Siang itu Yoona datang ke ruang kantor putri sulungnya, yang dia temukan kosong. Yoona sudah menilai itu sebagai kemungkinan terkecil untuk bisa menemukan Jisoo di sana. Namun, ia pikir kemungkinan itu bisa meningkat, karena hari ini konferensi pers akan dilakukan. Sayang sekali, ternyata sejak awal Jisoo sudah menunjuk orang lain untuk tampil di depan kamera.
Yoona tidak sendirian, melainkan bersama Siwon. Dari tindakan Jisoo yang menaikkan jabatan Irene menggantikan Jinyoung, Siwon bisa membayangkan keselurahan badai ini dimulai.
Siwon baru dari ruangan manajer keuangan. Sekarang sedang menuju ruangan pemimpin perusahaan cabang itu, dengan Irene mengikuti di belakang.
Saat sampai di ruangan Jisoo dan Irene juga melihat Yoona di sana, rasanya seperti sedang ditelan ikan paus. Tidak bisa bernafas.
Irene berhenti saat Siwon berhenti. Dia hanya bisa menunduk ketika kedua orang tua Jisoo itu menatap hanya padanya.
"Irene-ssi ...."
Irene terkesiap menatap Siwon sebagai pemanggil namanya.
"Aku sudah melacak kartu kreditnya, dan transaksi terakhirnya di supermarket tidak jauh dari sini. Tidak ada transaksi terbaru dari semua kartu kreditnya yang lain. Kami mengira Jisoo akan menginap di kantor, tapi ternyata tidak. Kau pasti punya informasi tentang keberadaan Jisoo."
Irene terdiam menunduk.
"Aku akan meninggalkan kalian. Ada yang harus kulakukan." Siwon memeluk bahu istrinya untuk meyakinkan ada harapan di sini. "Irene-ssi, kami butuh bantuanmu."
Keheningan masih hadir di antara Yoona dan Irene meski Siwon sudah melewati pintu.
Ada sedikit perasaan tidak enak di hati Yoona. Irene mungkin tidak tahu yang dikatakannya pada Jisoo semalam, yaitu agar menukar kembali posisi Jinyoung dan Irene. Namun, tetap saja rasanya mengganjal meminta bantuan pada orang yang sempat dia anggap tidak penting.
"Sebenarnya ... Jisoo bertukar kartu kredit dengan seseorang. Dia mungkin menginap di hotel atau menyewa tempat menggunakan kartu kredit yang bukan miliknya. Saya tidak tau ada di mana Jisoo sekarang, namun saya mengenal pemilik kartu kredit yang Jisoo pakai. Saya akan meminta bantuannya."
Kedua tangan Yoona tergerak menggenggam lengan Irene. "Terima kasih banyak, Nak." Berlanjut menepuk satu bahunya. "Jisoo tidak punya banyak teman, tapi satu saja teman sepertimu, itu sudah sangat cukup."
Di kantin perusahaan, Siwon mengajak Jinyoung duduk berdua. Hal yang hampir tidak pernah dia lakukan sebagai ayah angkatnya.
"Jinyoung-ah ...." Siwon memanggil untuk mendapatkan tatapan Jinyoung.
Jinyoung memantapkan diri untuk mengangkat wajah. Menyesak menekan dalam-dalam kegelisahannya.
"Mari bicara sebagai sesama pria," ucap Siwon dengan suara tenang namun tegas. "Seorang pria menjaga kehormatannya melalui tindakan dan prinsip yang dia pegang."
Jinyoung menelan ludah, merasakan beratnya situasi ini. "Apa yang ingin Appa bicarakan?" tanyanya pelan, meski dia sudah tahu arah pembicaraan ini.
Siwon menghela nafas panjang. "Appa tau tentang faktur ganda itu, Jinyoung. Appa tau kau menggelapkan dana perusahaan."
Jinyoung menunduk, merasakan tekanan mendalam. Memberitahu diri tamatlah riwayatnya. Memangnya siapa yang coba dia kelabui? Dengan siapa dia berani bermain-main? Jinyoung bisa mengatakan sanggahan dengan bebas pada Jisoo, karena Jinyoung merasa lebih tinggi dan lebih pantas dihormati dari Jisoo. Namun, berbeda ketika dia berhadapan langsung dengan pemilik seluruh perusahaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Before◁◁PROblem
FanfictionTidak ingin disentuh, tapi benci kesepian. Sudah menutup hati, tapi masih mudah terluka. Peduli hanya akan berakhir sakit hati. Choi Jisoo selalu melihat hal yang tidak seharusnya dia lihat. Kenakalan berujung kesepian. Kesepian ditambah tekanan. Te...