~ Part 09. Bocil Istri Kesayangan

100 25 0
                                    

- Selamat Membaca -

          Keisya yang tengah menyandarkan tubuhnya pada dinding sembari memegang ponselnya, dengan dia sudah berganti pakaian menjadi hijab segi empat berwarna merah peach, atasan sweater kombinasi dua warna yaitu tangannya berwarna hitam bagian badannya putih, bawahan rok plisket senada sama warna hijab mentap polos ke arah pintu kamar. 

“Kak Indra? Are you ok?”  tanyanya seakan tidak punya rasa bersalah.

          Melihat siapa yang menyapanya membuat pemuda tampan berstatus sebagai suami Keisya Jasmine itu melongo mengetahui seseorang yang sejak tadi dicarinya justru berada di dalam kamar mereka. 

“Loh?” 

  Keisya memicingkan matanya. “Kenapa?” 

 “Bangsul, anju.” Indra menarik napasnya kasar, kemudian mengembuskan napasnya pelan-pelan. 

Sejak sepulang kuliah sampai detik ini hari menjelang magrib ia mencari-cari keberadaan istrinya, merasa cemas karena mendapatkan laporan kalau kesayangannya itu bolos dan tidak mengikuti mata kuliah satu pun menghela ketar-ketir mencari keberadaan si pelaku yang mana dengan santainya mengulurkan tangan kepadanya.

       “Sejak kapan kamu di rumah, Kei?” tanya Indra penuh penasaran.

         “Tadi. Aku kabur dari kampus, bingung mau ke mana, ke rumah Mami takut nggak diaku, soalnya sudah pisah KK jadinya berat hati di sini deh,” jawabnya kembali fokus pada ponsel digenggamannya setelah berhasil membuat Indra mendudukkan bokongnya di tepi ranjang. 

“Terus?” 

       Keisya melirik sekilas pada suaminya. “Nggak ada terusnya, cuma aku sakit hati, Kak. Aku mau cerita, ya? Harus dengerin nggak boleh disela dulu pokoknya.”

Nyatanya deheman Indra hanyalah bualan semata. Sepanjang Kei bercerita dengan posisi mereka sama-sama duduk di depan pintu kamar mereka, Indra menyela juga ucapan Kei sehingga membuat Kei kadang kala menoyor Indra atau bahkan menggeplak paha pemuda berstatus suaminya itu. Kei kembali melanjutkan ceritanya sampai di mana Kei bertemu dengan perempuan yang tak lain adalah Jessica sebelum pulang.

        “Sebenernya siapa Jessica, Kak? Katanya dia bilang kalau dia itu pacarnya kamu? Terus kalau kalian pacaran ngapain nikahin Kei? Mau serakah, Bang? Jangan, dosa!” Keisya sudah bersedekap dada setelah perempuan itu menyelesaikan ceritanya.

        “No!” Indra mendekatkan dirinya ke arah Keisya, diraihnya genggaman tangan Kei dan dia arahkan ke atas pahanya. Mereka berdua saling melihat satu sama lain. “Denger, ya, Cil!” 

 “Eh, bentar, kok Cil? Nama Kei, kan, Keisya Jasmine? Kok Cil?” Keisya menuding Indra dengan tatapan mendelik dan bibir mengerucut membuat pipinya sedikit menggembung. 

       “Bocil istri kesayangan, hehehe.” 

Keisya memutar bolanya matanya malas, kemudian di sisi Indra dia kembali menjelaskan sambil menggenggam kedua tangan mulus nan mungil Kei. Perempuan itu meskipun usianya udah 19 tahun tetapi terasa seperti bocah sembilan tahun, di mana baru pegang tangannya aja selembut ini loh. 

         Bagaimana kalau yang lain? 

        Eh?

          Jika Keisya tadi menjelaskan tentang dirinya mengapa bisa kabur, beda sama Indra di mana pemuda itu mengatakan sejujurnya mengenai kepemilikan sebenarnya. Maksudnya bagaimana?

 “Denger, ya, Cil! Nggak ada, tuh, ya, yang namanya pacar atau apa pun itu sama tuh cewek, emang dulu sempet kenal, aku juga sempat nggak tahu kalau dia deketin aku cuma karena uang keluarga aja. Sampai akhirnya papa jelasin kalau Jessica perempuan nggak bener, dia bukan siapa-siapa, ya. Yang siapa-siapa aku tuh cuma kamu.” 

       “Aku nikahin kamu aja sampai harus baikan sama papa buat minta datang ke mami sama papi kamu, aku sayang dan cinta sama kamu lebih dari apa pun. Aku ada rasa seperti ini pas dulu kita semasa SMP, tahu, kan? Aku dapetin kamu aja susah banget sampai bikin drama keluarga kalian bangkrut dan maksa kamu nikah sama aku,” lanjut pemuda itu.

                Keisya mendadak cengo mendengar hal tersebut. Bola matanya mengerjap-ngerjap pelan sesaat ia sadar akan ucapan suaminya. Ia teringat akan dirinya tiba-tiba dinikahkan. “Maksudnya, yang mami sama papi bangkrut itu cuma bohongan? Yang bilang mereka butuh suntikan dana itu hanya drama aja? Supaya mereka bujukin aku nikah sama kamu?” Kei terperangah dan dia entah spontan atau bagaimana tangannya mendorong tubuh Indra sampai pemuda itu terlentang, kedua kaki terangkat ke atas. 

Indra meringis merasakan pusing akibat yang pertama mencium lantai itu kepalanya. Sementara, si pelaku pendorong tubuhnya itu malah duduk di tepi ranjang dengan ponsel di tangannya. Jari jemari lentiknya terus bergerak-gerak di atas layar benda tersebut untuk menghubungi kedua orang tuanya. Rasa kesal sekaligus kecewa akan sesuatu yang dilakukan mereka membuatnya tak tenang sekarang ini. 

 Ya, bagaimana bisa. Ada orang yang cinta lawan jenisnya, demi mendapatkan apa yang diinginkan orang itu rela berpura-pura melakukan seolah-olah dirinya menjadi penyelamat untuk keluarganya.

       “Kei!” panggil Indra seraya melangkah mendekati istri kecilnya sembari tangannya mengusap-ngusap kepala belakang. 

Dipikir Indra itu Kei menoleh akan merasa iba atau setidaknya bertanya apakah sakit ataukah tidak, tetapi bukannya mendapatkan pertanyaan yang ada hanya delikan semata. Indra menghela napasnya panjang.

        Sepertinya ia harus menjelaskan agar tidak sampai terjadi kesalahpahaman.

“Cil! Aku mohon dengerin penjelasan aku dulu, ya. Sebelum nantinya kamu minta penjelasan ke mami dan papi kamu.” 

      “Aku mau ke sana malam ini juga. Suka atau nggak, jika memang Kak Indra suaminya Kei temani. Kalau nggak mau, biar Kei sendiri aja pergi.”

             Indra melengos. Ia memerhatikan sosok kecil yang menjadi istrinya itu meninggalkannya. Memasuki kamar mandi setelah menyimpan ponselnya di atas nakas. Ia sadar waktu salat sudah datang, alhasil ia pun akan bersiap melaksanakan ibadah lebih dulu sebelum nantinya ikut ke rumah papi mertuanya demi Kei mendapatkan kejelasan. 

    Ndra. Lo nggak salah lo ungkapin semuanya sekarang sama cewek yang udah jadi istri lo. Lo harus terima apabila nanti Kei makin marah sama lo, batin Indra. 

Pemuda itu membersihkan tubuhnya setelah melihat sang istri keluar dengan tangan panjangnya digelung sampai siku, hijabnya yang tadi menutup kepalanya hanya dipakai untuk menutup rambut tapi tidak sampai diberi jarum atau peniti. 

     Alias makenya asal-asalan. 

    Kan, habis wudu. 

Barulah Indra masuk sambil mengambil handuk putih dan menutup pintu kamar mandi. 

    —- Di posisi Keisya saat ini saat perempuan itu tengah menggelar sajadah dan mengenakan mukena berbahan katun dengan motif bunga-bunga berwarna taro itu mendadak melamun. Entah apa yang dipikirkannya, tetapi ia membayangkan kejadian saat di kampus, nasihat-nasihat dari maminya nengenai sahabatnya serta kejadian pas hinaan dari Raine dan Sienna terucap. 

           “Kalau dipikir lagi ucapan orang tua kadang nggak pernah salah, ya? Dulu … berulang kali mami bilang buat aku supaya pilih-pilih dalam berteman, hem … nggak nyangka sumpah. Di kampus padahal aku cuma deket ama mereka,” gerutunya.

            “Kamu bisa dekat sama orang lain, jika kamu juga membuka diri untuk mereka yang sebenarnya ingin berteman denganmu juga, Kei. Karena hatimu tertutup oleh hasutan Sienna dan Raine makanya kamu jadi menganggap mereka nggak ada dan hanya mereka berdua temanmu.” 

       Deg … 

Bersambung
Jangan lupa vote dan komen, ya.






After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang