~ Part 24. Ke manakah Istriku? ~

55 16 0
                                    

~ Happy Reading ~

Mulanya Keisya memang kurang menyukai adanya Jessica datang kembali ke kehidupan suaminya. Siapa pun tentu tidak ingin jika mantan kekasih dari suaminya terus saja merecoki bahkan sampai membuat suatu alasan yang tidak masuk akal untuknya bisa memasuki rumah Keisya sekarang setelah Samuel mengusir Jessica seminggu lalu.

"Hati kamu sebenarnya terbuat dari apa, sih, Jes?" Keisya memberikan ponsel milik Pak Agung, "Padahal Keisya sekarang udah nggak dendam atau kesal lagi sama kamu, karena kamu selalu dekat-dekat Kak Indra. Tapi, rasa kepercayaan Keisya ke kamu malah dirusak kayak gitu aja, ya, rupanya?" 

"Sayang-Sayang. Kamu yang tenang, ya! Biar perempuan itu jadi urusan Papi, kamu nggak boleh stres. Kamu duduk dulu sama Indra, Nak!" titah Wilan pada putrinya.

Bagaimanapun Keisya sekarang. Gadis dengan julukan 'manja' itu menuruti ucapan papinya. Sementara, sang suami—-Indra menampar Jessica bahkan sempat terlihat sekilas oleh Keisya kalau-kalau nasi TO yang dibawakan olehnya teruntuk Keisya dipaksa Jessica yang memakannya.

Samuel dan juga Wilan sebagai orang tua walaupun kesal dan tak percaya pada apa yang dilihatnya mencegah Indra melakukan pemaksaan yang ujungnya hanya akan membuat pemuda tampan berlesung pipi dengan kaos abu-abu tuanya sengsara. Membalas menyakiti orang tersebut bukanlah cara yang tepat. 

"Indra, Indra! Kamu nggak boleh sampai napsu kayak gitu dong, Nak. Urusan Jessica biar kami yang urus, ya! Kamu tenangin diri dulu, duduk bareng Keisya saja, ya?" 

"Huft, oke." 

Meskipun Indra telah duduk di samping Keisya. Pemuda itu masih saja terlihat emosi tatkala Jessica menyanggah semua ucapan juga rekaman yang didapat Pak Agung. Jessica benar-benar menganggap bahwa Pak Agung—-Bapak tua itu tukang bohong. Bukan hanya Indra yang kesal, tetapi Keisya pun merasakan hal serupa. 

Namun, Keisya berusaha untuk tetap tenang dan tidak terlalu memikirkan soal Jessica yang hendak meracuninya. Toh makanan itu tidak ia makan harus yang harus Keisya pusingkan? Jessica telah mami dan papinya urus. Ia merebahkan tubuhnya di sofa dengan wajah terangkat ke atas sembari mata terpejam. Akan tetapi, tangan memegang perutnya.

"Om sama Tante harus percaya sama aku, Om! Rekaman dari si tua bangka itu jelas-jelas nggak asli, itu benar-benar palsu, Om. Bapak tua bangka itu nggak bisa ngelihat dan … ckkk plis, percaya sama aku," ucap Jessica lirih. 

"Sebaiknya kamu pergi saja, Jessica! Orang sepertimu nggak pantas hidup bahagia," balas Wilan. "Sebelum kami berubah pikiran untuk memenjarakanmu, kami mohon untuk kamu cepat pergi dari sini!" 

Ucapan-ucapan mereka mengganggu ketenangan Keisya. Gadis itu pun menutup kedua telinganya dan sesekali ia mengerang meminta semuanya untuk diam dan tak lagi ribut. Indra mengajak Keisya untuk ke kamar, tetapi gadis itu masih enggan membuka mata maupun melepaskan tangannya dari telinga. Malam yang sangat melelahkan hari ini. 

Sudah tidak mendapatkan apa yang diinginkan kini Keisya harus tertidur lewat dari jam dua belas malam. Keisya kelelahan sampai-sampai ke kamar pun Indra menggendongnya.

"Kak Indra! Kak Indra!"

Padahal Keisya sudah digendong ke atas oleh Indra. Akan tetapi, baru saja menaiki satu anak tangga gadis itu memanggil-manggil suaminya. 

"Ada apa, sih, Kei?" tanyanya, kemudian ia melihat jam di dinding lewat setengah satu. 

"Bagaimana sama Pak Agung, Kak? Pak Agung nggak kenapa-kenapa, kan? Kei nggak mau naik ke atas dulu sebelum lihat Pak Agung baik-baik saja, plis!" pintanya. 
***
Nasib tragis harus diterima oleh seorang bapak tua seperti Pak Agung ini. Sepulang dari rumah Keisya dan Indra. Beberapa menit di tepi jalan tiba-tiba saja sebuah mobil datang dari arah kanan melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Jalanan padahal sepi, tetapi kendaraan tersebut seperti dipaksakan ke kiri, mengarah ke posisi Pak Agung berada. Lantaran matanya yang tidak terlalu jelas ketika melihat dan pendengarannya sedikit berkurang. Pak Agung tetap berjalan santai sampai akhirnya ia tanpa disadari sesuatu telah membuat tubuhnya terpental jauh. 

"Aaarghhh!" teriak Pak Agung sangat kencang. 

***

"Astagfirullahaladzim," ucap Keisya. 

Indra menemukan istrinya terbangun tepat pukul 02.00 WIB dini hari. Ia dengan rasa kantuk yang terus menjalar, memaksakan dirinya untuk bangun memastikan kondisi sang istri. Sejam baru tertidur, tiba-tiba harus terbangun akibat mendengar teriakan istrinya. Ya, seperti biasa. Namun, kali ini nuansanya sedikit berbeda. 

"Ckkk … harus banget, emang tidur sebentar terus teriak-teriak kayak gitu, hah?!" 

Tidak menyadari bahwa Keisya sedang mengandung anaknya dan ibu hamil jelas harus dijaga baik-baik dan disayangi tentunya. Namun, yang terjadi Indra justru membentaknya.

"Kak … Kak Indra bentak Keisya, apa Kei nggak mimpi?" tanya gadis itu saat telah benar-benar tersadar. "Kak Indra jahat banget, sih? Keisya juga padahal nggak mau loh kebangun apa lagi sampai teriak-teriak segala. Lagian nih, ya, Kak. Kei bangun juga ada alasannya loh," sambung Keisya.

Gadis itu hendak menyingkirkan selimutnya dan turun dari atas ranjang. Tetapi, Indra menahannya. "Aku tahu aku salah, Kei. Maafin aku, ya? Aku bener-bener pusing banget hari ini, kamu kebangun kenapa?"

"Mimpi Pak Agung meninggal ditabrak sama mobil mewah yang warnanya merah dengan plat mobilnya tuh … berapa, ya? Aduh lupa," jelas Keisya.

"Mungkin itu hanya mimpi kamu saja kali. Terlalu cemas sama bapak yang tadi, doain aja semoga semuanya baik-baik saja dan mimpi kamu nggak jadi kenyataan. Ya udah kita tidur lagi, yuk? Maaf karena barusan aku bentak kamu, ya!" 

Indra berpikir Keisya akan menurut kembali tertidur. Keisya melepaskan selimutnya dan gadis itu benar-benar turun dari ranjang entah akan pergi ke mana. 

"Kei mesti pastiin sendiri kek nya," ujar gadis itu.

Beberapa jam kemudian. 

Suara azan berkumandang di berbagai masjid. Indra masih mengantuk, tetapi lantaran ia dibangunkan oleh kumandang azan. Indra membuka mata perlahan, kemudian mengucek-nguceknya. Semenit setelahnya Indra meraba-raba ke samping tempat di mana istrinya berada. 

"Perasaanku nggak enak kayak gini, ya?" Bola mata Indra membelalak. 

Ia langsung bangun dan yang dikhawatirkan ternyata sudah tak ada. Indra bertanya-tanya ke mana Keisya pergi, mengapa tidak bilang-bilang atau jika tidak berpamitan pun setidaknya menuliskan pesan singkat supaya begitu terbangun ia tahu ke mana Keisya pergi. 

"Ponselnya ada di atas meja, tapi kenapa orangnya nggak ada, ya?" 

Indra bergegas mencari sang istri di toilet dan segala penjuru kamarnya. Ia belum pergi ke luar kamar, karena Indra berpikir Keisya akan memasuki ruang kerjanya yang mana masih ada di dalam kamar letaknya.

"Di sini pun sama sekali nggak ada. Apa iya dia pergi untuk memastikan kondisi Pak Agung itu, kalau iya ke mana aku harus susul, ya?" 

~ Bersambung ~

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang