Mata Jina dan gengnya mengikuti langkah Jennie memasuki kelas itu. Jennie berjalan dengan tenang. Namun, hati Jennie tengah bergemuruh meminta balas dendam. Jennie tak tahan hanya diam. Setelah semua kekurangajaran yang Jina dan komplotannya lakukan, tidak ada kata bagi Jennie untuk mengalah.
Jennie langsung menghampiri meja Jina. Jennie mungkin gila, tapi dia tidak akan membiarkan dirinya kalah lagi. Jennie menarik perhatian seluruh penghuni kelas dengan sekuatnya membalik meja Jina.
"Setiap orang yang ingin tetap berada di kelas ini sekarang, bayar 1000 won. Lalu tentukan pilihan kalian, Jina atau Jennie."
Jina menarik seragam Jennie dengan gusar. "Apa maksudmu ha?"
"Terakhir kali kau curang. Ayo kita buktikan di sini tanpa kecurangan. Apa kau berani?"
Mengganggu singa yang sedang tidur merupakan kesalahan fatal apalagi sampai berani menantangnya. Jennie pikir Jina akan takut meski satu lawan satu sungguhan? Semua sudut sekolah ini adalah sarang Jina. Dia tidak mungkin takut pada bocah tengik macam Jennie.
"Pinggirkan mejanya," perintah Jina pada gengnya.
Semua anak di ruangan itu menyingkir dengan wajah antusias. Jarang sekali ada hiburan terang-terangan seperti sekarang ini. Mereka semua selalu dibuat stres oleh mata pelajaran. Kesempatan semacam ini tidak mungkin mereka lewatkan. Mereka hanya perlu membayar seribu won.
Semua ini juga menarik kekaguman seorang siswi yang terkucilkan pada Jennie. Sebelum Jennie datang, anak itulah korbannya. Dia tidak pernah punya nyali atau kesempatan untuk melawan. Hari ini pun dia hanya bisa mendukung Jennie di dalam hati.
"Jung Hyuna, geser mejamu, Pecundang."
Hyuna segera meminggirkan kursi dan mejanya sesuai perintah salah satu teman Jina.
Jina memulai sebelum Jennie siap. Jennie mengerang kesakitan ketika Jina meremas bagian luka bakar di punggungnya. Jennie segera menghentak tangan Jina agar melepaskan punggungnya. Kini Jennie dapat merasakan bagian punggungnya yang basah sebab luka bakarnya yang terobek.
Jennie tidak lagi menunggu. Dia mengambil sebuah kursi terdekat lalu menghantamkannya pada tubuh Jina. Seketika Jina terjatuh, Jennie bergerak cepat memukuli wajahnya. Jina tidak sempat membalas, dia sedang berusaha melindungi wajah dan kepalanya dari amukan tangan Jennie.
Jennie tidak pernah berhenti sampai beberapa teman Jina menyeretnya lalu mendorongnya menjauh. Di sela nafasnya yang memburu, Jennie tersenyum mengejek mereka. Semua sorakan di kelas itu mengundang seorang guru memasuki kelas mereka.
Guru itu langsung tahu siapa biang dari keramaian itu. Menyuruh Jennie dan Jina mengikutinya ke ruang kepala sekolah. Semua guru juga sudah tahu bahwa pasti Jina yang memulai. Guru itu merasa tidak punya pilihan lain selain membiarkan ayah Jina sendiri yang mengatasi tingkah putrinya.
Jennie merasa sedikit puas, meski akhirnya dia tidak jadi dapat uang. Jina memang bodoh. Anak itu memulai perkelahian sebelum anak-anak lain mau membayar. Jennie merasa rugi karena telah memberikan tontonan gratis pada mereka.
Jennie dan Jina berdiri di ruang kepala sekolah. Dalam keheningan menunggu reaksi Nam Jongsuk, kepala sekolah sekaligus ayah dari Jina. Entah apa yang akan Jongsuk lakukan, Jennie hanya sedang sibuk merasakan perih di punggungnya.
Sementara Jina menunduk menenggelamkan wajah lebamnya di balik rambutnya. Dia juga merasakan nyeri di lengan dan bahunya akibat hantaman kursi dari Jennie.
"Kalian pikir ini sarang petinju?"
"Anda harus menanyakan pertanyaan itu pada putri Anda."
Sudah saling berhadapan, Jina sibuk membenci Jennie, sibuk ingin segera memberi pelajaran padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
FanfictionTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...