38. Sincere Expression

777 102 20
                                    

Jisoo berdiri di depan kamar Jennie. Jisoo sudah mengetuk pintu tiga kali dalam sekali percobaan. Dia sedang menunggu Jennie membukakan pintu.

"Apa Eomma memanggilku untuk makan malam?"

"Y-ya, tapi ... bukan untuk itu aku--"

"Oke, kalau begitu kita harus segera ke sana."

Jisoo sedang memaksa diri berusaha lebih. Dia harus bisa menolak mengalah lagi dan mengutarakan tujuan utamanya mengetuk pintu kamar Jennie.

"Jennie," panggil Jisoo dibarengi sedikit nada kesal. "Kau tidak seperti ini sebelumnya. Yang terjadi tadi pagi di sekolah, kita harus membicarakannya."

"Aku tidak ingin membicarakannya. Aku tidak suka mengingatnya. Aku memang sedang marah padamu. Semuanya sudah jelas. Apa lagi yang mau kau bicarakan?"

"Aku ... aku ingin kau marah-marah padaku!" Nada Jisoo sedikit meninggi, kesal pada diri sendiri karena tidak bisa mengubah yang telah lalu. "Aku ingin semuanya kembali normal. Aku tau ini egois, makanya tidak bisa memaksa." Suara Jisoo melemah.

"Itu sudah paham, maka diam saja."

"Tapi--" Jisoo menahan diri agar tidak berkata lebih marah.

Jisoo menatap punggung Jennie yang semakin jauh darinya. "Aku sungguh sangat menyesal telah melakukan itu. Andai aku bisa mengulangi kejadian tadi pagi. Andai aku bisa membuatmu melupakannya, bukan untuk menghilangkan rasa bersalahku, tapi supaya hatimu tidak sakit lagi. Supaya kau tidak terus merasa dipermalukan." Jisoo ingin sekali mengatakannya langsung.

Andai dia mengatakannya, bisa-bisa dia sampai menangis di depan Jennie. Jisoo tidak mau itu terjadi lagi, tapi dia juga ingin Jennie tidak terus menanggung sakit hati dan rasa malu yang membelenggu.

Saat di meja makan Jisoo makan dalam diam. Meski memang selalu begitu, tapi kali ini tetap berbeda dari biasanya. Hari-hari biasa, Jisoo makan dalam diam karena memang ingin begitu, tapi kali ini karena hal berbeda.

Lain dengan hal itu, Jennie bersikap biasa saja, seolah dia tidak sakit hati atau menyimpan emosi. Jennie begitu banyak bicara dengan Chaeyoung dan Lisa, berbeda dengan saat bersama Jisoo.

Jisoo tidak menyangka Jennie juga bisa menggunakan silent treatment padanya sebagai pengungkapan marah. Biasanya Jennie akan terang-terangan menyampaikan marahnya, seperti saat mereka bertengkar karena Jisoo menumpahkan kopi ke lukisan Jennie atau saat Jisoo memarahi Chaeyoung malam itu. Namun, kali ini berbeda. Jennie hanya diam, seakan menganggap Jisoo tidak ada.

Di samping rasa bersalah Jisoo pada Jennie, Jisoo juga mengkhawatirkan hal lain. Kalau sampai ibu mereka tahu, Jisoo bisa habis malu sendiri. Tindakan itu sangat tidak beretika, benar, kan? Apalagi Jisoo melakukan itu pada adiknya sendiri. Entah akan semarah apa Yoona padanya kalau sampai tahu.

Chaeyoung selalu menjadi yang paling heboh ketika menceritakan hari-harinya di sekolah, apalagi ketika Jennie dan Lisa membalas dengan antusias besar pada setiap cerita Chaeyoung. Meski Jisoo duduk tepat di sebelah Chaeyoung, kehebohan Chaeyoung tidak pernah menular padanya.

"Jennie unnie, Lisa-ya, kalian sudah dengar, kan, IU akan diundang ke perayaan ulang tahun sekolah kita. Aau! Aku tidak sabar bertemu dengannya. Pokoknya aku akan daftar jadi panitia event-nya."

Jennie mengacungkan sendoknya yang baru tercelup ke dalam sup kimchi-nya ke arah Chaeyoung, terlalu semangat dengan statement yang Chaeyoung berikan. Itu juga berdampak pada hal lain. Tanpa kesengajaan setitik kuah sup dari sendok Jennie terciprat ke mata Jisoo.

Jisoo memejamkan sebelah matanya yang perih dan terasa panas, menutupinya dengan tangan.

Lisa yang mau mengatakan kalau hanya anggota OSIS yang akan menjadi panitianya, seketika lebih memilih diam.

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang