap dengan hijab serta heels di paper bag yang satunya lagi. 

“Ada angin apa Mami sampai kasih gaun segala ke aku, malam-malam begini pula?” tanya Keisya, ia melepaskan kacamata anti radiasi di atas meja. 

         Wanita itu tersenyum dan menyodorkan kedua benda itu ke putrinya. “Tutup laptop dan buku-buku kamu sementara, ya. Mami sudah panggil perias di luar, terus nanti jangan lupa kamu pakai gaun ini, sama heels juga, biar kelihatan makin cantik putri Mami.” Tak mengatakan apa-apa lagi, setelahnya wanita itu meninggalkan Keisya seorang diri. 

       Keisya bangkit dari tempat duduknya, bersiap mengejar sang mami meminta penjelasan maksud dari ucapan wanita itu, tetapi belum juga sampai ke depan pintu. Keisya sudah mendapati dua orang perempuan cantik membawa barang-barang entah apa di tangannya. Keisya semakin bingung, apakah harus menurut atau sementara mencari keberadaan maminya lebih dulu baru dia menghadap ke dua perempuan di depannya.

“Mbak Kei udah siap di rias? Sini, Mbak!” 

  Keisya masih berdiri di sana. “Di rias? Memangnya ada acara apa, Mbak? Kok dirias? Ini … malam-malam begini, mau ke mana coba?” 

Si Mbak satunya lagi mendekat ke arah Keisya, kemudian mengambil gaun putih itu dan heels itu, lalu menaruhnya. Selang semenit setelahnya, si Mbak menuntun Keisya untuk duduk di kursi depan meja rias.

   Sungguh, Keisya tidak paham dengan keadaan sekarang. Malam-malam begini, harus dirias dan memakai gaun yang serupa gaun pernikahan, memangnya harus? Atau … jangan-jangan malam ini adalah malam pernikahan dirinya dengan kakak senior super menyebalkan itu? Ah, tidak. Itu tidak mungkin. Tuhan! Benarkah malam ini hamba akan menikah?

        Rasanya seperti baru kemarin, mendapatkan kabar kedua orang tuanya bangkrut dan tiba-tiba mereka mengatakan kepadanya jika ingin menyelamatkan keluarga, jalan satu-satunya Keisya harus menikah dengan seseorang.

Ini serupa pernikahan bisnis, benar tidak, sih

Ah, tapi … untuk apa berpikir terlalu jauh, coba? Mungkin, maminya menyuruh dirinya di make-up dan mengenakan gaun cantik itu mereka akan memberikan kejutan. 

    Baiklah, semoga saja demikian dan bayang-bayang pernikahan itu tidak ada. 

Tap … tap … 

Terdengar langkah kaki dari arah luar hendak ke arah kamar di mana Keisya berada, membuat si yang punya kamar yang tengah dirias mendadak gemetaran. Keringat sebesar biji jagung perlahan menetes dari pelipisnya. Akan tetapi, dua perempuan yang bertugas sebagai penata rias itu sebisa mungkin membuat Keisya tampak cantik, meskipun make-up sederhana tetapi nyatanya Keisya benar-benar berbeda malam ini.

     “Nah, selesai deh. Mbak tinggal pakai gaunnya, ya. Um … ini ada hijabnya juga. Nanti biar saya bantu memakainya, oke?” 

Keisya mengerutkan keningnya. “Harus banget pakai hijab? Ini … gaunnya kayak bentukkan gamis nggak, sih? Tapi lebih mewah dari sekedar gamis. Huft, mau ke mana dan mau ngapain coba. Astaga. Aarrgh.” Keisya menghentak-hentakkan kakinya tak suka harus dipaksa begini.

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang