Pintu rooftop terbuka hingga terantuk dindingnya dengan keras. Bibir Lisa melukis senyum penderitaan. Besok semuanya akan berakhir. Tidak semua, dia akan tetap hidup, dengan beban malu seumur hidup.
Kaki Lisa menapak yakin di pembatas pendek atap sekolahnya. Lihat di sana, hanya keramik yang akan menangkap tubuhnya andai kata jatuh. Setidaknya dia tidak akan tenggelam dalam lautan malu, kecemasan, dan tekanan yang setiap saat membuat sulit bernafas.
Lisa mengingat ayah dan ibunya, mengingat kedua kakaknya, dan kembarannya. Semua kebahagiaan yang kini terasa menyesakkan, dia juga ingat.
Satu kaki Lisa melangkah menapak udara, namun tangannya diseret seseorang. Dia jatuh di tempat yang tidak dikehendaki.
Kedua mata Lisa terbuka lebar tanpa berkedip, belum sadar penuh kini sedang tengkurap bersandar di atas tubuh seseorang.
Lisa merasa kembali pada kehidupan ketika lengan seseorang melingkar lebih erat di punggungnya.
Jisoo memejamkan mata merasakan nyeri tak tertahankan di tenggorokan, disebabkan luapan luka perasaan yang tidak dapat dijelaskan.
"Kau baik-baik saja?" Kalimat itu mendesir lembut di telinga Lisa, disusul suara nafas yang mulai beraturan.
Chaeyoung membantu Lisa bangkit dari atas tubuh Jisoo. Mengusap pipi Lisa dengan lembut, demi menarik perhatiannya. Lisa ada di sini, tapi entah ada di mana jiwanya.
Beberapa saat Jisoo memperhatikan tatapan sejuta makna Chaeyoung pada Lisa. Chaeyoung dengan sabar menunggu Lisa benar kembali ke sini.
Dengan pelukannya Jisoo menyatukan mereka. Beberapa saat kemudian melepaskan pelukan. Jisoo dan Chaeyoung sama-sama menatap hanya pada Lisa. Lisa tidak lagi berpikir tadi. Dia benar akan jatuh kalau tidak ditarik.
"Mari pulang, Lisa."
"A-aku akan habis besok." Lisa memegang lengan Chaeyoung dan Jisoo dengan gemetar. Menatap mereka dengan kecemasan pelik yang terpampang jelas di wajah.
Nafas Lisa tak beraturan mulai terasa sesak. Chaeyoung sigap mengambil inhaler di tas Lisa, memberikannya pada Lisa.
Mata Lisa memandang Chaeyoung, tidak benar-benar sadar yang dia lakukan. "S-saeron. D-dia punya fotoku, Chaeyoung." Lalu mata Lisa kembali pada Jisoo. "Aku tidak mau pulang." Lisa sedikit menjauh. Menangis menutupi wajahnya dengan memeluk lutut.
Chaeyoung dan Jisoo merasa tidak mengenalinya. Ketakutan itu benar-benar menelan Lisa. Mereka tidak pernah melihat Lisa dengan ketakutan sebesar itu. Ketakutan yang membuatnya menyerah menghadapi kehidupan.
Jisoo menatap pada Chaeyoung. "Siapa Saeron?"
Kedua kali ini Chaeyoung tahu Jisoo bisa membiarkan matanya yang merah dilihat orang. Itu masih hal yang tidak biasa baginya.
"Dia sekelas dengan Lisa sejak SMP, sekarang juga."
"Foto apa yang Lisa maksud?"
"A-aku tidak tau, Unnie."
Jisoo mendekati Lisa. Memegang lengannya dengan erat. "Di mana dia, Lisa? Bilang padaku."
Chaeyoung menarik lengan baju Jisoo karena suara Jisoo mulai meninggi pada Lisa. "Dia ikut ekskul judo, Unnie. Aku sering melihat dia dan komplotannya di kolong dekat gudang."
"Seperti apa anaknya?"
Chaeyoung ikut mendekat pada Lisa. "Lisa, mana ponselmu?"
Lisa menepis keras tangan Chaeyoung yang ingin mengambil ponselnya. "Kenapa kalian tidak mengerti?! Dia punya fotoku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
Fiksi PenggemarTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...