Seperti yang sudah Raisha katakan kemarin, Mutia akan dibawa ke psikiater. Wanita itu benar-benar khawatir karena kondisi Mutia terlihat semakin parah. Awalnya, gadis itu hanya sesekali melamun dan terlihat tidak bersemangat. Gadis itu juga beberapa kali merasa terkejut tiba-tiba tanpa alasan yang pasti.
Raisha mengira apa yang Mutia lakukan adalah hal biasa karena masih syok atas kecelakaan berat yang terjadi beberapa bulan lalu. Dia benar-benar tidak menyangka jika Mutia akan berhalusinasi berhalusinasi separah itu. Dia menyesal karena tidak mengikuti anjuran dokter untuk membawa Mutia ke spesialis kejiwaan.
"Ma, aku tuh gapapa. Aku nggak gila, Ma!" Mutia masih saja menolak.
"Ini tuh demi kebaikan kamu sendiri, Mutia. Ke psikiater bukan berarti gila. Kesehatan mental itu sama pentingnya kayak kesehatan fisik. Awalnya mama nggak masalah karena selama ini kamu juga sering ngelamun dan ngehalu, tapi kalau sampai mengganggu kehidupan sehari-hari, berarti ada yang salah. Mau ya diperiksa?" bujuk Raisha. Dia tidak bisa menggunakan cara kasar jika tidak ingin Mutia semakin tertekan.
"Aku gapapa, Ma. Serius." Mutia mengacungkan telunjuk dan jari tengahnya. "Janji nggak akan kecelakaan lagi, kemarin aku cuma kurang fokus."
Raisha mengembuskan napasnya. Menjadi ibu memang sesulit ini. Dia harus bisa menahan emosi agar tak sampai bersikap kasar pada anaknya. Tak peduli jika anaknya lah yang memancing emosinya.
"Kalau begitu, sini ngobrol dulu sama Mama. Mama pengen tau apa yang kamu pikirin." Raisha duduk di sofa ruang tamu.
Tak ingin suasana kembali ribut, Mutia mengalah dan duduk di samping ibunya. Berharap wanita itu dapat berubah pikiran. Dia sungguh tak mau bertemu dengan orang asing, menceritakan segalanya, lantas kembali dihakimi. Sudah cukup di dunia novel saja.
"Coba jelasin sama mama, kapan kamu mulai masuk ke dunia novel," pinta Raisha. Mungkin dia perlu memasuki alam fantasi Mutia untuk bisa mencari solusi.
"Waktu aku kecelakaan, aku tiba-tiba bangun di kamar. Aku juga kaget, Ma. Karena aku inget kalau aku kecelakaan parah, aku bahkan masih inget rasa sakitnya. Tapi waktu aku tanya ke mama yang ada di dunia novel, mama malah nganggep aku aneh. Terus akhirnya aku cari berita di internet. Dan mama tau apa yang aku temuin? Berita pertunangan aku dan Arda. Waktu itu aku bener-bener syok."
Raisha mengangguk, mencoba memahami. "Terus, berapa lama kamu ada di dunia novel?"
"Beberapa bulan, hampir satu tahun sih. Waktu aku masuk itu, pas banget tanggal kematian Arda, yang aku ubah jadi tanggal pertunangan. Terus kita ngejalanin hidup seperti biasa, sampai Arda ngelamar aku dan kita siap-siap nikah. Kita sempet berantem dan aku ketiduran karena capek, eh bangun-bangun udah di rumah sakit."
Raisha mulai paham dengan alur khayalan Mutia. Singkatnya, selama koma mungkin gadis itu merasa sedang di alam lain dan bertemu dengan Arda di sana. Gadis itu sama sekali tidak merasa bahwa dirinya sedang koma di rumah sakit. Mungkin karena hal inilah Mutia saat itu terlihat linglung.
"Setelah kamu bangun, kenapa kamu bisa balik ke dunia novel?" tanya Raisha mengorek semakin dalam.
Walaupun lelah terus menjawab, Mutia senang ketika ibunya mencoba memahaminya. "Aku juga nggak tau, biasanya waktu aku tidur gitu bangun-bangun udah di dunia lain. Tapi belakangan aku mulai pindah dunia tiba-tiba. Kayak tadi, aku mau tidur bareng di kamar bareng Salsa tapi malah pindah ke mobil."
"Terus kamu kaget dan kecelakaan gitu?" Raisha mengambil kesimpulan.
Mutia mengangguk bersemangat. Namun, senyuman indahnya mendadak hilang mendengar kalimat yang Raisha lontarkan setelahnya.
"Kalau begitu, ayo ke psikiater."
"Kok psikiater lagi sih, Ma?!"
"Kamu emang nggak capek pindah dunia terus? Tempat kamu itu di sini, Sayang. Kehadiran kamu di dunia lain itu menyalahi takdir. Kamu harus berhenti, dan itu nggak mungkin kamu lakuin sendirian. Kalau dunia lain itu kenyataan dan bukan khayalan, setidaknya kamu butuh dukungan mental dari ahli. Nggak akan mudah ngelepas tempat di mana kamu bisa ketemu lagi sama Arda."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance in Another Universe
RomanceKefrustasian Mutia atas meninggalnya sang kekasih membuatnya melampiaskan melalui karya. Mutia menerbitkan novel yang menceritakan kisah hidupnya bersama sang kekasih. Perbedaannya adalah dalam novel itu, Mutia dan sang kekasih akan hidup bahagia be...