Usai puas melepas rindu dengan sang suami dan memenuhi apa saja yang diinginkan Indra semalam. Kini kedua mata Keisya terasa berat untuk bisa terbuka, seakan-akan ada sesuatu yang memaksanya untuk kembali menutup bola mata indahnya dan tertidur. Namun, waktu sudah menunjukkan pukul 08.45 WIB, tetapi rasa kantuk yang terus menyerang sulit untuk Keisya hindari.
"Masih ngantuk, ya?"
Keisya mengerjap-ngerjap, kemudian mengetahui sang suami masih menemaninya di samping. Keisya pun beranjak mendekati pemuda itu dan menyandarkan kepalanya pada dada bidang milik sang suami.
"Izinin Keisya kayak gini, ya, Kak." Keisya memeluk tubuh ramping, tetapi sedikit berisi, lalu tanpa merasa malu, ia pun mengungkapkan isi hatinya, "Kei rindu banget sama suasana pas sejak pertama kali kita ketemu, terus kepaksa nikah dan perhatian-perhatian kecil dari Kakak yang bikin Kei sadar. Kalau Kei itu terlalu egois, Kei nggak bisa lihat ketulusan hati Kak Indra yang begitu luar biasa."
Sementara itu, Indra pun balas memeluk sang istri. Sesekali ia mengecup keningnya.
"Kak!"
"Iya?"
"Jangan tinggalin Keisya lagi, ya!" pintanya lirih, " … pokoknya ke mana pun Kak Indra pergi, Kei harus ikut. Kei nggak mau dipisahin lagi sama Kakak."
"Percaya, gak? Sebulan lebih nggak bersama Kak Indra, rasanya itu kek ada yang kosong loh. Kei ngerasa kek ada yang kurang, Kei juga kemarin hampir kehilangan anak kita pas anak buahnya Jessica dorong Kei di tepi jalan," lanjutnya.
"Bentar-bentar, Sayang," sela Indra.
Seketika pelukan tersebut terlepas dan keduanya saling berhadapan. Indra meminta Keisya menjelaskan dengan detail mengenai anak buah Jessica dan ada hubungan apakah sampai mereka tega mendorong dirinya.
Awalnya Keisya malas membahas Jessica di tengah-tengah suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga, kebahagiaan yang kini ia dapatkan perlahan terganti oleh sebuah nama yang ia sendiri menyebutnya lebih dulu. Alhasil, mau tak mau Keisya mengulang kembali penjelasan mengenai anak buahnya Jessica dan menceritakan semuanya.
"Memangnya kamu yakin, Sayang, kalau mereka orang yang nabrak kita pas di Bandara itu?"
Tatapan mata Indra membuat Keisya tertunduk.
"Kenapa?"
Tak ada jawaban.
"Hei, Sayang? Tadi aja nyerocos kek petasan, kok sekarang diem?"
"Kak Indra jahat ih, masa sama-samain Kei sama petasan. Ih," ketus Keisya sembari menaruh kedua tangannya di depan dada dengan bibir monyongnya.
"Salah memangnya kalau aku bahas perempuan itu?"
"Ya … ya pikir aja sendiri. Kei males ah bahas Jessica, lagian perempuan itu yang udah bikin suami Kei paling menyebalkan masuk rumah sakit, terus di bawa ke luar negeri dan Keisya mesti pisah sebulan lebih sama Kakak. Males Kei mah," protes perempuan ini.
Demi mengembalikan suasana hati sang istri, Indra memeluknya dari belakang tatkala Keisya hendak pergi meninggalkannya seorang diri di dalam kamar. Pelukan hangat yang tak biasa dengan disertai kecupan manja beberapa kali dari Indra.
"Aku nggak bermaksud bikin suasana hatimu buruk, Sayang. Cuma aku heran aja kenapa dengan mereka sampai harus dorong kamu segala, ditambah kamu bilang mereka yang bikin kita celaka? Kayaknya bukan, deh, Sayang," katanya.
Keisya meminta Indra melepaskan pelukannya, "Bener-bener, ya, Kak Indra! Nyebelin banget jadi orang. Ih, awas ah, Kak Indra. Sana! Sana belaian aja terus si pembunuh!"
"Hei-hei, Kei. Kamu jadi ngambekan kayak gini, cemburu ya?" goda Indra.
"Siapa yang cemburu? Nggak. Buat apa cemburu, males," balas Keisya sinis.
"Sini dulu deh sebentar, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu. Sini," ajak Indra.
Sayangnya, Keisya tak menggubris. Perempuan dengan perut buncit itu memilih terdiam di tepi ranjang. Ia melihat dari sudut matanya, Indra sudah berada di sampingnya sembari memainkan ponselnya dan menyodorkan benda itu untuk Keisya bisa lihat.
Tiba-tiba rasa penasaran Kei meningkat 99% akan sebuah rekaman yang dia dengar melalui ponsel suaminya yang dia berikan, tetapi Keisya masih enggan untuk mengambilnya lantaran rasa gengsi yang dimiliki terlalu besar jika dibandingkan dengan rasa penasaran itu sendiri.
Namun, ada beberapa hal yang membuat Keisya akhirnya memutuskan mengambil ponsel tersebut dan melihat dengan jelas isi daripada rekaman itu. Keisya tak dapat menahannya lagi dan setelah selesai.
"Kakak dari mana dapatkan rekaman itu?" tanyanya, " … mobilnya aja yang mirip sama milik Jessica, tapi orang di dalam rekaman itu menandakan sama sekali bukan Jessica, Kak."
"Makanya itu aku minta kamu jangan ngambek dulu, dengerin penjelasanku, Sayang. Istriku yang manja," jawabnya sembari mencubit pipi sang istri.
"Iya-iya. Kei ngaku salah, ya udah jelasin lah!" pintanya, kemudian ia menyandarkan kepalanya dibahu Indra dan Indra membalas merangkul sang istri.
"Jadi kejadiannya itu kayak gini, Kei. Sebelum mutusin ke luar negeri, Papa sempet minta tolong ke anak buahnya untuk cari tahu siapa pelaku yang udah bikin aku celaka. Ya … orang itu cari tahu sampai singkatnya pas waktu mau pulang, kan Arken jemput bareng anak buahnya Papa, dia bilang …." Kalimat Indra terhenti sesaat.
"Kenapa nggak dilanjutkan?"
"Orang yang nabrak itu … orang itu adalah mamaku sendiri, Kei dengan anak sambungnya," jelas Indra.
Mendengar kalimat terakhir dari sang suami, mendadak Keisya tersedak dan ia pun batuk-batuk tak henti. Keisya mengambil gelas dan menuangkan air ke dalam gelas tersebut, kemudian meneguknya hingga tandas.
Hal yang tak bisa Keisya percayai ialah ketika seorang ibu menginginkan darah dagingnya meninggal, itu merupakan sesuatu hal sulit untuk dimengerti. Memang Keisya melihat dengan jelas seseorang di dalam mobil itu siapa. Seorang wanita seumuran maminya, serta pemuda yang lebih muda daripada Indra—Keisya hanya menerka-nerka. Terekam jelas.
Akan tetapi, apa motif mereka melakukan itu, sehingga harus mencelakai Indra?
Keisya memandang wajah suaminya yang kini tak lagi memperlihatkan keceriaan. Rona wajah Indra benar-benar datar bahkan seperti menaruh kekecewaan yang cukup dalam di hatinya.
"Maafin Kei yang nggak pernah bisa mengerti keadaan Kakak, ya! Kei bener-bener egois, Kei pikir seorang Trimo Indra Gunawan yang super menyebalkan ini, nggak pernah mengalami …." Isak tangis pun mendadak pecah, Indra kembali mendekap istrinya.
Terkadang di balik sikapnya yang dingin ia menyimpan banyak sekali derita. Namun, seorang pria memilih bungkam dan berpura-pura terlihat baik-baik saja demi menutupi lukanya di masa lalu.
"Apa Kei boleh tahu kenapa sampai Mama lakuin itu sama Kak Indra? Padahal Kakak anaknya, kan? Seorang Ibu tega … ckkkk, Kei nggak habis pikir," rutuknya.
"Papa sempet bilang kalau sebenarnya sejak aku kecil, Mama tidak pernah mengharapkanku ada. Bahkan sejak aku dalam kandungan pun, Papa bilang kalau Mama …," Indra mengusap bulir bening yang seketika jatuh membasahi pipinya.
"Mama Kakak kenapa?"
"Kak!"
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomansaPernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...