Hari ini adalah hari paling buruk bagi Mutia setelah memasuki dunia novel. Hari ini, Arda memiliki jadwal konser di luar kota. Sedih sekali rasanya. Baru juga resmi tunangan, eh sudah ditinggal pergi.
"Batalin aja, ya? Masa baru tunangan aku udah ditinggal-tinggal?" bujuk Mutia. Gadis itu tengah mengupayakan untuk selalu bersama Arda. Setidaknya selama sebulan penuh.
Setahun lamanya tidak bertemu Arda membuatnya begitu tersiksa. Dan kini ia memiliki kesempatan untuk mengulangi semuanya. Tangan hangat itu kini mampu untuk kembali menggenggam dan mendekapnya. Senyuman manis itu kini bisa terpatri kembali di wajah manis sang kekasih. Mutia ingin menikmatinya selama sebulan penuh tanpa jeda, anggap saja sebagai ganti setahun tanpa Arda.
Arda sendiri justru kebingungan. Walaupun bucin, Mutia tidak pernah begitu manja padanya. Gadis itu adalah tipikal wanita mandiri yang tidak mudah bergantung pada orang lain. Jadi perubahan signifikan dari Mutia membuatnya sedikit shock.
Meskipun merasa terkejut, Arda sangat menyukai saat-saat Mutia manja padanya. Lelaki itu menganggap bahwa Mutia baru mau menunjukkan sifat manjanya karena mereka sudah bertunangan. Sebentar lagi mereka menikah, maka tak ada yang harus disembunyikan.
"Aku 'kan kerja, Sayang. Lagian konser aku ini udah diprepare dari lama. Masa tiba-tiba batal gitu aja?" Arda membujuk balik.
Bukan berarti Arda tidak mau menuruti keinginan Mutia. Ini adalah hal yang berkaitan dengan pekerjaan, maka sudah semestinya Arda bersikap profesional. Membatalkan acara sepihak secara dadakan akan merugikan banyak pihak. Reputasi juga akan hancur lebur jika itu sampai terjadi.
"Kamu nggak sayang lagi sama aku? Padahal biasanya kamu nggak pernah nolak permintaanku." Mutia berlari ke pojok ruangan. Kemudian berjongkok di sana.
Mutia menelungkupkan kepalanya dalam lipatan lengan. Bertumpu pada kedua kakinya yang sudah ia tekuk. Bibirnya melengkung ke bawah.
Arda kebingungan. Dia tak ingin membuat Mutia-nya sedih, tapi dia juga tidak bisa egois membatalkan konser begitu saja. Apalagi konsernya besok.
"Sayang, aku cinta banget sama kamu. Aku bahkan sengaja berangkat mepet jadwal karena pengen lama-lama sama kamu," jujur Arda. Lelaki itu mendekat dan memeluk tunangannya dari belakang.
Mutia terisak pelan. Dia tidak tahu mengapa bisa menangis hanya karena sesuatu yang sangat sepele. Dia hanya merasa takut jika Arda pergi, nantinya lelaki itu tak akan pernah kembali. Mutia takut kehilangan Arda sekali lagi.
"Hey, don't cry. Maaf, Sayang." Arda mengeratkan pelukannya. Rasanya begitu sakit saat melihat pujaan hatinya menangis. Tapi apa boleh buat, Arda tak mungkin egois dan mementingkan keinginannya saja.
Sedangkan di sudut lain dalam ruangan, dua wanita dewasa tengah memperhatikan mereka. Satu tersenyum maklum, dan satu lagi menatap muak. Siapa lagi kalau bukan Tania dan Raisha.
"Heran, kenapa ya aku bisa punya anak kayak dia," gumam Raisha.
"Hust, gitu-gitu anak aku bucin banget sama Mutia." Tania menegur.
Raisha sudah akan memarahi Mutia jika saja ponsel Arda tak berdering. Membuat lelaki itu harus melepas pelukannya. Mengangkat telepon dari manager-nya.
"Halo?"
"..."
"Iya, tunggu sebentar. Saya berangkat sekarang," jawab Arda, melirik arlojinya yang menampakkan pukul sembilan tepat. Dua jam lagi pesawatnya berangkat, tapi Arda masih sibuk menenangkan Mutia di sini.
Hanya sebentar, sepulang dari konser nanti Arda bisa membujuk Mutia. Biarlah gadis itu merajuk untuk kali ini. Lain kali Arda akan mengajak Mutia kemanapun ia pergi, jika itu mau tunangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance in Another Universe
RomanceKefrustasian Mutia atas meninggalnya sang kekasih membuatnya melampiaskan melalui karya. Mutia menerbitkan novel yang menceritakan kisah hidupnya bersama sang kekasih. Perbedaannya adalah dalam novel itu, Mutia dan sang kekasih akan hidup bahagia be...