12. Tension

718 85 12
                                    

Chaeyoung mengetuk pintu kamar Lisa dengan bimbang. Apalagi ketika timbul suara dari gagang pintu, pertanda Chaeyoung akan segera bertatapan langsung dengan manik lebar adiknya.

"Aku memanggilmu untuk makan siang. Kau... mau turun bersama?"

"Kenapa suaramu bergetar? Kau sedang kedinginan, ya?"

Chaeyoung mungkin sedikit bersyukur, karena Lisa yang pintar diberkati sangat minim kepekaan. Sehingga Chaeyoung tidak perlu malu atau bingung mencari jawaban lain, karena Lisa sudah memberikan jawaban itu. Padahal suara Chaeyoung bergetar sebab merasa bersalah dan ingin minta maaf, tapi belum siap.

"Yeah, hari ini memang agak dingin." Chaeyoung menimpali masih dengan suara keragu-raguannya.

Lisa mengangguk menyetujui persepsi Chaeyoung. Mereka diam beberapa saat. Lisa menatap Chaeyoung, merasa aneh akan gelagatnya.

"Ada lagi yang ingin kau katakan?"

"Tidak."

"Lalu... kenapa kita diam saja di sini?"

Kadang itu juga menyebalkan, ketidakpekaan Lisa maksudnya. Sering kali Lisa tidak mengerti hal yang sudah jelas. Gelagat Chaeyoung yang aneh ini terjadi setelah semalam Chaeyoung mengatakan pada Yoona akan rasa keberatannya dalam mengajak Lisa ke luar dan Lisa mendengarnya.

"Kau mau pinjam uangku lagi?" Hanya itu yang ada di pikiran Lisa ketika melihat tingkah Chaeyoung yang agak tidak jelas ini.

Mungkin Chaeyoung malu mengatakannya karena mereka agak berselisih semalam. Namun, Lisa pikir itu sudah selesai karena Chaeyoung sudah memberikan cheese cake padanya tadi malam.

Hati Chaeyoung yang semula diisi rasa bersalah, kini berubah sebal. Meski memang biasanya Chaeyoung selalu datang hanya saat butuhnya saja, bukan berarti Lisa bisa terus beranggapan begitu. Chaeyoung kan tidak seegois itu.

"Entah dari mana kalian mendapatkannya. Sering kali saat Jisoo unnie dan kau bicara, kalian sangat menyebalkan. Aku tidak suka suasana sepi saat bersama kalian berdua, tapi aku lebih kesal lagi saat kalian bicara."

Lisa jadi tambah bingung. Tanpa sebab dan asal muasal yang jelas, kini Chaeyoung mendadak jadi kesal. Lisa hanya bertanya sesuatu yang paling masuk akal bagi otaknya tentang alasan Chaeyoung bersikap gugup seperti tadi.

"Aku rasa... masalahnya ada pada dirimu. Dari tadi aku bingung apa yang sebenarnya--"

"Kau memang selalu begitu. Tidak pernah peka."

Bagi Chaeyoung, mungkin ucapannya barusan sekadar kalimat kosong tanpa maksud menyakiti. Namun, hati Lisa masih dipenuhi luka akibat peristiwa semalam. Lisa semakin memikirkan betapa tak berharga dirinya.

"Sepertinya kau sedang lapar, makanya jadi cepat marah. Ayo, ke bawah." Sangat berbeda dengan hatinya yang rasanya sedang terlilit, Lisa berucap lembut tanpa menanggalkan senyumnya.

Chaeyoung menahan dada Lisa agar berhenti melangkah. Wajah itu lagi. Chaeyoung kini melihatnya lebih jelas. Lisa memang tersenyum, tapi mata Lisa mengatakan hal lain. Ada apa dengan mata bulat itu? Tidak ada cahaya yang cerah atau sinar energi.

"Ada apa denganmu? Jika kau ingin menangis ya menangis saja. Jika kau ingin marah maka marahlah. Jika kau tidak ingin tersenyum, maka jangan tersenyum."

"Aku tersenyum karena menginginkannya," sanggah Lisa dengan tegas.

Chaeyoung menggeleng dengan wajah menyiratkan rasa kecewa. Chaeyoung sadar mungkin dia tidak pantas merasa kecewa sebab dia saja tidak pernah meluangkan waktu untuk Lisa, sehingga Lisa tidak mungkin terbuka begitu saja tentang masalahnya. Namun, tetap saja Chaeyoung ingin Lisa jujur padanya. Sebut saja Chaeyoung egois.

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang