Lisa tidak benar-benar merasa nyaman, tapi dia berusaha keras membiasakan diri bergaul. Meski dia sebenarnya lebih suka sendirian, namun beberapa hal membuatnya berpikir kalau orang yang sendirian itu menyedihkan dan pantas dikasihani.
Pada akhirnya seseorang menerima dan mengakui keberadaannya. Lisa merasa dia harus berbuat lebih untuk membalas dan mempertahankan itu. Dita adalah orang pertama di kelasnya yang menyapanya tanpa ada rasa malu-malu dan percaya diri. Itu terkesan seperti, apa pun yang Dita katakan sesuai dengan isi hatinya. Lisa merasa membutuhkan orang seperti itu.
"Lisa, mau ke karaoke saat pulang sekolah?"
Hati Lisa sangat menolak. Dia tidak terbiasa dengan acara dadakan. Lisa juga tidak terbiasa mengekspos suaranya keras-keras apalagi menyanyi di depan orang.
Menangkap reaksi Lisa yang diam saja, Dita segera menyambung, "Kita bisa ke bioskop atau ... toko buku? Kurasa kau suka buku."
"Ke karaoke tidak masalah, tapi aku harus mengabari kembaranku dulu. Biasanya dia juga pergi dengan temannya, tapi--"
"Kau kembar? Wow, itu keren. Aku selalu ingin punya kembaran. Kalian pasti sangat dekat, kan? Aku iri sekali. Kau sangat beruntung, Lisa. Kau pasti tidak pernah kesepian."
Lisa membalas dengan senyuman. Senyuman yang jika dilihat orang lain menunjukkan perasaan sangat beruntung, tetapi Lisa sangat tahu itu kurang benar.
Bagaimana pun, Lisa tetap optimis. Hubungannya dengan Chaeyoung sudah seperti kembaran pada umumnya, mungkin dalam proses, mereka akan lebih dekat, Lisa yakin.
"Begitulah. Kurasa semua orang akan familiar dengan namanya. Biasanya dia memperkenalkan dirinya sebagai Rosé, tapi nama aslinya--"
"Rosé? Dia kembaranmu? Kalian sangat berkebalikan, ya."
"Yahh, sudah kuduga kau pasti pernah mendengar namanya."
Dita lebih mendekat ke bangku Lisa. "Tapi kita jadi ke karaoke, kan? Iya, kan? Kita sudah berteman. Kau temanku. Jadi kau pasti mau, kan?"
Lisa sedikit mencondongkan tubuh ke belakang, karena itu terlalu dekat, menurutnya.
"S-sudah kubilang, a-aku akan--"
"Oke. Thanks. Biar kubelikan frappuccino untukmu. Dahhh."
Lisa mau menghentikannya, tapi sudah terlambat. Lisa sadar itu karena dia kurang cepat, tidak tegas, dan tidak pernah menciptakan batasan sampai mana orang lain bisa memaksakan kehendaknya dan sampai mana Lisa harus menurutinya. Lagi pula, ini hanya tentang frappuccino dan pergi ke karaoke, itu tidak memberi kerugian atau menyebabkan rasa sakit.
Lisa tersenyum, sambil lanjut mengerjakan soal yang tidak ditugaskan. Sejauh ini, Lisa mensyukuri ini. Dita jarang membuatnya merasa tidak nyaman. Dita juga tidak pernah menunjukkan sikap canggung. Itu yang terpenting.
Lisa mengambil ponselnya di laci. Mengetikkan pesan pada Chaeyoung.
Kalau kau sedang
tidak sibuk,
ayo ke rooftopDalam satu detik pesan itu mendarat di ponsel Chaeyoung.
Chaeyoung sedang seperti biasa, mengobrol asik dengan teman-temannya. Suara notifikasi itu tidak menghentikan Chaeyoung dari aktifitasnya saat ini. Chaeyoung rasa itu orang tidak penting, mengingat dia seorang gadis yang sering sekali dihubungi banyak orang, laki-laki atau perempuan, teman-teman atau anak laki-laki yang berusaha mendekatinya.
Lisa sudah menduga Chaeyoung tidak akan membalas dengan cepat. Lisa meneleponnya, lalu memutus panggilan sebelum Chaeyoung menjawab panggilan itu.
Akhirnya Chaeyoung menatap layar ponselnya. Dia berusaha lebih perhatian dan menyisihkan waktu untuk Lisa beberapa hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
FanfictionTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...