Makanan yang sebelumnya dibawa Jessica telah diterima oleh Keisya. Gadis itu benar-benar kelewat senang sampai-sampai melupakan sesuatu. Ya, makanan itu dibawa untuknya oleh sang mantan kekasih dari suaminya. Keisya, tetaplah Keisya yang terlalu polos dan kelewat baik.
"Ya udah. Makanannya Kei makan sekarang, ya, Jes. Tapi makasih banyak ka—"
Kalimat Keisya terhenti tatkala ia menemukan seorang bapak tua dengan napas setengah-setengah memasuki rumahnya. Ruang tamu pun mendadak hening, semua mata tertuju ke bapak-bapak tua itu. Dari mereka hanya Keisya yang mengenalnya. Tidak sang mertua maupun kedua orang tua atau Indra sekali pun.
Ia mengenal bapak-bapak tua itu beberapa hari setelah kepindahannya bersama Indra ke sana. Tanpa sepengetahuan siapapun Keisya menolong bapak tersebut yang berada di tengah jalan dan hampir ketabrak mobil. Seingat Keisya, bapak tersebut penglihatannya sangat-sangat minus sehingga terkadang melihat sesuatu pun harus menggunakan kacamata. Tetapi, waktu itu bapak tua tidak memilikinya.
Berkat kemurahan hati Keisya. Kini dengan kacamata pemberian Keisya, bapak tua itu dapat melihat kembali dengan jelas.
"Pak Agung, ya?" tanya Keisya sembari menunjuk ke arahnya.
Mereka yang di sana bertanya-tanya dari mana Keisya mengenal bapak tua itu. Singkat, tapi jelas Keisya menjelaskan awal mula pertemuannya.
"Ouh. Masya Allah, Papa nggak salah kayaknya pilih menantu sepertimu, Nak Keisya. Kamu berhati mulia," puji Samuel.
"Mas Sam bisa aja. Alhamdulilah, Keisya sudah mulai berpikir dewasa, ya." Geisya menyela lebih dulu.
"Alhamdulilah, Om. Eh, Pa. Kei hanya bantu sebisa Kei aja, kebetulan waktu itu Kei dapat tambahan uang dari Mami. Jadi, daripada mubazir dibelikan sesuatu yang gak bermanfaat. Ya buat bantu bapak itu," papar Keisya, lalu setelah ia menyimpan paper bag berisi makanan yang diinginkan Keisya, ia berdiri menghampiri bapak tersebut. "Pak Agung ada apa ke rumah Kei? Kayak yang abis dikejar setan aja, hehehe. Ada apa, Pak?" tanya Keisya.
"Saya mohon sama Non Kei dan sekeluarga di sini, maaf kalau kedatangan Bapak mengganggu. Non pokoknya nggak boleh makan makanan yang dibawa perempuan itu, ya! Non jangan kalau bisa," ujar Pak Agung.
Keisya tak abis pikir dengan tujuan kedatangan Pak Agung ke rumah. Bagaimana bisa melarang dirinya memakan makanan yang jelas-jelas sangat ia inginkan itu. Gimana nanti kalau-kalau anaknya ileran karena keinginannya tidak terpenuhi?
Sementara itu, raut wajah Jessica memerah bak cabai rawit yang hampir busuk. Ah, bayangkan saja oleh kalian jika menemukan seseorang yang ingin melakukan niat buruk, tetapi rencananya tersebut ada yang mengetahuinya? Pasti rasa takut, malu dan berbagai macam perasaan lainnya berkecamuk dalam pikirannya.
"Kok Bapak tuduh kayak gitu, sih? Memangnya ada buktinya kalau makanan yang dibawa Nak Jessica ini mengandung racun?" Geisya tampak penasaran, begitupun dengan yang lainnya.
"Mati aku," umpat Jessica sembari memelankan suaranya.
Tidak hanya Geisya saja yang ikut bersuara. Wilan, Samuel dan juga Indra ikut bertanya kepada Pak Agung mengapa sampai berani menuduh dan melarang Keisya memakan makanan itu.
Kala Bapak Tua itu hendak menjelaskan alasannya. Jessica menghentikannya dengan membentak Pak Agung. Tanpa merasa malu dan tidak memedulikan bagaimana cara berbicara kepada orang yang lebih tua maupun sepantaran. Jessica membentak bahkan beberapa umpatan kecil terdengar oleh mereka.
"Astagfirullah, Jes. Jahat banget sama Pak Agung kamu," sela Keisya.
"Jahat apanya, sih, Kei. Orang tua kayak dia itu emang pantas dikasarin," balas Jessica sinis, kemudian kedua tangannya ia lipat di depan dada. "Lagian jadi orang jangan sok tahu, deh. Mana mungkin kalau aku kasih racun ke makanan itu," sambung Jessica. Nada bicara perempuan itu malah makin meninggi.
Suasana di rumah tersebut seketika berubah memanas. Indra meminta dengan sangat lembut kepada istrinya untuk mengajak Pak Agung duduk. Rasanya tidak enak membiarkan bapak tua itu terlalu lama berdiri. Keisya menurut. Geisya dan papinya juga mertuanya mempersilakan bapak tua itu duduk di tengah-tengah mereka.
Bapak tua itu mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya.
"Non Jessica boleh saja memaki-maki Bapak. Non boleh melakukan hal apa saja terhadap Bapak, insyaallah Bapak ikhlas. Ridho, tapi Non jangan sampai sakiti Non Keisya. Non Keisya sudah baik, sudah merelakan hidupnya waktu itu demi menolong Bapak."
Bulir-bulir air bening membasahi pelipisnya. "Kalau bukan karena Non Keisya waktu itu yang berusaha menyelamatkan Bapak. Mungkin Bapak sudah nggak ada dan tertabrak mobil," lanjutnya seraya mengusap air matanya.
"Siapa pun kamu, tolong jaga bicaramu. Yang sopan dong kalau sama orang tua," tambah Wilan.
"Sopan gimana. Orang dia aja yang coba-coba buat fitnah aku, Om!" Jessica membela dirinya.
Pak Agung memberikan ponsel bututnya pada Keisya juga botol kecil yang sudah terbungkus plastik bening. Keisya menerima kedua benda tersebut, tetapi ia tidak tahu harus apa. Keisya melirik ke samping. Lewat tatapan matanya pada sang suami, Indra mendekati istrinya melihat kedua benda tersebut.
"Kalau boleh saya tahu mohon maaf, Pak. Buat apa, ya, Bapak berikan ponsel Bapak sama botol kecil yang sudah terbungkus plastik ini?" tanya Indra. Kedua benda tersebut kini berada di genggamannya.
"Den Ganteng sama Non coba buka galeri di ponsel Bapak. Ada video yang durasinya satu menit kayaknya. Non sama Aden buka aja, Bapak lupa tapi durasinya berapa menit."
"Lalu botol kecil itu untuk apa, Pak?" Kini setelah cukup lama Samuel terdiam dengan tetap memperhatikan mereka. Mulai angkat bicara. "Bapak temukan botol itu di mana dan kenapa diserahkan ke anak dan menantu saya?"
"Bapak nggak bisa baca botol itu apa namanya. Cuma yang pasti, botol itu yang dibawa dia dan setelah isinya habis dibuang di jalanan gitu aja. Bapak ambil aja sebagai barang bukti."
Sesuai perintah dari Pak Agung. Keisya dan Indra membuka ponsel bapak tua itu. Lebih tepatnya membuka galeri. Memang ada beberapa video di sana. Namun, satu di antaranya ada satu yang membuat mereka teralihkan perhatiannya.
Karena penasaran. Geisya, Wilan dan Samuel medekati anak dan menantunya. Mereka sama-sama menonton video tersebut.
"Om, Tante! Kalian buat apa percaya sama Bapak-Bapak tua yang nggak bisa lihat apalagi bisa baca. Kalian jangan mudah terpe—-"
"Kamu diam, Jessica!" bentak Indra, tatapannya sangat tajam.
Jessica terus meracau. Aksi mereka menonton video dari Pak Agung itu pun jadi terganggu. Alhasil, Geisya mengambil tindakan dengan menutup mulut perempuan itu. "Perempuan ini biarlah jadi urusan Mami, Sayang. Kalian lihat apa isi video tersebut aja dan cari tahu botol apa itu!" titah Geisya.
Kurang lebih satu menit tiga puluh delapan detik video tersebut diambil Pak Agung.
"Astagfirullah, Ya Allah."
"Ada apa, Sayang?" Geisya penasaran.
~ Bersambung ~
Jangan lupa buat baca, komen, vote and share, ya! Terima kasih sudah selalu menemaniku menulis cerita ini hingga selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomansaPernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...