18. Sore

661 96 27
                                    

"Aku tidak ingin pulang ke rumah. Aku ingin ke rumah Halmeoni." Dengan nada dan wajah yang berusaha datar Jisoo mengutarakan isyarat kemarahannya. Mata Jisoo menatap pada dashboard mobil alih-alih memandang ayahnya.

Jisoo tidak ingin membuat Siwon berpikir kehadiran Jisoo di sini adalah sebuah bentuk keberpihakan. Jisoo tidak mau Siwon berpikir bahwa Jisoo mendukung tindakan ayahnya yang membiarkan ibunya pergi.

"Kita memang menuju ke sana. Kau bisa bermain dengan Bona."

Jisoo ingin Siwon membalas lebih, bukan hanya dengan menurutinya begitu. Jisoo ingin setidaknya Siwon sadar untuk segera menjemput Yoona. Jisoo tidak bisa membayangkan betapa hancur hidupnya jika keadaan ini berlangsung selamanya.

Memang mempertahankan keluarga ini sangat melelahkan, tapi rasanya akan semakin remuk jika keluarga ini lebih berantakan.

"Apa Eomma tidak meneleponmu?"

"Ponselku disita selama sebulan."

"Eomma belum mengembalikannya? Kita akan beli yang baru nanti."

"Appa..." Jisoo mulai muak dengan semua ini. "Jangan bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Eomma pergi dari rumah membawa Chaeyoung dan Lisa, bagaimana kalau mereka tidak pernah kembali lagi? Apa Appa tidak pernah memikirkannya?" Jisoo bertanya dengan gusar tanpa menatap Siwon.

Ini tidak seperti Jisoo yang biasanya. Jisoo yang biasanya, tidak pernah berani menunjukkan uratnya di depan Siwon. Jisoo hanya sudah lelah dengan keadaan ini. Salah satu dari kedua orang tuanya harus bergerak lebih untuk keutuhan keluarga mereka.

"Orang-orang bilang, Appa sangat mencintai Eomma, tapi aku tidak pernah melihatnya."

"Hati-hati dengan kalimatmu. Kau mulai keterlaluan." Siwon menghentikan mobilnya di pinggir jalan.

Jisoo masih tidak mau memandang ke arah Siwon meski Jisoo merasakan tatapan Siwon kini tertuju penuh padanya.

"Apa sekarang Appa akan memukulku seperti Appa memukul-"

"Choi Jisoo!!"

Jisoo menegakkan pandangannya, menahan rasa nyeri di hatinya.

Tanpa sepatah kata Jisoo membuka pintu mobil dan keluar dari sana. Berjalan tanpa tujuan, tak memedulikan teriakan ayahnya yang mencoba menghentikan.

Tentu langkah Jisoo tidak lebih cepat dari laju mobil ayahnya. Dalam sesaat mobil Siwon sudah menghadang di depan Jisoo. Jisoo berhenti di sana. Dia tidak pernah terlalu melawan ayahnya. Melakukan hal seperti ini saja, Jisoo membutuhkan sebagian besar stok keberaniannya.

"Berani sekali kau kepada Appa. Masuk ke mobil sekarang! Malu dilihat banyak orang!"

Bentakan keras Siwon cukup membuat Jisoo segera menyerah. Jisoo membuka pintu kursi penumpang belakang, lalu menutupnya dengan keras. Dia tidak menangis. Dia tidak akan terlihat lemah di depan ayahnya.

Omelan Siwon yang menjadi pengiring perjalanan mereka tak pernah Jisoo hiraukan. Segala ucapan Siwon serasa tak berharga bagi Jisoo mengingat semua tindakan Siwon tidak sejalan dengan nasihatnya.

Hingga mobil itu berhenti di depan mansion kakek neneknya dari pihak Siwon, Jisoo hanya diam lalu keluar mobil tanpa berpamitan.

Jisoo tidak serta merta membawa ekspresi sedih dan marahnya, justru dia tersenyum ketika berpapasan dengan neneknya.

"Di mana Bona, Halmeoni?"

"Seperti biasa, sibuk dengan ponselnya di kamar."

Jisoo langsung ke kamar Bona. Membuka pintu kamar Bona tanpa mengetuk. Merebahkan dirinya dengan keras di kasur.

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang