Part 50. || Tapi Terlambat

34 2 0
                                    

Sempat ingin dibunuh ketika masih berada dalam kandungan, berbagai upaya telah dilakukan oleh seseorang dengan gelar 'Ibu' supaya anak seperti Trimo Indra Gunawan tidak lahir ke dunia ini. Namun, nyatanya Tuhan berkata lain dan seorang anak laki-laki menggemaskan tepat di bulan November tanggal 18 tahun 2000 berhasil lahir dengan selamat tanpa ada satu pun kekurangan.

Hal yang menyebabkan sang ibu—mamanya Indra tidak menginginkan dirinya lahir ke dunia ialah karena dirinya terlahir bukan hasil dari pernikahan antara dirinya dengan Samuel. Akan tetapi, dulunya mamanya Indra sempat menjadi korban pemerkosaan hingga pada akhirnya wanita itu dinyatakan hamil.

Itulah sebab mengapa hingga sekarang mamanya Indra—suami Keisya menginginkan Indra menghilang dari muka bumi. 

"Berarti Papa Sam bukan Papa kandungnya Kak Indra, ya? Eh maaf," ucap Keisya sambil menutup mulutnya. 

"Iya, Sayang. Aku juga baru tahu kemarin," jawabnya setengah memelankan suaranya.

Walaupun Keisya tidak pernah merasakan apa yang suaminya rasakan, ia salut dengan mertuanya. Samuel—terus memperjuangkan Indra dan membesarkannya hingga pemuda yang kini resmi menyandang status suami dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah tumbuh menjadi sosok lelaki yang tampan, bertanggung jawab dan meski tersimpan begitu banyak kesedihan pada raut wajah sang suami. Indra masih bisa menyembunyikannya.

"Sayang! Berarti mobil itu … kenapa bisa sama, ya?" 

"Papa bilang itu semua …." Kalimat Indra terhenti seiring dengan suara pintu di ketuk dari luar. 

Baru Keisya sadari ia dan sang suami sudah lama tinggal di kamar keduanya bangun pagi tadi. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 11.25 WIB pantas saja maminya mengetuk-ngetuk pintu. Ingin Keisya akhiri percakapan bersama sang suami, tetapi rasanya sayang banget kalau harus menghentikan sesuatu di tengah jan tanpa kita tahu endingnya seperti apa. Alhasil, Keisya meminta untuk tetap di dalam kamar terlebih dahulu dengan beberapa alasan. 

"Kenapa kamu bohong, Sayang?" tanya Indra sembari mendekati Keisya dan memeluknya dari belakang.

"Salah emang, ya, kalau Kei pengen berduaan lebih lama lagi sama suami sendiri? Tanpa ada yang ganggu? Tapi sebenernya Kei masih pengen denger kelanjutan dari cerita Kakak tadi. Boleh, gak? Tanggung tau kalau dipotong-potong," rengek Keisya.

"Nggak ada kelanjutannya kok, Sayang. Udah selesai sampai mobil itu mereka jual dan entah sekarang ke mana mereka perginya. Itu semua Papa yang jelasin dan Papa tahu dari anak buahnya," lanjut Indra menjelaskan dengan posisi masih sama, memeluk sang istri dari belakang.

"Berarti Mami salah dong, Kak. Mami katanya laporin Jessica dan nggak tahu apa perempuan itu sudah ditangkap apa belum. Kita ke bawah, yuk?" 

Sebelum permohonannya terkabul, Indra mengajak sang istri duduk. Indra tidak meminta Keisya duduk di sampingnya, melainkan di atas pangkuannya. Katanya ia merindukan keadaan seperti ini, meski nyatanya keadaan seperti ini tidak pernah ia lakukan.

Namun, Keisya menyetujuinya dan menuruti apa kemauan sang suami. "Kenapa kamu masih panggil aku Kakak sih? Kan kita dah suami istri, panggil apa kek gitu yang romantis. Masa Kakak. Emangnya aku ini apa?" Indra mulai protes lantaran selama ini Keisya masih memanggilnya dengan sebutan, 'Kak.' 

Dengan polosnya Keisya mengatakan, "Kan Keisya lebih muda daripada Kak Indra. Jadi, ya wajar dong kalau Keisya panggil Kakak dengan sebutan itu?" 

"Astaga, Kei. Ayolah, kita udah nikah hampir lima bulan loh, masa … ckkk," Indra berdecak sebal.

Hampir akan menyuruh Keisya turun dari pangkuannya, tetapi hal itu ia urungkan. Untuk menghilangkan segala kekesalan di hatinya, Indra melampiaskannya dengan mengecup perut sang istri yang sudah semakin membesar. 

"Sayang!" panggil Keisya sambil memainkan rambut suaminya.

"Nah gitu dong. Masa iya udah nikah lima bulan, panggilannya masih 'kak' aja. Kalau lagi ngampus atau aku kakak tingkatmu apa lah itu ya boleh aja." 

"Iya-iya. Maafin Kei, ya. Kei ngaku salah! Kei nggak peka," ujarnya, "ya udah kita ke bawah yuk? Dedek bayinya kayaknya udah laper. Ini udah waktunya makan siang, Sayang." 

"Ya udah, yuk?" 

'Hal paling indah itu ketika melihat raut wajahnya kembali tersenyum, meski aku tahu jauh dalam hatinya menyimpan begitu banyak luka akan kenangannya di masa lalu. Maafin Kei yang nggak pernah buat kamu mengerti, Sayang!' batinnya sembari menatap kedua iris hitam suaminya.

Keisya digendong Indra ke bawah. Awalnya menolak, tetapi teringat akan beberapa menit lalu. Pada akhirnya Keisya mulai detik itu juga tidak pernah menolak bila mana Indra memerintahkan atau menginginkan sesuatu darinya.

Geisya dan Bi Ani melihat kemesraan yang ditunjukkan pasangan suami istri satu ini tiba-tiba termenung sesaat. Mereka berdua sama-sama terkagum-kagum menemukan putrinya berada dalam raut penuh kebahagiaan.

"Aaargh, Kei malu, Sayang. Turunin, ya! Kasihan kamu juga pasti berat, Kei kan nggak sekurus dulu," Keisya memejamkan matanya sendiri, " … Yang! Turunin, ya. Plis!" 

"Udah diem aja. Bentar lagi sampe kok ke meja makan. Katanya nggak mau nolak," balas Indra.

"Ya iya. Tapi Mami sama Bi Ani lihatin itu di bawah, Kei malu, Sayang. Plis, kasihan Kak Indra eh kamu juga pasti berat." 

Indra sama sekali tidak mendengarkan permohonan Keisya. Pemuda itu baru menurunkan Keisya setelah keduanya tiba di meja makan. 

"Cieee … semenjak Nak Indra pulang, kalian berdua makin romantis aja nih. Mami seneng deh, jadinya. Coba aja dari dulu kalian kayak tadi gitu," ujar Geisya yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah mereka. 

"Mungkin dia baru dapat ilham setelah aku tinggalin, Mi." 

"Ihh. Kalian berdua ini, ya! Udah dong, jangan godain Kei terus. Mau makan, Kei, laper," protes Keisya. 

Saat Keisya hendak mengambil nasi, Indra menepuk tangannya dan keningnya mengerut. 

"Biar aku aja!" seru Indra.

"Mi! Katanya kemarin kalian pas pagi-pagi kompakan nggak ada di rumah, pergi ke kantor polisi, ya? Ngapain, Mami sama Papi jadi laporin Jessica?" 

Mendengar pertanyaan putrinya, Geisya mengangguk. "Maafin Mami, Sayang. Abisnya Mami udah nggak tahan sama kelakuan perempuan itu. Mereka udah terlalu ikut campur ke dalam masalah keluarga kalian. Jadi, ya Mami pikir laporin aja perempuan itu." 

"Terus kelanjutannya gimana? Apa Polisi sudah usut tuntas kasusnya, Polisi udah melakukan penangkapan, Mi?" 

Kali kedua Geisya mengangguk, bahkan di sela-sela anak dan menantunya tengah menyantap makan siang. Wanita itu menjelaskan kepada mereka dan di pertengahan penjelasan tersebut, tiba-tiba Keisya dan Indra sama-sama tersedak.

"Minum dulu, Yang!" titah Indra, yang kemudian ia menyodorkan gelas yang telah diisi air minum.

"Makasih, Kak." 

Tatapan Indra mendadak menajam, raut wajahnya berubah ketus. Sementara itu, Keisya sama sekali tak menyadari akan perubahan wajah Indra—suaminya dan melanjutkan kembali melahap sisa-sisa makanan.

"Aku suamimu, Kei! Bukan kakak tingkatmu di kampus, paham?" bisik Indra. 

Keisya malah cengengesan sembari mengangkat kedua tangannya dan membentuk huruf V. 

"Kalian kenapa sampe tersedak barengan, sih, pas Mami bilang Jessica meninggal saat dikejar polisi?" 

"Se-sebenarnya … sebenarnya pelakunya itu bukan dia, Mam." 

"Apa?! Kei, serius?" 

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang