~ Part 12. Gara-Gara Suami Nakal ~

137 22 0
                                    

 

Hal paling indah sekaligus yang diinginkan oleh setiap pasangan setelah menikah selain memiliki rumah sendiri, tentu siapa pun ingin disegerakan memperoleh sosok seorang bayi mungil hadir mengisi hari-hari mereka. Kehadirannya, tangisnya selalu menjadi obat 'mungkin' atas setiap lelah yang dirasa. 

Sayangnya kali ini berbeda dengan seorang gadis seperti Keisya. Namun, meski menolak sebisa mungkin siapa sangka semua telah terjadi dan malam tadi suaminya—-Trimo Indra Gunawan merenggut semuanya. Sehingga detik ini Keisya meraung-raung merasakan sakit di bagian intimnya. 

"Bibi yakin sakit yang Kei rasain nggak sampai berbulan-bulan, lalu kalau misalkan nanti kejadian mual-mual seperti yang Bibi rasain gimana?" tanya Keisya. 

Jawaban belum ia dapatkan, tetapi beberapa detik setelahnya. Keisya mendengar seseorang berdeham dari arah belakang. Begitu melihat siapa yang datang, ia malah langsung menutup mulut. 

"Lah Non Kei kenapa tutup mulut?" Bi Ani hampir keheranan. 

"Kalian berdua ini, ya. Bi Ani, Bibi ke bawah sekarang siapin sarapan buat kita pergi ke kampus dan kamu, Kei. Sana buruan mandi!" titah Indra, " … bukannya ini hari pertamamu kuliah setelah acara pernikahan kita?" 

Kei menatap kedua bola mata suaminya, tetapi sejenak kemudian ia kembali menunduk. "Siapa kamu, Kak. Sampai berani nyuruh-nyuruh kayak gitu, hak dong mau kita berdua di sini ngapain juga." 

"Cepat pergi sekarang mandi atau kalau tidak aku bilang ke dosen kamu kalau hari ini kamu alfa, mau?" 

Seketika kedua bola mata Keisya membelalak. Ada rasa tidak percaya dengan yang ia dengar pagi ini. Alhasil mau tak mau, Keisya pun lekas pergi memasuki kamar untuk bergegas mandi. Namun, sebelum ia melangkah memasuki kamarnya. Indra menarik dirinya, lalu Kei mendengar suaminya itu membisikkan sesuatu. 

"Bagaimana malam tadi? Semoga secepatnya ada hasil, ya. Tapi-tapi kalau masih belum gampang, sih, kita uji coba lagi ibadahnya kali ini di malam jumat gimana? Biar dapat sunahnya gitu," kata Indra membuat sekujur tubuh Keisya memanas.

'Kak Indra ya Allah. Kei pikir nggak akan ingat soal semalam,' batinnya.

Rasanya tidak berguna andai kata berdebat soal semalam sekarang. Mengingat waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 WIB Keisya pergi tanpa berkata-kata apa-apa. Setelahnya pintu dengan sengaja ia banting sebagai pelampiasan atas kekesalannya terhadap sosok Indra. Yang dituju menahan tawa sembari berlalu.

Sekitar setengah jam kemudian Keisya sudah rapi dan telah siap untuk berangkat kuliah. Ia tidak pergi ke dapur, tetapi ia berusaha menghindar dari suaminya. 

Langkah Keisya tiba-tiba terhenti tatkala seseorang memanggilnya, "Keisya, tunggu!" cegah Indra, sebelum Keisya membuka pintu utama. "Bi mana bekal buat si gadis manja? Apa sudah ditaruh ke dalam tas sini?" 

"Sudah, Tuan. Sesuai yang diperintahkan Tuan tadi," balas si Bibi. 

"Oke. Makasih banyak, Bi." 

'Plis jangan ngajak ribut, deh, Kak. Ini sudah siang, ya Allah. Huft mau apa lagi dia pake manggil segala,' gerutu Keisya dalam hati. 

Siapa yang tidak terkejut ketika hati dan pikiran tengah tak sejalan, justru yang didapat Keisya sekarang sebuah gandengan tangan dan senyum tercetak di sudut bibirnya dari Indra untuknya. Keisya tak banyak bicara, ia mengikuti langkah suaminya keluar rumah hingga keduanya berada dalam satu mobil yang sama.

Di sepanjang jalan menuju ke kampus, barulah Keisya menyadari jika dirinya telah berada di mobil yang sama. Pun dengan penampilan Indra yang berbeda. Teringat akan kata-kata mertuanya—-Samuel jika putranya itu memiliki perusahaan sendiri serta cafe shop. Otomatis sebagai pemimpin yang baik ia harus segera berada di kantor dan untuk apa ke kampus dengan tampilan seperti itu? Kaos hitam dilengkapi jaket coklat juga celana jeans senada. Namun, bedanya di jok belakang terdapat laptop juga charger serta dua kotak makan. Keisya bertanya-tanya sendiri.

"Kak Indra!" panggilnya.

Bosan rasanya bila selama perjalanan menuju ke tempat kuliahnya hanya terdiam, saling pandang dan sedikit-sedikit berdeham. Meskipun tersimpan sedikit rasa malas di hatinya, Keisya tetap memberanikan diri bertanya sesuatu. Walau pada akhirnya nanti hanya ejekan yang di dapat.

"Bukannya Kakak harus ke kantor dan Kak Indra nggak kuliah lagi, kan? Kakak harusnya ke kantor, terus urusin cafe shopnya?" 

Dengan santainya, Indra menjawab singkat. "Iya." 

"Terus?" 

Yang ditanya menoleh sekilas, kemudian pandangannya kembali ke depan.

 "Terus buat apa Kakak nganterin Kei ke kuliahan? Kenapa nggak langsung per—" 

"Aku akan antar jemput kamu mulai sekarang, jaga kamu selama berada di luar dan mengecek apakah kamu dekat-dekat dengan pria lain atau justru ternyata di belakang aku saking berusaha menolak pernikahan ini. Kamu bermain api?" Kalimat jawaban tersebut seakan menuduh Keisya. 

Akan tetapi, gadis itu tampak diam dan sepertinya masih menanti ucapan Indra selanjutnya. 

"Jadi, 1×24 jam aku akan berada dekat bersamamu. Terus dan terus, paham? Urusan kerjaan bisa dikerjakan di mobil," tambah Indra—-si suami protective, hanya sebutan dari Keisya saja dan itu terjadi mulai detik ini.

"Buat apa kayak gitu coba, kalau misalkan Kak Indra bosan nunggu Kei selesai kuliah. Baru tahu rasa," jawab Keisya sembari mengalihkan pandangannya ke arah lain. Lebih tepatnya melihat pemandangan di luar melalui balik jendela. 

"Nggak akan ada kata bosan!" 

'Kayaknya mau main-main orang! Hm, tapi kebetulan hari ini Keisya ada tambahan kelas kalau nggak salah sampai malam. Kita lihat sampai mana dia bersikap seolah-olah suami siaga hm … ya gitu lah.' 

Tidak terasa saking terlalu lama berdebat, Keisya dan Indra tiba di depan sebuah bangunan tinggi nan megah. Indra menghentikan laju kendaraannya dan ia keluar lebih dulu sebelum Keisya.

Mendapatkan perlakuan semanis ini siapa pun tentu akan merasa senang. Keisya sebenarnya merasa nyaman, tenang dan benar-benar seperti seorang ratu. Dibawakan bekal makanan, dibukakan pintu mobil sampai diantar ke kampus. Bahkan sampai rela ditunggui hingga Keisya selesai kuliah. 

Adakah pria lain atau suami lain yang bersikap sama seperti Indra?

Usai berpamitan pada Indra sejujurnya ia tidak langsung memasuki gedung megah tersebut, melainkan ia bersembunyi di balik tembok di samping pintu utama. Entah apa yang akan dia lakukan. 

"Kak Indra semenjak Kei mutusin buat balik ke rumah Mami sama Papi, tiba-tiba mendadak jadi aneh gini. Masa iya mau nunggu Kei sampai malam? Sampai Kei selesai mata kuliah, belum nanti ngerjain tugas." 

Seseorang memegangi pundaknya, tetapi pandangan Keisya masih tertuju ke arah pemuda tinggi nan tampan di ujung dekat mobil SUV hitam. 

"Keisya!" panggil orang itu. 

"Kasihan juga sih sebenarnya kalau emang jadi nungguin, gimana kalau misalkan bosan? Atau dia nggak betah?" 

"Keisya Shakira Jasmine waktunya mata kuliah pertama!" 

"Astagfirullah," ujar Keisya yang hampir menjatuhkan semua barang yang digenggamnya.







~ Bersambung ~

Jangan lupa baca, komen, vote and share, ya! Terima kasih.

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang