61. Exposed

408 61 6
                                    

Jisoo menatap diri di lubuk cermin, dalam suasana remang kamarnya, di mansion Choi. Memandang baik-baik setiap fragmen wajahnya. Kemudian menurunkan pandangan bersama senyum tersipu.

Jisoo mengernyit untuk menghentikan diri. "Hentikan." Namun, detik berikutnya melompat ke ranjang dengan kikikan tawa yang dia redam dengan menenggelamkan wajah ke bantal.

Jisoo telentang hanya ditemani suara nafasnya. Meski hari ini mungkin akan terasa memalukan dalam satu waktu dia mengingat, dia ingin terus mengingatnya. Terasa cinta dari seluruh dunia cukup miliknya.

Wajah datarnya kembali, tiba-tiba merasa terlalu tua untuk mengeluarkan reaksi seperti itu.

Tatapannya menetap pada satu arah serupa pikirannya.

Satu malam saja tinggal sendirian, dia menyadari beberapa hal. Bahwa tidak ada tempat yang lebih nyaman dari rumahnya, tak peduli seindah apa pun pemandangan luar jendela apartemennya. Bahwa keramaian seluruh anggota keluarga rumah ini sangat lebih baik daripada kesunyian karena tinggal sendirian. Bahwa hanya di rumahnya ini dia bisa makan tanpa repot. Rumah ini dan seluruh isinya sangat berharga, lebih dari apa pun.

Jisoo mengangkat setengah tubuh untuk melihat ke pintu ketika mendengar suaranya. Duduk bersila begitu melihat Jennie yang datang.

"Menjemputku?"

"Kau anggap dirimu sepenting itu?" Jennie duduk di pinggir ranjang menghadap Jisoo. "Kelihatannya kau bahagia sekali setelah mengeluarkan sedikit keluhanmu."

"Yap." Tetap pada posisi duduknya, Jisoo mendekat ke sisi ranjang dan melompat turun. "Tapi bukan itu yang paling membuatku bahagia."

Jisoo berjalan ke sofa panjang tanpa sandaran di depan ranjang, mengambil jas peach yang menjadi outer favoritnya sejak tadi sore. Memeluk juga mencium baunya.

Jennie berdiri di balik punggung Jisoo, merasa ragu untuk mengganggu. Dia tidak sepenuhnya memahami, namun terlihat kakaknya sedang dalam suasana hati terbaik.

"U-unnie ... aku tau kau tidak begitu berpengalaman dengan yang ingin kubicarakan ini. Aku ... ingin membicarakan ini denganmu karena kau lebih tua dariku, dan mungkin ... yah begitulah. Aku ... ingin minta pendapatmu."

Jisoo berdiri berbalik. "Kurasa kau yang paling tau, jangan merendahkan seseorang padahal kau ingin meminta saran darinya. Antara sikap dan keinginanmu tidak boleh bertentangan."

Melalui senyum kakaknya, Jennie memahami itu sebagai kesungguhan juga usaha Jisoo meleburkan kebimbangan Jennie. Jennie bisa mengatakan apa pun dengan leluasa.

"Ini tentang Taehyung——"

Wajah Jisoo mengendur dari senyuman, menarik Jennie duduk di sofa. Menebak kerumitan masalah ini, sehingga menatapnya penuh saksama.

"Kenapa? Akhirnya sadar kau telah memilih kursi yang salah? Ada apa? Dia meninggalkanmu? Tentu saja dia meninggalkanmu karena akhirnya tau kegalakanmu. Dia selingkuh? Sudah kubilang kebanyakan pria merasa tidak cukup hanya dengan satu wanita."

"Oke." Jennie berdiri. "Sudah kuduga ide yang buruk meminta pendapat darimu." Membuat langkah untuk meninggalkan kamar itu.

"Kalian berencana menikah?"

Cukup kuat untuk menarik Jennie putar balik dengan cepat. "Tentu saja tidak." Jennie tersadar, menahan reaksinya tetap pada batas normal. "Maksudku belum sampai ke sana. Aku ingin menikah dengannya tapi tidak dalam waktu dekat."

"Lalu?"

Jennie menghapus jarak dengan melangkah lebih dekat. "Menurut Unnie, tidak apa-apa kalau aku mengenalkan Taehyung pada Appa dan Eomma? Kami sudah berhubungan cukup lama, jadi kurasa ... saling mengenalkan pada orang tua masing-masing akan memperkuat hubungan kami? Bukan begitu?"

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang