~ Jika kamu berniat melupakannya, maka tidak akan ada lagi bahasan mengenainya. Tahulah, apa yang kumaksud? ~
|
|
|~ Cemburu ~
Happy Reading
🍎
Hingga saat ini Keisya masih belum bisa menemui korban dari tabrak lari tersebut. Ia hanya tahu ciri-cirinya saja dan yang ia yakini ciri-ciri yang disebut itu tak lain merupakan Pak Agung. Pelakunya Jessica. 'Mungkin' bisa saja perempuan itu membenci Pak Agung karena telah membongkar niat jahatnya. Begitulah pemikiran Keisya pagi ini. Siapa pun orang akan melakukan apa aja selama bisa membalaskan rasa kesalnya. Tidak peduli kapan, bagaimana dan di mana tempatnya.
Sehari sudah kemarin Keisya libur kuliah. Hari ini rasanya sungguh malas pergi ke kampus di tambah dengan kondisi dirinya hamil muda. Namun, mengingat impiannya sebelum pernikahan ini terjadi. Mau tak mau Keisya tetap pergi ke kampus dengan semangat empat limanya.
"Sayang! Kamu yakin mau ke kampus?" tanya Indra yang melihat istrinya tengah dandan.
Keisya menoleh sesaat, kemudian gadis itu menambahkan sedikit polesan bedak di wajahnya. "Memangnya kenapa, Kak? Keisya masih punya kewajiban untuk belajar loh, ya dan Kakak juga sebelum kita nikah kasih izin, kan? Sekarang kek nggak ngebolehin Kei pergi. Ada apa?"
Sebenarnya bukan Indra enggan mengizinkan istrinya menimba ilmu. Indra sangat-sangat membolehkan bahkan mendukung penuh apa saja yang diinginkan istrinya selama itu demi masa depannya. Indra memahami akan hal itu. Akan tetapi, ada satu hal yang ia sendiri entah bagaimana menjelaskannya. Ia sendiri bimbang.
Usai memberikan sedikit polesan make-up ke wajahnya. Keisya merapikan kerudungnya dan memasang peniti. Beberapa menit selanjutnya, ia menghadap ke arah suaminya.
"Keisya cantik gak, Kak? Perut Keisya masih kelihatan kecil, ya?"
Indra hanya tertawa menanggapi pertanyaan istri polosnya. "Baru seminggu lebih tiga hari mana mungkin langsung besar, sih, Kei? Astaga. Ada-ada aja deh kamu." Pemuda tampan itu menggeleng menahan tawa, " … kamu cantik kok, Sayang. Istrinya siapa dulu dong?"
"Trimo Indra Gunawan. Tapi suami Kei itu nyebelin parah, huh!" dengkus Keisya.
"Heh! Mau ke mana?" cegah Indra sembari menarik pelan tangan sang istri.
Keisya pun berbalik menoleh dengan raut wajah ketus. "Ya mau belajar, menimba ilmu supaya nanti anak kita lahir itu, Kei terutama bisa ngajarin anak kita supaya nggak jahil sama orang. Paham?"
"Hahaha. Masa sekolah tinggi-tinggi ujungnya cuma bisa ngajarin anak—-"
"Au ah. Kak Indra garing banget, Kei nggak suka. Mending berangkat aja daripada di rumah. Membosankan!"
"Ya udah kalau gitu aku antar kamu, ya!"
Mau Keisya menolak, tetapi itu tidak memungkinkan. Sekuat tenaga ia menolak diantar ke mana pun itu pada ujungnya Indra akan mengikuti bahkan mungkin bisa saja dia mencegah supaya Keisya tidak jadi pergi. Alhasil, Keisya menurut dan akhirnya mereka berdua pun berangkat pukul 09.34 WIB.
Setelah tahu bahwa istrinya tengah hamil muda semenjak itu pula Indra lebih mengutamakan Keisya dibanding kerjaannya. Ke mana saja dan apa pun yang Keisya minta, Indra harus memenuhinya jika saja memungkinkan. Namun, terkadang pemuda itu melarang pada Keisya seperti tadi subuh yang mana gadis itu ingin sekali melihat jasad dari korban tabrak lari.
"Kak! Kei masih kepikiran loh sama tadi pagi, pengen banget lihat jasadnya atau tahu lah pelakunya beneran Jessica atau bukan," ucap gadis itu di dalam mobil.
"Sayang! Untuk apa, sih? Lagian kita juga nggak ada bukti kuat kalau Jessica pelakunya dan mungkin saja korbannya bukan Pak Agung. Iya, gak?"
Keisya memasang wajah cemberut tatkala Indra mengucapkan kalimat yang seakan terdengar dari nadanya saja seperti membela perempuan itu. "Tadi wajahnya biasa aja, kok sekarang beda lagi? Ada apa? Aku lakuin kesalahan sama kamu?" tanya Indra benar-benar tak paham akan perubahan raut wajah Keisya yang sebentar-sebentar gadis itu marah, sesaat kemudian baik lagi.
Sesampainya di kampus Keisya tidak sedikit pun bicara lagi setelah kalimat itu terucap. Ia hanya mengucap kata 'terima kasih' lantaran Indra telah mengantarkannya sampai ke kampus. Di sana begitu keluar dari mobil Keisya menemukan Madina tengah bersama seorang pria asing yang Keisya pun sama sekali tidak mengenali siapa sebenarnya pria itu.
"Kei tunggu!" teriak Indra dari dalam mobil.
Gadis itu tidak memedulikan panggilan suaminya. Ia berlari kecil hanya untuk menghampiri Madina.
"Astaga, Sayang. Kamu semenjak hamil selain demen pergi tanpa pamit, hobi banget lari-lari. Kenapa, sih?"
Madina dan pria asing itu pun melirik ke arah Keisya dan Indra. "Keisya? Kak Indra? Kalian kenapa sampai naik turun begitu napasnya?" Madina mendekat sahabatnya. "Sssttt … tenang-tenang. Tarik napas dulu, abis itu tenangin dulu baru deh bisa jawab. Yuk, tenang, Kei."
"Kei nggak apa-apa kok, Madina. Cuma pengen lari-lari aja, olahraga dikit gitu nggak ada masalah, kan?" balas Keisya.
"Tapi kamu lagi hamil muda loh, kalau seandainya kenapa-kenapa gimana? Kamu hati-hati loh, Kei. Jangan mentang-mentang janinnya masih kecil seenaknya aja kamu lari-lari kayak gitu. Bahaya tahu," saran Madina lagi.
Mulanya Keisya hendak menyalahkan kalau Indralah penyebab dari dia berlari seperti ini. Namun, Keisya mengurungkan niatnya dan ia pun mengalihkan percakapan dengan bertanya mengapa Madina bersama pria itu lagi.
"Sebenarnya Kak Arken ini anak dari teman lamanya Mama aku, Kei. Aku juga baru tahu pas kemarin malam, singkatnya sekarang kami dekat dan kedua orang tua kami menjodohkan kami, Kei."
"Hem. Kenapa, ya? Orang tua jaman sekarang suka banget main jodoh-jodohin anaknya, sih? Aneh deh." Keisya menggeleng.
Perbincangan antara Keisya dan Madina sama halnya dilakukan oleh Indra juga Arken. Entah mereka tengah membicarakan masalah apa. Namun, yang jelas dari rona wajah keduanya menyimpan sesuatu yang mencurigakan.
"Kalian pada bahas apa, sih? Kek nya serius banget?"
"Udah. Daripada banyak tanya kami bahas apa, sebaiknya kalian berdua masuk kuliah sana. Jam udah lewat dari pukul 10.00 WIB loh. Sana!" usir Indra.
Ada benarnya juga. Hari ini mereka mendapatkan jadwal kuliah jam sepuluh tidak kurang maupun lebih. Seharusnya seperti hari-hari sebelumnya, pukul 08.00 WIB. Akan tetapi, mereka mendapatkan pemberitahuan bahwa dosennya tengah ada keperluan sehingga meminta untuk para mahasiswa dan mahasiswi jam mata kuliahnya dimajukan.
Mengingat tempo hari Keisya mendapatkan hukuman lantaran terlambat beberapa menit saja, Keisya pun lekas mengajak Madina untuk segera ke kelas saat itu juga. Sepanjang perjalanan mereka ke kelas, Keisya bertanya-tanya bagaimana perasaan Madina begitu tahu dijodohkan dan akan segera menikah di usianya yang sama-sama terbilang sangat muda.
"Kalau aku apa pun kata kedua orang tuaku selama itu baik. Insyaallah aku siap dan mungkin nanti tiba saatnya kami menikah, terus aku masih belum lulus kuliah akan minta izin buat selesaikan pendidikanku dulu. Kurang lebih sama lah kayak kamu, Kei. Bedanya kamu menolak dan aku menerima dengan hati ikhlas," jelas Madina. "Kalau kamu bagaimana sekarang?"
~ Bersambung ~
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
Roman d'amourPernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...