Siwon memasuki kamar. Dia melihat Yoona terbaring miring dengan selimut menyelimuti setengah tubuhnya. Siwon ragu Yoona sudah tertidur. Meski sudah tertidur pun, biasanya Yoona akan terbangun begitu Siwon membuka pintu kamar mereka.
"Jika kau belum tidur, aku ingin bicara denganmu. Bicaralah padaku. Diam saja akan membuat semuanya menjadi lebih buruk."
"Kau tidak suka pada Jinyoung tapi suka pada ibunya. Itu yang ingin kau bicarakan?" Yoona tidak berpindah posisi. Tidak ada ketertarikan sedikit pun untuknya kembali berunding dengan Siwon terkait hal yang hanya akan semakin membuka luka hati.
Siwon duduk jongkok di depan istrinya. Memegang tangan Yoona dengan kedua tangan. "Yoona-ya, ini terakhir kalinya. Aku berjanji padamu."
Yoona membuka mata, menatap Siwon penuh, tak lama kembali terpejam. Bukan pertama kali Yoona mendengar janji seperti itu. Tiada guna mengucap janji yang tidak akan ditepati.
"Aku berjanji akan mengajak anak-anak ke pantai besok, ikutlah bersama kami."
"Jangankan hanya ke pantai, setiap hari aku masih di sini itu bukan karena siapa pun. Aku masih di sini hanya demi mereka. Meski kau masih terus seperti biasanya dan tidak berubah, aku akan tetap di sini. Tapi ketahuilah satu hal Siwon, tidak akan ada wanita lain yang mau melakukan hal yang kulakukan ini. Tidak Ha-nee atau yang lainnya. Namun, tetap saja kau mencari orang lain."
Air mata Yoona meninggalkan tempatnya menggunung ketika Siwon memeluk bahkan terisak di lehernya.
"Maafkan aku. Sungguhan. Aku sungguh meminta maafmu."
Yoona menekan tengkuk Siwon sehingga wajah Siwon menempel pada leher Yoona. Dalam adegan puluhan detik itu, Yoona menyimpulkan satu hal. Siwon memang begitu mencintainya, tapi mungkin satu wanita memang tidak akan pernah cukup bagi seorang pria. Lalu satu hal yang Yoona takutkan, dirinya sudah tidak punya perasaan sedalam itu untuk Siwon.
__________________
Meski sudah duduk bersebelahan dengan Jennie di dalam mobil van bintang lima yang dikemudikan oleh Siwon sendiri, baik Jisoo atau Jennie tetap memprioritaskan ego mereka. Di belakang mereka berdua, Chaeyoung banyak bicara seperti biasa pada Lisa. Namun, itu tidak berarti dinding kemarahan Chaeyoung pada Jisoo sudah runtuh.
Begitu sampai di pantai, Jisoo tetap tidak bisa menikmati ketenangan meski suasana sedang dihiasi cuaca cerah, semilir angin, dan harmoni suara ombak serta gemilau biru air laut. Jisoo sibuk merasa dikalahkan ketika ketiga adiknya seolah bekerja sama untuk membuatnya terlihat menyedihkan dengan bermain bersama tanpa mengajak kakak tertua mereka.
"Oke, mereka pikir aku akan butuh mereka?" gerutu Jisoo dalam hati. Padahal itu hanya pikirannya saja yang terus menerus melontarkan prasangka buruk.
Tidak ada satu pun dari ketiga adiknya yang sengaja melakukan itu. Jennie dan Chaeyoung bersikap seolah tidak peduli karena Jisoo melakukan hal serupa pada mereka. Sedangkan Lisa takut mendekati Jisoo karena Jisoo hanya diam sejak berangkat, dan biasanya Jisoo juga tidak suka didekati.
Jisoo mencari kesibukan dengan membantu menata barang-barang bawaan.
"Sooyaa, biar Eomma dan Appa saja yang melakukannya. Kau temani adik-adikmu."
Jisoo menatap ibunya dengan hati menggerutu tidak mau menuruti itu. Namun, Jisoo sebenarnya juga tidak ingin berdiri sendiri di antara ayah dan ibunya. Selain terasa hening, Jisoo juga takut kehadirannya jadi penghalang bagi ayah dan ibunya membahas bahasan orang tua.
Dengan langkah yang sengaja diperlambat Jisoo menghampiri adik-adiknya. Lisa masih berdiri di bibir pantai, sementara Jennie dan Chaeyoung berada lebih depan bersentuhan dengan air laut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
FanfictionTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...