Setelah tiga bulan bangun dengan rasa segar, entah mengapa kali ini Mutia sedikit lebih lelah. Untung saja ini adalah hari Minggu sehingga dia tidak perlu bekerja. Mutia bisa seharian berbaring di kasurnya.
Baru saja berniat kembali tidur, Mutia merasakan getaran pada perutnya. Kebetulan sekali, Mutia bukan tipikal orang yang mampu menahan lapar. Semalas dan selelah apapun, Mutia akan memaksakan diri untuk makan.
Mutia menuruni tangga dengan cepat apalagi ketika mencium wangi soto dari dapur. Rasanya sudah lama Mutia tidak memakan makanan favoritnya itu.
"Mama masak soto?!" kata Mutia setengah berteriak.
Raisha tersenyum lembut. "Iya dong. Bentar lagi 'kan kamu diboyong Arda, mama jadi nggak bisa sering masakin kamu lagi. Jadinya ya mama pengen masakin makanan kesukaan kamu sebelum kamu bener-bener pergi dari rumah ini."
Mutia tersenyum senang, tapi dia merasa ada yang salah. Berhubung dia baru saja bangun tidur, otaknya mendadak tidak bisa berpikir. Mutia tidak tahu apa yang janggal.
"Ma, hari ini aku ada acara apa, ya? Kok aku kayaknya ngelupain sesuatu?" tanya Mutia.
"Loh, kok bisa lupa? Hari ini kamu bakal ada siraman, Sayang." Raisha duduk setelah menyelesaikan persiapan.
Siraman? Apakah siraman yang dimaksud adalah upacara adat sebelum menikah? Apa ada salah satu keluarganya yang akan menikah—Oh astaga!
Mutia kembali ke dunia novel.
Mutia tidak bisa menyia-nyiakan waktunya untuk berpamitan dengan Arda. Namun, dia juga tidak bisa melewatkan upacara adat begitu saja. Jadi Mutia hanya bisa berdoa semoga dia bisa tetap berada di dunia novel sampai bisa bertemu Arda.
"Kenapa ngelamun, Sayang?" Raisha membuyarkan lamunannya.
"Eh, gapapa kok, Ma."
🌷🌷🌷
Seluruh keluarga besar sudah berkumpul di kediaman Mutia. Sedangkan sang Bintang masih bersiap di kamarnya. Gadis itu terlihat begitu gugup.
"Sayang, kenapa sih? Santai dong. Rileks, jangan grogi gitu." Raisha mengelus pelan pundak Mutia.
Sayangnya, kata-kata Raisha tak berefek. Mutia terus saja merasa gugup. Bukan hanya karena upacara pernikahan yang akan dijalaninya, tapi juga karena Mutia akan bertemu dengan keluarga besar sang ayah yang sudah begitu lama tak ditemuinya.
"Kamu gugup ya, ketemu keluarga papa? Gapapa, mereka baik kok. Kita juga sering ngunjungin mereka setelah papa nggak ada 'kan? Mereka tetep baik ke kita. Bahkan kakak dari papamu itu rela ambil cuti dan jauh-jauh ke sini buat jadi wali nikahmu. Jadi nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Sekarang tarik napas." Mutia menarik napas panjang.
"Terus buang," lanjut Raisha.
Setelah Mutia merasa lebih tenang, Raisha mengajaknya turun. Setelah ini acara akan dimulai. Raisha juga perlu bersiap untuk sungkeman.
Setelah semuanya siap, acara pun dimulai. Dimulai dari sesi sungkeman, tanda hormat mempelai. Di sesi ini, Mutia dengan tulus meminta maaf atas segala yang pernah dilakukannya kepada Raisha. Dia bahkan tak sanggup menahan air matanya.
Sesi kedua, siraman. Siraman pertama dilakukan oleh paman dari Mutia sebagai wali nikahnya. Siraman kedua, giliran Raisha. Siraman terus berlanjut hingga orang ke-tujuh.
Di pertengahan acara, Mutia tiba-tiba saja merasa sesak. Setelah hampir dua puluh tahun lamanya, baru kali ini Mutia kembali merasakan rasa ini.
Rindu terhadap sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance in Another Universe
RomanceKefrustasian Mutia atas meninggalnya sang kekasih membuatnya melampiaskan melalui karya. Mutia menerbitkan novel yang menceritakan kisah hidupnya bersama sang kekasih. Perbedaannya adalah dalam novel itu, Mutia dan sang kekasih akan hidup bahagia be...