5. Kembali pada Kehidupannya

66 6 0
                                    

Karena sudah terlalu lama meliburkan sanggar, Raisha mulai kembali bekerja. Melihat kondisi mental Mutia yang mulai membaik membuatnya percaya untuk meninggalkannya sendiri. Lagipula Mutia sudah berjanji akan menjaga dirinya sendiri.

Jadilah pagi ini Mutia sendirian dalam ruang rawatnya. Bosan, tangan gadis itu lantas menggapai buku coklat yang belum sempat dibacanya. Dia perlu menyiapkan mental untuk membaca buku itu.

Napas sekali lagi Mutia embuskan sebelum benar-benar membuka buku coklat tua itu. Halaman pertama terlihat. Ada fotonya dan Arda. Mutia ingat sekali, foto itu diambil di perpustakaan kampu, tempat favoritnya yang digunakan Arda untuk menyatakan perasaanya

Mutia mengelus foto itu pelan. Di sana Arda juga dirinya tersenyum lebar. Mereka belum mengetahui jika akhir kisah cinta mereka begitu tragis.

Mutia membaca tulisan di bawah foto itu.

Ardandi Martias Handoko

🖤

Mutia Suci Anugrah

Seketika Mutia tak dapat menahan tawanya. Gadis itu kembali tertawa keras untuk pertama kalinya setelah kepergian Arda. Dan itu disebabkan buku harian lelaki itu.

Mutia mencoba menenangkan dirinya, tapi itu sangat sulit. Dia hanya mampu berhenti sejenak kemudian tertawa lagi. Kejadian itu terus berulang hingga Mutia hampir kehabisan napas dan perutnya terasa keram.

Astaga, Mutia tak pernah tau jika pacarnya se-alay ini. Apa sebutan gaulnya itu? Ah, jamet! Pacarnya yang kalem ternyata adalah seorang jamet.

Bagaimana bisa lelaki kesayangan Mutia itu menuliskan nama keduanya dengan imbuhan emoticon love. Mutia merasa seperti melihat tulisan anak SD yang biasanya berada di kamar mandi sekolah.

Mutia melanjutkan kembali bacaannya.

Our Relationship Goals

1. Bikin lagu untuk Mutia
2. Ngenalin Mutia ke bunda dan papa
3. Kenalan sama mama Mutia
4. Jujur tentang penyakitku ke Mutia
5. Bertunangan dan Menikah

Mutia tersenyum sendu. Empat dari lima list itu telah diberi tanda centang. Satu-satunya yang belum adalah nomor lima.

Tidak ada hasrat untuk menangis. Mungkin, perlahan Mutia sudah bisa melepaskan. Walaupun dalam hatinya begitu menyayangkan Arda pergi sebelum menyelesaikan keinginannya.

Tak ingin terlarut dalam perasaan yang tidak mengenakkan, Mutia memilih menutup bukunya. Ia bisa membaca buku itu nanti. Sekarang gadis itu memilih mengambil ponselnya. Membuka sosial media yang telah lama gadis itu tinggalkan.

Mutia memilih tak membuka WhatsApp. Di sana pasti banyak ucapan belasungkawa yang membuatnya kembali bersedih. Lebih baik membuka Instagram untuk mengeksplorasi hal-hal baru.

Mutia membuka akun kedua-nya. Tidak banyak temannya yang tau tentang akun ini. Malah bisa dibilang hanya Arda yang mengetahuinya.

Akun kedua Mutia berisi tentang kepenulisan. Akun ini biasa gadis itu gunakan untuk mempromosikan karyanya, berinteraksi dengan pembacanya, mencari informasi tentang kepenulisan, atau hal lain yang jelas saja masih berhubungan dengan dunia sastra.

Hal pertama yang dilakukan Mutia adalah mengecek insight postingannya. Saat itu, Mutia begitu terkejut saat interaksi akunnya meningkat drastis seminggu ke belakang. Setelah membuka komentar, barulah ia sadar apa yang telah terjadi.

Selama ini, postingan Mutia hanya akan memiliki ribuan komentar. Namun, saat ini komentarnya diisi puluhan bahkan ratusan ribu orang. Kenapa bisa? Tentu saja karena tersebarnya berita kematian mendiang kekasihnya.

Ketenaran Ardandi sudah tak patut dipertanyakan. Lelaki itu bahkan pernah menggelar konser di luar negeri. Meskipun begitu, Arda tak pernah keberatan untuk memperkenalkan Mutia sebagai kekasihnya di hadapan dunia. Tak pernah malu walaupun kekasihnya hanyalah seorang penulis yang tidak begitu terkenal.

Lelah menyusuri postingannya sendiri, Mutia membuka beranda. Salah satu hal yang membuat gadis itu lebih suka menggunakan akun ini adalah karena berandanya pasti berisi hal yang dia sukai. Jika di akun pertamanya berisi foto-foto kenalannya, maka di akun kedua ini berisi informasi mengenai kepenulisan.

Mutia terus menggulir layarnya. Baru tujuh hari ia pergi, tapi sepertinya ia sudah ketinggalan banyak hal. Banyak terjadi skandal selama beberapa hari ini. Mulai dari seorang penulis yang memalsukan kematiannya demi meningkatkan insight. Hingga lagi-lagi kasus penerbit yang tidak bertanggung jawab.

Mutia menghela napas. Sedikit kasihan dengan penerbit baru yang benar-benar kompeten. Mereka jadi kurang dipercaya karena terlalu banyak yang menipu.

Masih menggulir berandanya, salah satu postingan menarik perhatiannya. Mutia berhenti sejenak untuk membacanya lebih detail. Lomba menulis cerpen.

Lomba ini diadakan oleh sebuah komunitas yang tidak terlalu besar. Tapi Mutia tak pernah peduli tentang seberapa besar orang di balik lomba itu. Dia selalu mengikuti sayembara apapun selama merasa mampu.

Kali ini, lomba itu mengusung genre romansa dengan tema perpisahan. Dengan kemampuan yang Mutia miliki, ia tak akan ragu untuk ikut. Genre romansa adalah kesukaannya. Maka lomba ini akan sangat mudah. Tapi apa ia mampu menulis dengan kondisi masih berduka?

Mutia sekali lagi membaca banner postingan tadi. Meneliti satu persatu syaratnya. Kemudian melihat kolom komen yang berisi para pendaftar.

Tidak banyak yang mendaftar. Bukankah ini adalah kesempatan? Mungkin langkah kecil ini bisa menimbulkan langkah besar di kemudian hari.

Tanpa sengaja matanya menatap buku Arda yang masih berada di pangkuannya. Entah mengapa tiba-tiba hasrat untuk menulisnya kembali. Perasaan ini ... sama seperti ketika Arda menyemangati dirinya dulu. Apa mungkin sekarang Arda juga sedang memberinya semangat?

Ponsel Mutia alihkan ke tangan kiri. Kemudian tangan satu lagi ia gunakan untuk mengambil buku tadi. Ia pandangi buku itu dengan senyuman yang mengembang.

"Kok ragu sih? Kamu 'kan penulis hebat. Kamu pasti bisa. Kalau pun kamu nggak menang, kamu masih punya kesempatan untuk coba lagi."

"Bahkan ketika kamu udah pergi, kamu masih jadi juara di hati dan pikiranku, Arda."

Tak ada lagi tangis menyedihkan. Mutia menyadari betapa jahatnya dirinya jika membiarkan seluruh kenangan indah yang Arda ciptakan untuknya berubah menjadi kenangan buruk hanya karena sebuah kematian. Karena itu Mutia ingin memulihkan diri.

Mutia ingin, jika nanti ada yang mengungkit kenangannya dengan Arda, yang keluar adalah senyuman penuh kebahagiaan. Bahagia karena pernah mengenal orang sebaik lelaki itu. Bukan tangisan serta raungan yang akan membuat orang berpikir buruk.

"Mungkin ini saatnya buat mengabadikan kamu dalam tulisan. Aku harap kamu suka," gumam Mutia sekali lagi.

Dengan segera gadis itu membaca ulang segala persyaratan yang diperlukan. Setelahnya, gadis itu memenuhi setiap persyaratan. Termasuk men-tag beberapa orang di kolom komentar.

Setelah memenuhi persyaratan, Mutia membuka notes di ponselnya. Mulai mencatat beberapa hal penting yang akan berada dalam naskahnya. Sudah menjadi kebiasaannya dalam menulis, sebab ia adalah gadis pelupa.

Mutia meyakini keputusannya. Dia akan mengabadikan beberapa kenangannya dengan sang kekasih dalam sebuah karya. Dia juga butuh pelarian agar tidak terlarut dalam duka.

***
To Be Continued

Holaaa, lanjut lagi nih. Kali ini lebih pendek daripada sebelumnya, biar nggak sepaneng baca panjang-panjang mulu.

Second Chance in Another Universe Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang