14. Multiplied Issues

666 91 17
                                    

"Kopi lagi? Seorang wanita harus menjaga tubuhnya." Yoona sudah berulang kali menegur Jisoo, tapi selalu sama yang Yoona temukan di kamar Jisoo. Anak itu selalu minum kopi saat menjelang tidur.

Tidak masalah jika Jisoo meminumnya satu atau dua kali, tapi Jisoo meminumnya hampir setiap malam bahkan kadang tidak cukup satu cangkir. Kafein tidak baik dikonsumsi berlebihan. Selain mengganggu waktu istirahat, itu juga tidak begitu baik bagi kesehatan, kandungan gulanya juga dapat mengganggu bentuk tubuh.

"Kenapa aku harus berhenti minum kopi? Eomma saja tidak pernah berhenti bermain-main."

Yoona mematikan laptop Jisoo untuk menarik perhatiannya. "Jangan banyak membantah. Eomma hanya ingin kau tetap sehat, dan jika uang sakumu kurang katakan saja. Kau tidak perlu mengerjakan tugas milik orang lain."

Jisoo hanya berdecak, meski hatinya heran ibunya bisa tahu hal itu.

"Aku ini ibumu."

Jisoo cepat-cepat memegang tangan Yoona yang hendak pergi. "Eomma, apa tidak bisa Eomma berhenti saja?"

Senyum Yoona itu, terkesan menyepelekan.

"Kau selalu menyuruh Eomma berhenti, tapi kau tidak pernah meminta ayahmu berhenti. Sudahlah, tugasmu itu hanya belajar dan sekolah dengan baik. Tidak perlu mengkhawatirkan hal lain."

Apa?

Jisoo sampai kehilangan kata-kata. Sejujurnya Jisoo agak tertohok, yang dikatakan Yoona itu fakta pahit tentang diri Jisoo. Jisoo berulang kali mengatakan pada ibunya agar berhenti, tapi Jisoo tidak pernah berani menghentikan Siwon yang memukul Yoona.

Sulit mengakui, tapi Jisoo memang takut pada Siwon. Jisoo merasa tidak mampu menghentikan ayahnya. Maka Jisoo pikir, yang bisa dia lakukan adalah menghentikan ibunya. Tapi nyatanya tetap tidak bisa.

Saat ini, Jisoo melihat dengan jelas bahwa ayah dan ibunya itu sedang dan mungkin akan selalu saling balas dendam. Yoona selingkuh karena Siwon melakukan kekerasan. Sementara Siwon terus melakukan kekerasan sebab merasa dikhianati. Perputaran masalah ini tidak akan pernah berhenti. Bagaimana Jisoo tidak khawatir, ketika ayah dan ibunya sedang balas membalas saling menyakiti.

"Eomma, jika bukan untuk Appa, berhentilah demi Jennie, Chaeyoung, Lisa, dan Eomma sendiri."

"Itulah yang Eomma lakukan. Jika bukan karena kalian, sudah dari lama Eomma pergi dari sini."

Kalimat terakhir Yoona sebelum keluar dari sana hinggap kuat di pikiran Jisoo. Rasanya Jisoo tak sanggup lagi menopang kepalanya, tumbang pada meja belajarnya. Semua terasa di luar kendali.

Jisoo sampai berpikir keluarganya ini tidak normal. Mungkin ini tidak seperti keluarga kebanyakan(?). Ikatan antar mereka seperti dihalangi oleh sesuatu sehingga terasa ada jarak. Sesuatu itu adalah ego masing-masing, seharusnya mereka sudah menyadarinya.

Jauh di dalam diri Jisoo, sebenarnya dia sangat ingin dicium keningnya sebelum berangkat sekolah, dipeluk saat berhasil dalam sesuatu, dan direngkuh ketika mengalami kegagalan. Jisoo pikir, semua itu seharusnya memang sudah dia dapatkan tanpa perlu meminta.

Seperti Jisoo tidak pernah meminta untuk dilahirkan, maka seharusnya, wujud kasih sayang dalam bentuk sentuhan itu juga diberikan tanpa harus dia yang menagih. Sikap itu juga termasuk egois(?).










______________________



Hampir tengah malam, Jisoo menuju dapur membawa cangkirnya yang hanya tersisa bau kopi. Jisoo berniat menambah satu gelas lagi. Kelihatannya semua orang termasuk Yoona juga sudah tidur. Jisoo tidak perlu khawatir ibunya akan memarahinya.

Before◁◁PROblemTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang