3. Two Different Sides

1K 98 17
                                    

"Chaeyoung, kenapa kemari?"

Pertanyaan Jennie bernada sebal karena Jennie tahu apa yang akan menyambut Chaeyoung begitu sampai di rumah nanti. Jarak antara rumah mereka dengan sekolah asrama Jennie sekitar tiga puluh kilometer. Dengan menggunakan taksi, jarak itu ditempuh kurang lebih selama 57 menit. Itu pun kalau tidak macet.

"Ini sudah pukul delapan malam, Chaeyoung. Kau akan sampai di rumah pukul berapa nanti? Appa dan Eomma akan memarahimu."

Chaeyoung bersikap santai. Sebenarnya hanya berusaha terlihat santai. Walaupun sudah sering Chaeyoung dimarahi, tetap saja bentakan Siwon selalu membuat Chaeyoung bergidik.

"Unnie, ini ponselku. Sekarang giliranmu yang menggunakannya. Aku juga membawakan..." Sembari mengambil sesuatu dari totebag-nya Chaeyoung sengaja menjeda kalimatnya demi mengundang rasa penasaran Jennie. "Tanghulu strawberry kesukaanmu." Chaeyoung sudah mengatakannya dengan sangat bersemangat. Namun, reaksi Jennie tetap tidak seantusias Chaeyoung.

Jennie tetap mengulurkan tangannya, menerima tanghulu itu. Segera tersenyum senang pada Chaeyoung setelahnya. Sedikit aneh sebenarnya, tapi mereka merasa hanya memiliki satu sama lain meski dikaruniai keluarga yang lengkap.

"Bawa saja ponselnya. Kalau Appa dan Eomma sampai tahu, kau juga akan dimarahi nanti."

"Jadi, aku datang jauh-jauh ke sini hanya untuk mengantar tanghulu?"

"Iya, pulanglah."

"Unnie, kita bahkan belum pergi ke pemandian air panasnya. Aku mau ke sana. Bersamamu. Aku ingin bermain denganmu."

Jennie berniat menolak. Dia dan Chaeyoung memang selalu menyempatkan waktu untuk pergi ke pemandian air panas setiap kali Chaeyoung datang berkunjung. Namun, sepertinya tidak untuk hari ini. Beberapa memar di tubuh Jennie pasti akan terlihat jika Jennie menuruti keinginan Chaeyoung.

"Lain kali saja ya, Chaeyoung. Kau pulang saja sekarang. Pulanglah sebelum Appa sampai di rumah."

"Tapi, ambil saja ponselnya. Unnie bisa menghubingiku kapan pun, oke?"

Jennie bingung dengan yang Chaeyoung katakan. Menganggap Chaeyoung tidak serius dengan ucapannya. Bagaimana mungkin Jennie menghubungi Chaeyoung kapan saja sedangkan ponsel Chaeyoung saja ada di tangan Jennie sekarang. Biasanya pun Jennie hanya menggunakannya untuk bermain game atau sekadar mengecek perkembangan dunia luar.

Chaeyoung yang memahami raut wajah Jennie, mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

Jennie melebarkan mata dan mulutnya. Tidak mungkin Chaeyoung mendapatkan ponsel baru itu dari ayah atau ibu mereka. Tidak mungkin juga mencurinya.

"Rosie Posie did it again. Anak orang mana lagi yang kau manfaatkan ha?"

"It's Rosé. Aku tidak memanfaatkan siapa pun, Unnie. Mereka melakukannya dengan sukarela."

"Terserahlah." Jennie mengambil semua uang yang tersimpan di saku bajunya. "Ini, untuk ongkos pulang. Naik taksi saja supaya langsung sampai rumah. Ini sudah malam."

Chaeyoung menerimanya meski malu-malu. "Ini memalukan, Unnie. Aku tidak bisa meski ingin menolaknya."

Jennie tertawa menatap Chaeyoung yang tersipu tapi tetap menerima uangnya. "Sudah-sudah. Kau membuatku tertawa malam-malam. Pulang sana."

Jennie dan Chaeyoung saling menatap agak lama. Mereka tahu yang dirinya sendiri-sendiri inginkan. Jennie tahu dirinya ingin memeluk Chaeyoung. Chaeyoung tahu dirinya ingin memeluk Jennie. Namun, mereka juga saling menilai bahwa meminta pelukan itu sesuatu yang terlalu sok dramatis.

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang