~ Part 22. Ngidam Versi Keisya ~

73 16 0
                                    

~ Happy Reading ~

Sejak siang hingga menjelang malam suasana hati Keisya malah memburuk. Di rumah selain ada Bi Ani. Kedua orang tua juga mertuanya pun datang dengan waktu yang sama. Mereka telah melakukan berbagai macam cara agar dapat putrinya ceria. Tak lagi memasang wajah jelek. Keisya berdiri, kemudian duduk kembali sembari memegangi perutnya. 

"Sayang," sapa maminya. 

"Nak!" sambung papinya, "Anak kesayangan Papi sebenarnya mau apa? Sudah tiga puluh menit semenjak kami datang masa kamu malah mondar-mandir gak jelas kayak gitu. Lihat mertuamu bawain apa, Nak. Sini, makan!" ajak papinya seraya melambaikan tangannya.

Makanan yang dibawa mertuanya memang terlihat enak tampilannya. Namun, di meja juga terdapat banyak sekali makanan lain yang Bi Ani siapkan saat tadi Keisya memintanya. Sayang, tak satu pun dimakan olehnya. 

Ia masih berdiri mondar-mandir seperti sebelumnya membuat para orang tua mengkhawatirkannya. Sesekali ia melihat jam di tangannya, kemudian melangkah ke dekat pintu membukanya dan sama sekali tak menemukan siapa-siapa di sana. Sepuluh menit selanjutnya suasana hati Keisya mulai tak nyaman sekali dan rasa mual menyerang.

"Aduhh, kenapa lama sekali, ya?" tanyanya pada diri sendiri.

Geisya mendekat tatkala melihat putrinya memegangi perut juga tampak mual-mual. "Sebenarnya kamu sedang menunggu siapa, Nak? Mami bingung sama kamu." Geisya memapah putrinya duduk di sofa.

Hanya selang beberapa detik saja setelah Geisya bertanya apa yang sedang ditunggu Keisya sampai-sampai enggan untuk duduk. Dari arah luar terdengar seseorang mengucap salam. 

"Assalamualaikum," ucapnya. 

"Hah. Waalaikumsalam, Nak Indra. Akhirnya pulang juga ternyata." Tampaknya Geisya merasa senang akan kepulangan menantunya. 

"Mami, assalamualaikum, Mi. Kapan ke sini?" tanya Indra.

Sebelum menyalami mertuanya. Keisya yang hendak duduk pun tak jadi, melepaskan tangannya dari maminya. Keisya berlari menghambur ke pelukan suaminya dan di depan mereka ia merengek meminta sesuatu. 

"Hah?! Mau nasi TO, malam-malam begini di mana beli nasi TO? Apa ada nasi TO kayak yang kamu sebutin?" 

Pelukan itu pun perlahan terlepas. Indra terdiam sesaat sembari memikirkan keinginan sang istri. Sedangkan, Keisya semakin memperlihatkan wajah terburuknya di depan Indra. Dalam hati Keisya berharap semoga Indra bisa mengabulkannya. Toh, ia meminta pun demi anak yang ada dalam kandungannya. Tidak ada yang salah, bukan?

Suasana di dalam ruang tamu sejenak hening. Tak ada yang bersuara satu pun. 

"Kamu kok malah diem kayak gitu, sih, Indra. Seharusnya kamu penuhi dong permintaan istrimu, kasihan dari tadi nungguin kamu mondar-mandir. Dia lagi ngidam loh, mau nanti anak kamu ileran?" ujar sang papa. 

"Tapi, Pa. Jam segini mana ada warung nasi TO, kalau pagi mungkin ada. Bisa beli di pasar, ya … itu pun kalau ada. Kalau nggak, gimana? Lagian ngidam ada-ada aja pake minta nasi TO."

"Kamu nggak mau, Kak? Ya udah kalau gak mau, biar Keisya malam ini nggak usah makan nggak usah tidur, nggak usah Kakak deket-deket Keisya," ketus Keisya sembari hendak pergi ke kamar.

Indra menahan kepergiannya. "Ya nggak bisa gitu dong, Kei. Kan sesuai kesepakatan kita lah, malam ini aku minta jatah." 

Tidak tahu salah sebut atau karena memang Imdra ingin mengatakan kalimat itu sebagai sebuah ancaman agar sang istri tidak mengabaikannya. Namun, kata-kata barusan rupanya tanpa disadari ternyata sampai mengundang gelak tawa para orang tua itu. 

***

"Benarkah?" tanya seorang perempuan yang tengah berdiri di tepi jalan tak jauh dari hunian milik Indra dan Keisya. Seseorang sedang memperhatikan perempuan tersebut sembari diam-diam mendekat ke arahnya. "Jadi gadis miskin kampungan itu rupanya lagi ngidam dan pengen nasi TO, ya? Hahahah … dasar kampungan. Ngidam maunya makan nasi begitu, dasar." 

"Yang dimaksud perempuan itu bukannya Non Keisya, ya? Kok bisa tahu kalau Non Keisya emang lagi ngidam, aneh?" pikirnya. 

Orang itu terus saja memperhatikan perempuan hingga selesai menerima panggilan yang entah dari siapa. Ia memilih untuk sembunyi di balik semak-semak. Masih dengan seksama melihat apa yang hendak dilakukan oleh perempuan itu. Selang sepuluh menit setelahnya sebuah ojek online berhenti tepat di depannya dengan membawa kantong kresek. 

"Atas nama Mbak Jessica Mishell, ya?" tanya si tukang ojek, kemudian perempuan itu mengangguk. "Ini pesanan nasi TO-nya, Mbak. Semuanya jadi 100 ribu saja," tambahnya lagi. 

"Oke kalau begitu makasih banyak, ya, Mas. Ini uangnya kembaliannya buat Mas aja," sahut perempuan yang tak lain Jessica itu. 

Kalian tahu, kan, siapa Jessica? Namun, untuk apa perempuan itu memesan nasi TO dari online malam-malam seperti ini? Ya, kalau seandainya perempuan itu ingin menyantap makan malam bukannya alangkah lebih baik pergi sendiri ke rumah makan besar dan makan malam di sana atau setidaknya pulang saja ke rumah.

Buy the way, tunggu dulu! Ketika si tukang ojek telah menerima uang dan lantas pergi meninggalkannya di sana. Terlihat jelas dari balik semak-semak perempuan itu tersenyum sinis sembari seperti tengah memikirkan sesuatu. 

"Yes. Nasi TO ini sudah aku dapatkan, kini saatnya aku datang berkunjung ke rumah Indra–My Honey dan suruh dia untuk istrinya memakan makanan ini, tapi sepertinya tidak lengkap kalau nggak aku masukin obat ini. Dan aku yakin setelah nanti kucampur obat ini ke dalam makanan kampung, terus di makan si Kei-Kei apalah itu. Anak dalam kandungannya pasti akan keguguran, hahaha." 

Dalam sekejap botol kecil yang dipegang sebelumnya oleh perempuan itu kini telah tercampur ke dalam nasi yang dibawanya. Lalu usai membuang botol itu, barulah perempuan itu bergerak ke arah rumah Indra.

Seseorang di belakang sana tetap mengikutinya sampai perempuan—-Jessica tiba di rumah Indra. Sebelum itu, sebelum mulai mengikuti perempuan itu. Orang yang sedari tadi mengikutinya berhenti tepat di tempat tadi. Botol kecil tanpa nama itu tiba-tiba terinjak olehnya dan ia mengambilnya, kemudian disimpan di dalam saku celana.

"Gawat. Kalau Non Keisya memakan nasi itu, bisa-bisa janin yang tengah di kandung Non Kei bakalan mati. Aku nggak boleh biarkan Non Kei memakan makanan itu," ujarnya. "Selama ini Non Kei selalu baik terhadapku, jadi apa pun yang terjadi sekarang aku siap bantu dia. Menyelematkan Non Kei dari perempuan pelakor kayak si Jessica tadi." 

Ia menoleh ke arah kiri. Langkah Jessica dengan jaraknya sekarang cukup jauh, tetapi hal tersebut tidak membuatnya berhenti sampai di sana saja. 

"Non Kei! Tunggu Bapak, Bapak akan ke rumah sekarang dan Non nggak boleh sampai makan makanan beracun itu!" gumamnya.

Sesak di dada kian terasa tatkala ia berusaha menyamakan langkahnya dengan perempuan itu. Sesekali ia berhenti, tetapi sesaat selanjutnya kembali melanjutkan langkahnya demi bisa menemui Keisya.

"Aaarghhh!" lirih orang itu.

"Aaarghhh!" lirih orang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang