~ Part 31. Punya Majikan Nggak Peka ~

16 4 0
                                    

~ Takkan Kubiarkan Kau Merusak Kebahagiaan mereka.~

|
|
|

Happy Reading

🥰

Setiap istri tentu mereka akan merasa tidak menyukai tatkala menemukan suaminya tengah didekati oleh seorang perempuan yang mana perempuan itu telah memasuki ķehidupannya di masa lalu. Setahu Keisya pun mengingat kejadian malam di mana perempuan itu hendak memberikan makanan yang diinginkan olehnya. Namun, makanan tersebut berisi racun yang dapat mematikan janin dalam kandungannya. 

Namun, mengapa sekarang justru ada di rumahnya?

"Masih nggak punya malu juga rupanya kamu, ya?" Keisya langsung memasuki rumahnya setelah pulang kampus, hari ini gadis itu tidak ditemani oleh suaminya. Ia sendiri yang memaksa pergi tanpa ditemani siapa pun karena tidak ingin menimbulkan kejadian seperti sebelum-sebelumnya. "Setelah apa yang kamu lakukan malam itu hingga kamu hampir saja membunuh janin yang ada dalam kandunganku. Masih bisa menemui suami orang lain? Punya malu nggak, sih?" 

Senja yang seharusnya menjadi momen yang ditunggu-tunggu Keisya untuk pulang bertemu dengan sang suami lantaran Keisya mendapatkan nilai ujian paling tinggi di kampus. Namun, malah berujung penemuan yang sama sekali tak enak dipandang. 

"Kamu udah pulang? Kenapa nggak bilang sama aku, Kei. Kan bisa dijemput?" tanya Indra. 

"Nggak perlu! Nggak usah repot-repot, Kak Indra. Lagian Kak Indra kan lagi ngurusin dia, mantan terindah Kakak yang jahatnya lebih dari preman di luar sana. Aah, entahlah." 

Keisya tidak tahan melihat keberadaan Jessica di sana. Selama beberapa terakhir ini perempuan itu dikabarkan menghilang. Namun, mengapa harus kembali datang di saat hubungannya dengan sang suami sudah membaik? Keisya meninggalkan keduanya di sofa ruang tamu menuju ke luar. 

Indra menahan tangan Keisya. Indra tidak mengizinkan Keisya pergi tanpa dirinya. Katanya. Akan tetapi, sekuat tenaga Keisya menepis tangan Indra darinya dan berusaha menjauhkannya. 

"Apaan, sih, Kak? Minggir. Keisya mau pergi!" usir Keisya pada Indra—suaminya.
"Kei. Kamu kenapa jadi cemburuan kayak gini, sih? Dengerin penjelasan aku dulu, oke."

Keisya menyingkirkan tangan suaminya. "Dengerin apa, sih, Kak? Wajar dong kalau Keisya cemburu sama Kakak. Secara baru aja beberapa hari kita baikan dan Kei janji buat terima pernikahan ini. Jalani aja walaupun masih nggak nyangka masih muda udah nikah. Tapi … Kei kecewa sama Kakak. Harusnya Kakak nggak terima dia doang di sini! Di rumah ini. Bisa?" 

"Tapi dia datang ke sini cuma buat jelasin kalau yang nabrak Pak Agung itu bukan dia. Katanya. Udah, kamu nggak perlu cemburu. Oke? Plis! Aku cuma sayang sama kamu," balas Indra. 

"Jelasin? Harusnya kalau semisal dia bukan orang yang nabrak Pak Agung. Rona wajahnya nggak akan kelihatan kek sinis, judes kayak gitu. Terus kenapa harus jelasin ke Kakak, nggak ke keluarganya Pak Agung? Terus … apa Kakak nggak emosi tahu kalau dia yang hampir bunuh janin ini oleh makanan yang diberikan sama dia? Kek … ckkk udahlah. Awas!" 

Detik itu juga Keisya pergi dari rumah itu. Entah ke mana, tetapi kondisi hati dan pikirannya sedang tak sejalan. Ia benar-benar kesal dan bulir-bulir air mata pun mengalir begitu saja. 

'Demi apa pun kok baru kali ini, ya. Kei ngerasain keselnya tuh kek kesel banget saat tahu mantannya Kak Indra datang ke rumah pas Kei lagi nggak ada di rumah. Kak Indra juga, buat apa dia terima perempuan itu. Aduhh, kok rasanya sakit banget hati Kei,' batinnya, ia mengusap air matanya. 

***

"Aaarghh! Kenapa jadi kayak gini, sih? Kalau ketahuan sama Papa dan Keisya cabut dari rumah bisa-bisa Papa ceramahi aku lagi," gerutu Indra seorang diri. 

Hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya ialah ketika perempuan yang beberapa menit tadi ia bela di depan istrinya, memang mulanya hanya meminta maaf saja. Namun, usai melihat pertengkaran antara dirinya dengan Keisya. Perempuan itu senyum-senyum sendiri dan berusaha mendekati Indra.

Menemukan kejanggalan yang terjadi pada perempuan itu. Indra bergegas menjauh dari perempuan itu. Ia meninggalkan ruangan tersebut, tetapi perempuan itu mengejarnya.

"Kamu sakit jiwa apa gimana, sih? Lepasin tanganku, gak, Jes!" protes Indra dengan nada suara meninggi, tetapi perempuan itu malah makin menggila. "Wah-wah. Bahaya ini, kamu kelewat stress jadinya kayak gini. Lepasin, Jes!" 

"Nggak mau, Ndra! Kamu gitu amat sih sama aku?" 

'Bener-bener nih perempuan. Nggak bisa dikasih ampun lagi! Kayaknya sekarang aku harus pergi dari rumah, ya … aku mesti susul Keisya.' 

Demi bisa tangannya terlepas dari Jessica. Indra memanggil pelayannya. Ia mengedipkan sesuatu pada Bi Ani yang beberapa menit setelahnya sudah ada di bawah. Ya, posisi Indra dan Jessica berada di tengah-tengah tangga. Perempuan itu mengungkungnya, sehingga ia tidak dapat pergi ke mana-mana. 

Sementara itu, di bawah Bi Ani tiba-tiba melakukan sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Indra. 

"Iya halo. Benar di sini rumahnya Tuan Muda Indra. Ada keperluan apa, ya?" tanya Bi Ani kepada seseorang di balik telepon. "Oh. Non Jessica ada di sini, kenapa ya?" lanjut Bi Ani bertanya lagi. 

"Apa?!" 

Indra mengerutkan keningnya. Sama halnya dengan Indra, Jessica perlahan melepaskan cengkeramannya dan pada akhirnya ia pun turun menemui Bi Ani yang tengah menerima panggilan itu. 

'Perasaan tadi nggak ada bunyi telepon deh. Bi Ani kenapa bisa sampai nelepon kayak gitu, siapa yang dihubungi sama dia atau jangan-jangan emang ada yang dia hubungi, ya?' 

"Apa?! Jadi, Tuan ngabarin ke sini mau kasih tahu ke Non Jessica agar segera ke rumah sakit. Memangnya siapa yang sakit, Tuan, kalau boleh tau?" 

Indra belum bergerak sama sekali. Ia masih memperhatikan dari atas, melihat raut wajah Jessica yang mendadak memerah, penuh penasaran sama halnya dengan dia pribadi. Ia makin lama makin penasaran. Apa sebenarnya yang dilakukan oleh Bi Ani? 

"Bi! Siapa yang nelepon ke Bibi, sih? Bukannya nggak ada suara panggilan dari tadi, ya? Bi!" panggil Jessica begitu terus menerus.

Bi Ani tidak menanggapi. Bahkan semakin membuat Jessica juga Indra—sebagai majikannya sama-sama dilanda penasaran. Namun, selangkah demi selangkah kini ia pun mulai turun dan mendekat ke arah mereka. 

"Bi! Beritahu aku apa yang terjadi?" pinta Jessica setengah memaksa.

"Apa?! Apa, Tuan? Jadi mamanya Non Jessica masuk rumah sakit karena kelindes truk? Innalilahiwainnailahi rojiun. Turut berduka, ya, Tuan. Nanti akan saya sampaikan," sahut Bi Ani. 

Baru saja selesai Bi Ani menyelesaikan ucapannya. Jessica menjerit seraya menyebut-nyebut nama mamanya. Perempuan itu pun lekas pergi melupakan tujuan utamanya datang ke sana. 

"Bagus. Dari tadi kek, Non, perginya. Jadinya Bibi nggak perlu bohong." 

Bi Ani menyimpan kembali telepon rumahnya ke tempat sebelumnya. Sementara itu, Indra mencerca Bi Ani dengan berbagai macam pertanyaan. Yang salah satunya tak lain, "Apa benar memangnya, Bi? Kalau mamanya Jessica kelindes truk?" 


~ Bersambung ~

Bagaimana part ini menurut kalian, ges? Komen, ya!

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang