43. Masih di Dunia Nyata

16 5 0
                                    

Biasanya, hal pertama yang menyambut Mutia ketika membuka mata adalah perasaan campur aduk. Jangan lupakan keterkejutan yang tak pernah hilang walaupun sudah hampir sebulan mengalami perpindahan ini terus menerus. Bahkan terkadang dalam satu hari dia bisa berpindah lebih dari satu kali.

Namun, kali ini tidak. Mutia yakin bahwa semalam ia baru saja menangis sambil memeluk ibunya karena tidak mengabari ibunya saat berkunjung ke apartemen Salsa. Kemudian saat sudah lelah, Mutia kembali ke kamar dan tidur.

Mutia yakin itu terjadi di dunia nyata, lantas kenapa sekarang dia masih berada di dunia nyata? Bukankah setiap dia tidur dia akan mengalami perpindahan dunia? Apakah ini bisa disebut bug sistem?

Untuk memastikan, Mutia memilih turun ke ruang makan. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, seharusnya Raisha sudah selesai memasak. Dan benar saja, wanita itu tengah duduk di meja makan sendirian. Menyantap makanannya dalam diam.

Aneh sekali. Raisha begitu menyukai kegiatan memasak, hingga Mutia hampir tidak pernah makan di luar selama ini, yang untungnya Mutia juga lebih suka makan di rumah. Namun, apa yang terjadi hari ini?

Di meja tersedia dua bungkus bubur ayam. Satu sudah dimakan oleh Raisha, sedangkan satu lagi dibiarkan begitu saja. Wanita itu bahkan tidak membangunkan Mutia untuk sarapan. Jika sudah begini, bisa dipastikan kalau Raisha masih marah.

Dan sudah pasti Mutia masih berada di dunia nyata.

"Selamat pagi, Ma," sapa Mutia yang kemudian duduk di hadapan Raisha. Gadis itu lantas mengambil sendok yang tersedia di ruang makan, mulai memakan buburnya dengan lahap.

Sesekali, Mutia melirik ke depan. Berharap sang ibu akan memperhatikannya dalam diam. Namun, gadis itu kecewa saat Raisha justru tetap makan dengan tenang.

"Anjir, sapaan gue aja nggak dibales. Gue harus gimana nih?"

"Hari ini mama bakal ke sanggar?" tanya Mutia yang hanya mendapat anggukan.

Sebenarnya, pertanyaan tadi itu tergolong pertanyaan bodoh. Sebab sebagai pemilik sekaligus pelatih dalam sanggar miliknya, tentu Raisha harus bekerja setiap hari. Namun, karena Mutia kehabisan topik jadi menanyakan pertanyaan bodoh.

"Hari ini aku mau ke agensi lagi, udah mulai kerja. Kalau pulangnya belum tau sih bakal langsung pulang atau main dulu. Nanti aku telepon mama aja," jelas Mutia yang tak ditanggapi oleh Raisha. Wanita itu justru melenggang pergi dari meja makan.

Mutia menghela napas pelan. Semakin merasa bersalah melihat sikap ibunya. Ini pertama kali dalam hidup seorang Mutia Suci Anugrah untuk diacuhkan oleh ibunya.

"Okay, gapapa. Sekarang kita siap-siap dulu, baru mikir harus apa biar mama nggak marah lagi. Jangan sampai terlambat kerja, harus profesional," monolog gadis itu.

Dalam waktu dekat, Mutia harus memulai projek baru. Masa hiatusnya sudah selesai. Mutia harus segera kembali bekerja.

Pagi ini, Mutia bertemu dengan Cindy untuk membahas projek barunya. Dalam benaknya, Mutia mulai menyusun adegan demi adegan yang akan disampaikan kepada Cindy. Lagi dan lagi, ini masih kisahnya dengan Arda.

"Lo udah buat outline?" tanya Cindy sesampainya kedua insan itu di ruangan Mutia.

Ngomong-ngomong, ruangan yang Mutia gunakan adalah ruangan milik Arda. Banyak barang-barang lelaki itu yang tersisa. Termasuk wangi parfum Arda.

"Belum, Mbak. Kita 'kan baru diskusi kemarin. Terus gue ada masalah gitu di rumah. Tapi yang pasti idenya udah siap."

"Emangnya tentang apa sih?"

Cindy sejujurnya sedikit penasaran dengan kreativitas penulisnya yang satu ini. Bagaimana bisa Mutia mencari ide secepat itu? Seberapa imajinatif gadis itu sebenarnya?

Second Chance in Another Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang