Waktu berlalu dan malam semakin dalu. Keluarga Choi mengalami pergolakan memusingkan. Kapal mereka sedang terhempas oleh ombak cukup besar. Tidak ada tatapan atau percakapan. Semua orang diam di ruang terpisah, tenggelam dalam pikiran dan pertarungan diri masing-masing.
[Dalu : Larut]
Empat putri Choi dalam kamar terpisah berperang dengan pikiran sendiri-sendiri. Hanya saja sedikit berbeda dengan Chaeyoung. Mereka semua memikirkan tentang terancamnya keutuhan keluarga ini tentu saja. Namun, pikiran Chaeyoung juga diganggu oleh perkara lain. Lisa.
Sekarang masalahnya sedang bertumpuk, pada siapa Chaeyoung harus berbagi dan meminta tolong? Chaeyoung juga yakin, Lisa pasti tidak mau jika sampai orang lain tahu.
"Masuk saja, pintunya tidak dikunci," sahut Chaeyoung begitu mendengar ketukan pintu.
"Kau tidak apa-apa?"
Chaeyoung menatap Jennie yang hanya memunculkan kepalanya dari balik pintu yang sengaja dibuka sedikit.
"Kurasa." Chaeyoung segera berubah pikiran. Dia ingin berkata jujur. "Sejujurnya tidak baik-baik saja. Apa saja yang sedang terjadi? Aku rasa... kita terlalu banyak menyembunyikan sesuatu dari satu sama lain. Ada begitu banyak rahasia."
"Kenapa tiba-tiba bilang begitu, Rosie? Apa rahasia yang akhirnya kau ketahui? Tentang Appa?"
"Iya, semacam itu. Aku ingin tau apa setiap dari kita memiliki rahasia juga? Atau luka yang disembunyikan."
Jennie membuka pintu kamar Chaeyoung sepenuhnya, lalu masuk ke dalam, duduk di samping Chaeyoung. "Siapa yang terluka? Kita sedang membicarakan siapa?" Jennie menyamankan posisi duduknya sehingga tubuh mereka agak memantul karena pegas.
Chaeyoung menatap Jennie cukup takjub, Jennie langsung tahu ke mana pembicaraan mereka mengarah.
"Kita semua, maksudku... kita semua pasti terluka kan sekarang?" Chaeyoung mencoba berkelit. Berbelok sedikit, tetapi tetap menuju ke arah yang sama.
Bukan bermaksud berbohong, tapi Chaeyoung tidak ingin mengungkapkan permasalahan tentang Lisa jika Lisa sendiri saja tidak ingin orang lain mengetahuinya. Chaeyoung takut salah mengambil langkah dan justru akan memperburuk persepsi Lisa tentang kehidupan.
Jennie akan mengalah. Dia tidak akan memaksa meski sudah terlihat Chaeyoung menyembunyikan sesuatu. "Jika besok Appa dan Eomma mungkin tidak bisa datang di acara perpisahan sekolahmu dan Lisa, tidak apa-apa kan kalau hanya aku dan Jisoo unnie yang datang?"
"Memangnya Jisoo unnie mau? Sebenarnya aku kasihan saja pada Lisa. Kalau besok nilai Lisa yang tertinggi, dia pasti akan dipanggil ke depan. Seharusnya Appa dan Eomma yang berdiri di sampingnya."
Bukankah seharusnya sangat berat bagi Chaeyoung untuk mengatakan itu? Karena akhirnya Chaeyoung akan kalah dari Lisa. Namun, Jennie mendengar kekhawatiran yang tulus dalam suara Chaeyoung. Kalimat tadi seolah keluar begitu saja tanpa beban iri hati.
"Masalah memang datang tanpa peduli besok hari penting atau bukan, tapi kenapa harus sekarang?"
Jennie mengelus tangan Chaeyoung. Malam ini dengan sangat jelas akhirnya Jennie melihat mereka berempat sangat saling menyayangi. Jennie merasa seperti, ke mana saja mereka semua selama ini? Apa harus selalu menunggu masalah sebesar ini untuk menunjukkan rasa saling sayang?
"Unnie ingin kau tidur sekarang. Masih ingin tidur bersama?"
"Iya, tapi mungkin lebih baik Unnie bicara dengan Lisa juga."
Jennie menarik tangannya ke atas untuk meregangkan tubuhnya. "Lelah sekali menjadi orang yang paling bisa diandalkan." Tubuh Jennie terbaring di ranjang. "Aku ingin istirahat sebentar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
Fiksi PenggemarTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...