Dua bulan berlalu, hubungan Mutia dan Arda semakin erat. Mereka bahkan tak segan lagi melakukan skinship. Oh, mereka bahkan semakin intim sekarang. Ciuman bahkan bukan lagi hal yang asing. Membuat Arda berpikir untuk segera menikahi gadisnya.
Ada kebiasaan lain yang Mutia dan Arda lakukan, bertelepon di kala senggang. Seperti saat ini, keduanya tengah berdiskusi mengenai keberangkatan mereka menuju ibu kota.
Setelah dua bulan mengambil jatah libur konser, Arda harus meneruskan pekerjaannya. Saat ini, ia tengah melaksanakan projek In Tour National. Namanya memang sedikit aneh, tapi itu dibuat atas usulan Mutia. Katanya, frasa itu terdengar seperti internasional. Anggap saja itu doa karena dalam waktu dekat, Arda belum bisa menjalani konser di luar negeri.
Secara kebetulan, Mutia juga tengah melaksanakan sebuah projek penerbitan bukunya. Dia harus menandatangani ribuan buku yang sudah dipesan melalui pre-order. Iya, hanya ribuan. Bukunya tak terlalu ramai seperti saat membawa nama Arda dulu.
Mutia sempat minder karena melihat naskahnya yang tak memiliki banyak peminat, tapi Arda menyemangatinya. Katanya, Mutia harus mensyukuri setiap proses yang gadis itu jalani. Yang terpenting adalah, ia sudah selangkah lebih maju daripada kemarin.
Ngomong-ngomong, kesamaan jadwal yang mereka alami adalah sebuah anugerah. Baik Arda maupun Mutia benar-benar bahagia saat mendengar mereka memiliki jadwal yang mirip. Dengan begini, tak perlu lagi risau tentang skandal yang mungkin bisa terulang kembali.
Arda sampai di rumah Mutia. Lelaki itu turun dan membantu kekasihnya menaikkan koper kecilnya ke bagasi. Mereka memang membawa lumayan banyak bawaan, sebab keduanya akan menetap selama seminggu di kota orang.
"Arda sama Mutia pamit ya, Ma," pamit Arda pada Raisha. Lelaki itu mencium tangan calon mertuanya yang dibalas dengan elusan rambut.
"Hati-hati, ya!"
🌷🌷🌷
"Kamu udah pesen hotel?" tanya Arda.
Saat ini Arda dan Mutia telah sampai di ibu kota. Satu jam yang mereka lewati di pesawat terasa cukup singkat. Karena jika memakai kereta, mungkin mereka baru sampai esok hari.
"AKU LUPA!" Mutia tanpa sadar berteriak. Ia terlalu panik.
Di sisi lain, Arda menyeringai. Sudah lelaki itu duga. Mutia ini pelupa, kalau tidak diingatkan pasti ada saja yang terlupakan.
Namun, kali ini Arda memang sengaja tidak mengingatkan. Dia memiliki rencana untuk mengatasinya. Kini dia hanya harus memikirkan bagaimana Mutia mau menurutinya.
"Kalau pesen nggak mungkin sih, udah jam segini. Apalagi hotel itu bagus, pasti udah full booked." Apakah itu benar? Arda bahkan tidak bisa menjamin ucapannya sendiri. Tapi tidak apa-apa. Yang penting dia harus berhasil mempengaruhi Mutia.
"Duh, gimana dong ini? Masa aku di hotel lain? Nggak mau, takut," rengek Mutia. Gadis itu benar-benar sudah panik. Matanya berkaca-kaca dan kukunya yang terus ia gigiti.
Arda menarik tangan Mutia dan membawanya dalam genggaman. "Udah jangan panik. Untuk sementara, kamu nginep di kamar aku aja. Sampai kita pulang juga gapapa."
Mutia mendongak. Matanya berbinar saat mendengar tawaran Arda. Ah, kekasihnya ini memang terbaik!
Tak tahu saja Mutia kalau Arda memang sudah merencanakan semuanya.
"Makasih, Sayang. I love you." Mutia tanpa ragu mengecup bibir kekasihnya.
Terdiam sejenak, Arda benar-benar terkejut. Kecupan memang bukan hal asing, tapi ini di tempat umum loh?! Kekasihnya itu, mengapa bisa manusia pemalu itu jadi seberani ini?
"Yang, kamu nggak lupa 'kan?" tanya Arda.
"Hm?" Mutia bertanya dengan mempertahankan wajah bahagianya.
"Kita masih di tempat umum, Yang."
Kemudian terbenamlah wajah Mutia dalam dada kekasihnya.
🌷🌷🌷
Rencana untuk satu kamar dengan Mutia sudah lama disusun oleh Arda. Mungkin setelah lelaki itu mengetahui kalau mereka memiliki jadwal yang sama. Hal ini terbukti dengan Arda yang biasanya memesan kamar dengan kasur kecil kini justru memesan kamar dengan ranjang King size.
Sayangnya, Mutia sama sekali tidak menyadari hal itu. Jika pun gadis itu sadar, ia tak bisa menyalahkan Arda begitu saja. Toh rencana Arda berhasil karena kecerobohannya sendiri.
Pertama sampai di kamar, Mutia langsung memutuskan untuk mandi. Tubuhnya sudah sangat lengket oleh keringat. Belum lagi ibu kota begitu panas, ia butuh mendinginkan tubuhnya.
Sayangnya, Mutia tetaplah Mutia. Gadis itu adalah seorang pelupa ulung. Dan saat ini, gadis itu lupa kalau ia tidak sendirian di kamar.
Mutia tidak membawa bajunya ke kamar mandi, sehingga gadis itu hanya keluar mengenakan handuk kimono. Kedua tangannya menggosok lembut rambutnya yang basah sehabis keramas. Gadis itu tampak santai.
Di balik gadis yang dengan santai melakukan aktivitasnya itu, ada seorang laki-laki yang menelan ludahnya kasar. Dia hanyalah seorang lelaki biasa yang memiliki nafsu. Lantas mengapa gadisnya bisa-bisanya menampilkan sesuatu yang dapat memancing nafsunya?
"Sayangnya Arda, kamu nggak lupa 'kan kalau kamu nggak sendiri di kamar?" tanya Arda. Suaranya mulai memberat.
Mutia menoleh patah-patah. Dia lupa kalau ada orang lain di sini. Duh, mau ditaruh mana mukanya sekarang?!
"M-maaf, aku lupa." Meskipun begitu, Mutia tidak bergerak dari duduknya.
Di benak Mutia sekarang, dia tengah berpikir untuk meneruskan kegiatannya. Toh sudah kepalang basah. Akan merepotkan jika skincare nya dibiarkan terlalu lama.
Jadilah kini Mutia kembali menyiksa tunangannya. Dengan masih ditutupi handuk kimono, gadis itu mengusapkan lotion di kaki jenjangnya. Gerakan biasa itu malah terlihat seduktif di mata Arda.
Kaki jenjang itu, pasti sangat mulus. Arda bisa membayangkan bagaimana ia mengelus kaki itu dari punggung kaki sampai ke paha. Betapa lembutnya kulit itu, apalagi setelah diolesi body lotion seperti sekarang.
Mutia lanjut mengeringkan rambutnya. Gadis itu sedikit menunduk. Dari pantulan gambar di cermin, Arda dapat melihat sesuatu. Ah, mengapa kamar ini gerah sekali?
Selesai dengan rambutnya, Mutia kembali menegakkan tubuhnya. Gadis itu menatap balik Arda melalui cermin di depannya. Mutia menggigit bibirnya, mencoba menahan malu. Nekat sedikit tidak apa-apa 'kan? Sebentar lagi rutinitasnya akan selesai.
Sementara itu, Arda menggerutu kesal. Mengapa Mutia menggigit bibir manis itu? Harusnya ia yang menggigitnya.
Tak mampu lagi menahan, Arda menghampiri Mutia. Memeluk pinggang gadis itu dari belakang. Salah satu tangannya menyelinap menuju bibir merah muda gadisnya. Melepasnya dari gigitan.
"Jangan digigit, Sayang. Nanti sakit." Kali ini suara Arda benar-benar serak.
Mutia bukan perempuan polos. Dia sering membaca cerita yang mengandung unsur plus-plus. Jadi dia tahu keadaan apa yang sedang menimpanya.
Dengan perlahan, Mutia melepas pelukan Arda. Gadis itu bergegas mengambil baju yang sudah disiapkan. Kemudian berlari ke kamar mandi.
"Shit!" umpat Arda. Lelaki itu menggelengkan kepalanya, mencoba menghilangkan bayangan kotor dari otaknya.
***
To Be ContinuedYuhuuu, 2/5 nih, Guys. Tetep jangan lupa vote tiap part ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance in Another Universe
RomanceKefrustasian Mutia atas meninggalnya sang kekasih membuatnya melampiaskan melalui karya. Mutia menerbitkan novel yang menceritakan kisah hidupnya bersama sang kekasih. Perbedaannya adalah dalam novel itu, Mutia dan sang kekasih akan hidup bahagia be...