- Selamat Membaca -
Setelah semalam melakukan pernikahan secara diam-diam. Pagi ini sepasang pengantin baru itu tampak sudah bersiap akan pergi ke kampus. Indra—-sebagai sang siami dan sudah berhak atas hidup Keisya memperingatkan gadis cantik itu agar mengubah tampilannya—-awalnya Keisya menolak bahkan di antara mereka sempat terjadi perdebatan panjang. Akan tetapi, Indra tak pernah bosan untuk memberikan nasihat pada gadisnya.
Itu pun demi kebaikannya, kan?
“Bagaimana kalau nanti semua orang melihat tampilan Kei yang seperti ini justru Kei diledekin?”
Kalimat pertanyaan itu muncul ketika mereka tengah di perjalanan menuju ke kampus. Indra menggunakan mobil mewahnya—-Mercedez bench berwarna hitam pekat—-agar dapat melindungi Keisya dari debu jalanan dan paparan sinar matahari. Indra begitu sabar kembali menjelaskan kepada Keisya mengenai pertanyaannya itu.
“Kei! Dengerin, ya. Um … bukan maksudnya menggurui atau kayak gimana, gue eh aku … aku pernah denger nasihat dari almarhumah mami, di mana aku harus jadi laki-laki yang baik, suami yang baik untuk istrinya dan mengajak dia ke jalan kebeneran. Pernah dengar, kan, kalau aurat wanita itu dari ujung rambut sampai ujung kaki kecuali telapak tangan dan wajah? Wajah pun ada baiknya ditutupi pakai cadar,” jelas Indra, sesekali pandangannya mengarah ke sang istri kecilnya.
Jujur saja dia setelah menikah tak lagi tengil atau bersikap menyebalkan. Indra yang seringkali membuat Keisya darah tinggi pun, nyatanya hilang.
“Jangan pedulikan bagaimana tanggapan orang lain, lebih baik kita terlihat buruk di depan manusia dibanding buruk di hadapan Allah SWT,” lanjut Indra menjelaskan.
Sesungguhnya, sikap Indra yang seperti ini perlahan membuat hati Keisya yang sekeras batu melunak sedikit demi sedikit. Ketakutan dan keengganan terhadap dunia pernikahan nyatanya perlahan memudar. Menikah apalagi dengan orang yang tepat tidaklah seburuk yang dipikirkan.
“Kei hanya takut, Kak. Mereka itu teman-teman Kei, mereka—-”
“Bertermanlah dengan mereka yang memang tulus ingin berteman sama kita. Yang kelihatan mernurutmu terbaik, belum tentu menurut Allah baik untukmu.”
Keisya mengerucutkan bibirnya. Ungkapan kalimat Indra mengingatkannya akan maminya yang selalu menasihatinya tentang batasan ketika berteman. Memangnya apa salah kalau kita bahagiakan teman, kan?
Hem, kayaknya Keisya ini masih dalam tahap menuju dewasa masih terlihat kekanak-kanakkan.
—-- Mereka telah sampai di parkiran kampus. Senangnya Indra dan Keisya berada dalam satu fakultas yang sama, hanya saja Indra berbeda tingkatan dengan Keisya. Mobil mewah mengkilap milik pemuda tampan satu ini sudah terparkir rapi bersama deretan mobil lain. Indra sudah melepas sabuk pengamannya. Sementara, Keisya terlihat masih melamun.
Paham dengan suasana hati Keisya. Indra menggenggam tangan gadisnya itu, lalu mengangguk memberikan pertanda bahwa Keisya pasti bisa lewati semuanya.
Nyatanya, di balik ketenangan yang disimpan dalam hati dan pikiran Keisya membuat dirinya perlahan teeganti oleh pikiran-pikiran negatif. Ditambah begitu keluar dari mobil, beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang ada di sekitar parkiran melihat ke arah Keisya dengan pandangan beragam serta tak lupa kalau ada yang berbisik-bisik.
“Itu beneran Keisya?”
“Bukannya dia itu biasanya pake pakaian minim, ya? Kayak cabe-cabean yang nangkring di pinggir jalan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding [ Revisi ]
RomancePernikahan adalah hal yang menakutkan menurut Keisya. Dengan alasan itulah, ia selalu menolak untuk berpacaran. Namun, saat memasuki dunia perkuliahan, bisnis keluarganya mengalami kebangkrutan. Tidak ada pilihan, kedua orang tua Keisya berniat menj...