~ Part 11. Terasa Sakit ~

177 23 0
                                    

~ Heyooo ... selamat malam gud nait, semuanya. Bismillah, part 11 sudah update. Jangan lupa baca dan komen and share, ya,! Biar othor seneng. Luv yu all. ~

~ Happy Reading ~

"Dasar orang jahat, suami nakal kamu, Kak!" umpat Keisya pada Indra yang kini pemuda itu sudah membuka matanya, sembari mengucek-ngucek. 

Bukan sekedar khayalan seperti yang ia pikirkan sebelumnya saat Indra mengurung istri sendiri di kamar di bawah tangga. Pagi ini dan malam itu semua benar-benar telah berubah dan nyata terjadi. Keisya sekarang gagu, gugup setengah kesal. Ingin ia memaki-maki suaminya, tetapi ia menyadari tidak ada yang salah dalam hal ini. Pernah ia membaca sebuah artikel yang mana sebagai istri ia tidak boleh menolak saat suami meminta haknya. 

Lantas, harus apa ia sekarang saat Indra sudah terbangun. Mulut Keisya seakan terkunci dan hanya bola matanya yang kini tengah memandang imamnya ini. 

"Jangan lama-lama memandang kayak gitu, nanti beneran jatuh cinta loh. Susah dong nanti buat kamu bisa gagalin pernikahan kita ini," sindir Indra, yang mana pemuda itu lebih dulu beranjak dari tempat tidur sembari meraih handuk dan dililitkan di pinggangnya. 

Lagi dan lagi Keisya dibuat tak menentu dan gugup saat di depan Indra setelah kejadian malam tadi. Keisya melihat langkah Indra yang perlahan makin menjauh dan pemuda itu berdiri di depan pintu, kemudian membukanya. 

Penasaran siapa yang datang dan apa yang ingin disampaikan oleh suaminya ketika menemukan lawan bicaranya memakai handuk saja tanpa menutupi bagian atasnya. Keisya mengikuti langkah suaminya, Keisya tak lagi berada di atas ranjang yang hanya selimut tebal menutupi tubuhnya. Namun, ia sudah kembali berhijab dan memakai pakaian tidurnya. 

'Aduh, kok rasa-rasanya bagian itu terasa sakit banget, ya? Ya Allah ini kenapa lagi, kenapa Kei harus ngalamin nyeri kayak gini? Mami, Papi. Keisya nggak tahan,' batinnya. 

Gadis itu melangkah dengan begitu perlahan bahkan bisa dibilang sangat lambat, lebih lambat daripada kura-kura maupun undur-undur. Ah, entahlah intinya binatang yang jalannya lambat saja. Tidak tahu apa. 

'Aaargh, Mami! Sakit bagian itu Keisya, gimana ini mau jalan kalau keadaannya kayak begini.' 

"Astagfirullahalazim," ucap seseorang dari balik pintu. 

Keisya tidak dapat melihat orang tersebut, dikarenakan postur tubuh Indra yang tinggi dan sedikit berisi itu menjadikan lawan bicara suaminya ini terhalang oleh ketinggiannya. Meskipun begitu dalam kondisi Kei yang kesakitan seperti ini, ia tetap melangkah dan melihat siapa yang telah membuat paginya kacau. 

"Tuan Muda astagfirullah. Kenapa nggak pakai baju dulu atau gimana gitu, apa jangan-jangan Tuan Muda habis lakuin sesuatu semalam sama Non Kei, ya?" 

Kini Keisya berhasil melihat siapa yang datang. Pelayan itu tengah berdiri kurang lebih sekitar tujuh langkah dari posisi Indra sekarang. Tidak mau pelayannya berpikir macam-macam, sebisa mungkin Keisya menarik lengan suaminya dan menyuruh lekas mandi. 

"Apaan, sih?" Indra sedikit tidak menyukai cara Keisya menariknya.

Namun, Keisya memelototi suaminya. Bodo amat bila nantinya Keisya menerima hukuman dari pemuda jangkung itu. Yang penting baginya ialah, "Mandi sekarang cepat, biarkan Kei di sini sama si bibi. Kasihan dia lihat kamu telanjang kayak gitu, bisa-bisa dia—-"

"Apa?" potong Indra setengah menggoda Keisya, " … tertarik? Memangnya kamu nggak cemburu? Oh … bentar-bentar …." 

"Ihhh! Jadi laki nyebelin amat, sih. Pergi mandi sekarang nggak?! Kalau nggak Kei laporin ke mami Kei, mau?" 

"Iya-iya." 

Merasa bahwa dirinya telah memastikan Indra pergi ke toilet. Keisya membalikkan badan dan ia menghadap sembari mendekati pelayannya itu. Keisya meminta Bi Ani untuk membuka matanya, ia mengatakan kepada wanita paruh baya itu jika suaminya telah masuk ke toilet. 

"Apa itu benar, Non Kei?" tanya Bi Ani. 

"Iya, Bi. Kalau nggak percaya coba buka mata aja dulu, lihat siapa di depan Bibi sekarang?" balas Keisya. 

Bi Ani menurut. Wanita paruh baya itu pun membuka matanya, tampak sebuah senyuman terlihat di wajah keriputnya. Keisya pun sedikit lega, melihat pelayannya sedikit membaik. 

"Oh iya. Ngomong-ngomong Bibi ada apa sampai ketuk pintu dan bangunin kami?" Sampai lupa hendak bertanya apa tujuan pelayannya tersebut mengetuk pintu. Alhasil, Keisya dapat mengingatnya. 

"Itu, Non. Sekarang sudah jam delapan loh, bukannya kata Non semalam itu ada kuliah pagi? Bibi sih takut Non kesiangan. Pas pintu kelihatan ada yang bukain, Bibi pikir itu Non yang keluar. Tahunya Tuan Muda mana hanya memakai handuk saja," tuturnya panjang lebar, mengungkapkan apa yang dirasa. 

Untuk masalah Bi Ani menemukan suaminya memakai handuk, Keisya meminta maaf kepada pelayannya—Bi Ani. Namun, mengingat Bi Ani usianya sudah tak lagi muda dan mendadak pikiran Keisya teringat kejadian semalam juga sesuatu yang Keisya rasakan pasca bangkit dari tempat tidur. 

Sebelum memutuskan bertanya, Keisya menoleh ke kiri ke kanan. Ke depan maupun ke belakang. Ya bukan karena apa, sih. Ia hanya khawatir bila mana nantinya begitu ia bertanya hal sensitif ini pada Bi Ani. Seseorang mengetahuinya atau bahkan bisa jadi Indra tiba-tiba datang dan mengejeknya. Maka dari itu Keisya memastikan terlebih dahulu bahwa tidak ada siapa-siapa. 

"Non Keisya sebenarnya ada apa, sih? Bibi jadi bingung lihat Non celingak-celinguk kayak gitu," ujar Bi Ani seraya menggaruk kepala bagian belakang. 

Semenit setelahnya, Keisya pun menjawab pertanyaan Bi Ani. Akan tetapi, masih dengan situasi mengamati takut ada orang lain yang mendengarkan perbincangannya. "Nggak ada kok, eh tapi Bi. Kei mau tanya sesuatu sama Bibi boleh? Ada yang pengen Kei tanyakan." 

Bi Ani mengangguk-angguk memberi tanda paham dan mempersilakan Nona mudanya ini berkata. 

"Tapi jangan di sini, deh, Bi. Agak jauhan dari kamar Kei, ya! Kei takut ada yang dengerin nanti, bisa-bisa Kei diejek atau bahkan pertanyaannya nanti jadi bahan bulian siapa gitu," tambah gadis itu. 

Ia dan pelayannya itu sedang berada di dekat tangga. Berbincang serius, sesekali terlihat tawa yang seperti ditahan dari Bi Ani. Mengetahui akan mendapat respons seperti ini, Keisya menutup wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangannya. 

"Non saran bibi langsung ke inti saja. Kalau begini Bibi nggak kuat buat nunggu, malah yang ada bibi pengen ketawa. Non Kei salah tingkah gitu," kata Bi Ani. 

Dengan susah payah mengumpulkan keberanian itu, Keisya pun mantap menceritakan apa yang ingin ia tanyakan pada Bi Ani. "Kei tahu Bibi usianya udah 50 tahun lebih dan Bibi juga udah punya suami dan anak. Iya, kan?" Pertanyaan pertama berhasil lolos dari mulut Keisya, diikuti anggukan oleh Bi Ani. 

"Kei hanya mau tanya sesuatu, tapi-tapi Bibi janji dulu sama Kei buat nggak bilang ini ke siapa-siapa? Ini hanya akan menjadi rahasia antara kita berdua. Bagaimana, janji atau tidak?" 

"Aduh, Non. Bibi penasaran ini, ada apa?" 

Keisya mengembuskan napasnya perlahan, "Iya. Tapi janji dulu!" 

~ Bersambung ~



Kira-kira Keisya mau bilang apa sama Bi Ani, ya? Keisya sebenarnya nyeri karena apa coba?

After Wedding [ Revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang