24. Kekecewaan Mutia

33 6 0
                                    

Bau obat menyeruak ke dalam hidungnya. Bukan hal yang spesial sebenarnya. Dia sudah biasa dengan bau itu.

Begitu membuka mata, dia langsung disuguhkan ruangan serba putih khas rumah sakit. Pemandangan yang tidak asing lagi di mata Arda. Dari kecil, dia sudah sering rawat inap di rumah sakit.

Namun, ada hal yang aneh. Arda ingat betul, sekitar tiga bulan lalu ia mulai pulih dan diperbolehkan pulang. Dia ingat saat itu Mutia yang menjemputnya karena Arda ingin berduaan dengan kekasihnya.

Di hari itu juga Arda mengajak Mutia untuk menjalani hubungan yang lebih serius.

Ah, Mutia ya. Arda jadi teringat apa yang baru saja terjadi. Mutia memintanya untuk menghentikan konser, dan ia menolak.

Tanpa berpikir panjang, Arda mengambil keputusan yang fatal. Setelah ini, entah apa yang akan terjadi. Arda merusak semuanya. Kesehatannya, hubungannya, bahkan mungkin juga ... karirnya.

Segalanya yang ia perjuangkan, kini hancur di depan matanya sendiri. Dokter mungkin akan segera datang dan memberitahukan kalau kondisinya kembali drop. Oh, mungkin saja malah lebih parah.

Dulu, dia pernah membuat satu kesalahan besar. Tidak mempercayai Mutia dan memilih memaksakan dirinya. Setelah itu, penyesalan datang padanya.

Untungnya, ia masih diberikan kesempatan untuk menebusnya. Ah, dia jadi ingat dengan cerita Mutia. Apa mungkin cerita itu benar-benar ada?

Dia sengaja ditakdirkan untuk mati saat itu juga agar tak lagi menyakiti gadis baik hati seperti Mutia.

Karena pada kenyataannya, jika pun Arda diberi kesempatan kedua, lelaki itu tak pernah berubah. Selalu menjadi orang yang egois tanpa disadari. Belum lagi sikapnya yang suka menyepelekan sesuatu dan tidak berpikir panjang.

Suara decitan pintu yang terbuka tak mengalihkan perhatian Arda. Lelaki itu tetap pada posisinya yang sedikit menunduk. Lantas mendongakkan kepalanya saat melihat tak ada sneli putih di pakaian orang yang masuk.

Dani muncul dengan wajah datarnya. Matanya menatap sendu orang yang sudah lama menjadi rekan kerjanya. Walaupun hanya sebatas orang asing, Dani jelas tahu bagaimana Arda berjuang mati-matian dengan penyakitnya.

Dulu sebelum Arda memasuki agensi ternama, lelaki itu sempat ditolak berkali-kali karena penyakitnya. Semua orang menganggap dia lemah dan tak akan mampu menjadi seperti artis-artis lainnya. Karena itu Arda tumbuh menjadi orang yang sangat ambisius, hanya untuk membuktikan bahwa dia sama seperti manusia lainnya.

Dulu, Dani adalah kakak tingkat dari Arda. Mereka berkenalan karena sama-sama tergabung dalam band kampus. Saat itu, Arda adalah gitaris sekaligus vokalis sedangkan Dani sebagai drummer.

Dari dulu, bahkan sampai sekarang, Dani memang tak pernah begitu dekat dengan Arda. Mereka menjadi rekan kerja pun karena merasa keduanya sama-sama lebih profesional dan mampu daripada anggota band yang lain. Meski begitu, Dani tak akan pernah melupakan bagaimana Arda dan Mutia sama-sama berjuang untuk mencapai impian mereka masing-masing.

"Mutia mau ketemu sama lo." Kalimat pertama Dani ucapkan setelah terpaku dengan keheningan selama beberapa saat.

Arda tak menjawab, tapi Dani tahu kalau lelaki itu mengizinkan. Dengan segera lelaki itu keluar. Menemui sesosok gadis manis yang sudah dikenalnya.

"Masuk aja, Arda nggak lagi ngapa-ngapain." Setelahnya Dani pamit ke kantin. Memberikan privasi kepada sepasang kekasih itu.

Arda mendongak ketika langkah seseorang terdengar mendekat. Gadis itu, orang yang sama dengan yang ditinggalkannya di kamar hotel kemarin. Bedanya, kini wajah manisnya tampak sekali sedang tidak baik-baik saja.

Second Chance in Another Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang