65. The Last Bite

444 66 16
                                    

"Sooyaa, ulurkan tanganmu. Yang kiri."

Jisoo menatap ibunya di kursi depan, di samping ayahnya yang mengemudi.

Yoona menarik lengan Jisoo merasa gerakannya terlalu lambat. Bahkan untuk mengulurkan tangan saja dia terlihat masih berpikir.

Jisoo mengangkat diri untuk duduk lebih tegak, sedikit condong ke depan.

Mata Jisoo tak teralihkan melihat tangan ibunya melepas arloji dari pergelangan tangannya, lalu memasangkan yang baru.

"Eomma tidak berniat memilih yang ini, tapi Jennie bilang yang ini lebih trendy? Eomma rasa Eomma belum setua itu hingga tidak bisa lagi mengikuti perkembangan zaman."

Jisoo menarik lengannya. Menatap jam tangan kotak dengan strap kulit berwarna cokelat yang sudah terpasang.

"Kau sering mengabaikan telepon Eomma, jam itu akan selalu mengingatkanmu waktunya pulang untuk makan malam. Sepertinya kau sengaja membuat ponselmu dalam mode hening."

Jisoo mengusap permukaan jam tangannya. "Aku tidak pernah mengubah ponselku ke mode hening, Eomma."

"Itu bagus untukmu, Jisoo-ya." Siwon menatap melalui spion tengah. "Appa tidak pernah mendapat jam tangan seperti itu. Eomma bahkan sengaja lupa menelepon Appa untuk mengingatkan makan."

"Itu karena kau tidak butuh diingatkan," balas Yoona cepat dan tajam. "Kau pasti lebih suka karena bebas makan di luar."

"Apanya? Kau tetap memaksaku makan di rumah meski tau aku selalu pulang malam."

"Kau pasti makan dua kali, pertama di luar, lalu makan lagi di rumah supaya aku tidak curiga."

"Menurutmu kalau benar begitu kau masih bisa memuji tubuhku yang selalu kau sebut seksi ini?"

"Choi Siwon, ada putrimu!"

Jisoo menunduk menutupi tawanya. Selanjutnya mendongak mengangkat kedua tangan dengan semangat. "Appa, Eomma! Terima kasih kopinya!"

"Lihat wajahmu, kau sangat bahagia?"

Jisoo mengangguk-angguk cepat. Meski diserang suara hujan deras dan mendung menakutkan, ini tetap momen yang tak akan pernah tergantikan. Jisoo merasa dirinya sedang menjadi anak semata wayang yang paling disayang. Lisa pasti sangat kecewa.

"Aku suka melihat Appa dan Eomma bertengkar kalau pertengkarannya seperti ini. Appa dan Eomma sama saja dengan kami berempat."

Namun, kegelisahan itu ada pada wajah Siwon. Kakinya berulang kali menekan pedal rem yang tidak memberikan dampak apa pun.

"Siwon-ah, ada apa?"

"Aku tidak bisa menghentikan mobilnya. Mungkin ... mungkin remnya blong."

Telinga Jisoo cukup tajam untuk mendengar masalah itu. "Eomma, Appa, apa yang terjadi?"

"Sooyaa, tetap di tempatmu. Pegangan yang erat."

Itu yang Jisoo lakukan. Ibunya menatapnya penuh kekhawatiran. Ayahnya sedang dilanda keresahan masih berusaha mengendalikan arah mobilnya melaju.

"Sooyaa, kita akan baik-baik saja."

Namun, Jisoo melihat sebuah truk di depan mereka.

Jisoo menangkap sekejap mata raut kesakitan ibunya sebelum dia sendiri merasakan tubuhnya terpental. Hantaman sangat keras, yang menggelapkan seluruh pandangannya. Kegelapan yang mengerikan, rasa perih yang terlalu terang.

............

Air yang menghujani wajahnya membawa kelopak mata Jisoo terbuka. Dunia tampak kabur dari sini.

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang