"Appa dan Eomma selalu mengatakan apa yang akan dilakukan setelah kami berhasil, tapi bagaimana kalau kami gagal? Kalian tidak pernah mengatakannya. Kalian membuat seolah-olah kegagalan adalah akhir bagi kami. Sekarang lihat hasilnya!"
Dari arah ruangan Jennie, Jisoo mendengar suara Chaeyoung beserta isak tangisnya.
Jisoo berjalan lebih untuk melihat mereka. Dia sendiri tidak bisa memikirkan apa pun. Semua tertutupi oleh wajah Jennie. Sebagian besar sisi kanan wajah Jennie yang dipenuhi darah, Jisoo sempat melihatnya. Kepala Jennie sudah ditutupi perban. Bagian mata kanannya terlihat membengkak. Jennie terlihat seperti banyak ditekan rasa sakit dengan gips di lehernya.
Mereka semua terpukul, juga merasa jatuh sedalam-dalamnya. Jisoo memperhatikan ibunya memeluk Chaeyoung dan Lisa. Lalu tubuh ayahnya yang lebih bidang datang untuk melengkapi mereka.
Bibir Jisoo tertutup semakin rapat mendapati ayahnya mengulurkan tangan memintanya ikut menyatu.
Langkah Jisoo sampai dengan cepat.
Mungkin pertama kali dalam sejarah keluarga Choi Siwon, meski minus kelengkapan, akhirnya mereka ada dalam satu pelukan dan satu pikiran, bahwa Jennie akan kembali bersama mereka.
Masih dalam lingkup pelukan yang sama, Jisoo menyentuh pipi Chaeyoung dan Lisa. Entah apa yang begitu menghalanginya untuk menjadi kakak versi terbaik bagi ketiga adiknya. Jisoo merasa, selama ini terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Hingga lupa, selain putri sulung, dia juga seorang kakak dengan tiga orang adik.
"Tuan Choi, Nyonya Choi ...."
Yoona menghapus air mata di wajahnya. Lima pasang mata sampai pada seorang dokter yang memanggil, lantas bergerak lebih dekat padanya.
"Mari kita temui Jennie sebentar."
Mereka memasuki ruang ICU tempat Jennie terbaring. Tidak semua. Hanya dokter juga Yoona dan Siwon yang masuk.
"Perhatikan monitor ini." Dokter itu menunjuk angka paling atas dalam layar pemantau kondisi vital Jennie. "Angka ini menunjukkan detak jantung Jennie per menit. Detak jantungnya masih cukup lemah. Anak seusia Jennie umumnya memiliki denyut jantung 60-100 kali per menit." Dokter melangkah sedikit jauh dari ranjang Jennie, yang segera diikuti Siwon dan Yoona.
"Seperti yang kubilang sebelumnya. Tubuh Jennie saat ini lumpuh karena syok, namun pikirannya tetap bekerja. Dia bisa melihat dan mendengar kita semua. Sembunyikan air mata kalian darinya. Bicara padanya seperti biasa. Katakan sesuatu yang ingin dia dengar, sesuatu yang akan membangkitkan semangatnya. Berikan harapan padanya. Buat dia merasa bahagia. Selain semua obat dan alat-alat ini, perasaan seperti itulah yang dapat membantu Jennie."
Dokter memandang iba pada Jennie. "Bahkan ... andai kita tidak sengaja jatuh dari lantai dua, akhirnya tidak akan separah ini. Karena kita akan berusaha mempertahankan hidup kita. Sebaik mungkin ... kita akan berusaha mendarat dengan baik. Sebisa mungkin, kita berusaha untuk setidaknya tidak mendarat dengan kepala kita terlebih dahulu. Namun, kondisi Jennie berbeda. Aku harap kalian tetap yakin pada Jennie. Kalian harus tetap kuat untuknya. Mempertimbangkan permintaan Tuan Choi dan kondisi Jennie saat ini, kami akan menyiapkan ruangan khusus untuknya, sehingga kalian berlima bisa menengoknya bersama-sama."
Siwon membungkuk. "Terima kasih, terima kasih banyak, Dokter."
Tatapan Yoona tidak pernah beralih dari putri keduanya. Pandangannya terhalangi sekilas oleh dokter yang lewat menuju pintu keluar.
"Bagaimana caranya aku tidak menangis saat di depannya? Lihat apa yang telah kulakukan pada putri kita, Siwon-ah."
Siwon memeluk istrinya untuk menenangkan. "Kita berdua melakukan kesalahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
FanfictionTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...