Jam sudah menunjukkan pukul lima. Arda dengan segera membawa gadisnya pulang. Ia tak suka keluar malam-malam. Jadi ia akan menghabiskan banyak waktu di kamar bersama kekasihnya.
Ngomong-ngomong, Arda masih merasa terkejut dengan ciuman yang diberikan Mutia. Itu adalah pengalaman pertama mereka. Tapi gadis pujaan hatinya itu malah bersikap biasa saja?
Arda sama sekali tidak bisa berpikiran positif. Bagaimana kalau ternyata ciuman tadi bukanlah ciuman pertama gadisnya? Karena itu Mutia bersikap biasa saja, sebab ia sudah terbiasa.
Arda mengacak rambutnya kesal. Dia sangat tidak terima jika dirinya bukanlah yang pertama. Mutia mengambil ciuman pertamanya sementara ia bukanlah yang pertama.
Ugh, rasanya Arda ingin mencium balik gadisnya. Menghisap bibir gadis itu hingga membengkak. Menggigit kecil agar terdengar erangan merdu dari gadis kesayangannya.
Sadarlah Arda! Berhentilah berpikir kotor.
Sementara Arda frustrasi, di lain kamar ada seorang gadis yang tengah mengumpati dirinya sendiri. Mengingat betapa beraninya ia mencium Arda tadi. Dia melakukannya tanpa ragu sedikitpun, malah terlihat seperti sudah terbiasa.
Ah, mau ditaruh di mana wajahnya sekarang? Arda pasti akan menganggapnya gadis cabul yang sembarangan mencium laki-laki. Padahal tadi adalah ciuman pertamanya.
Mutia terus menggerakkan tubuhnya secara acak di atas ranjang. Membuat tempat tidurnya itu sangat berantakan. Hingga ketukan pintu terdengar, Mutia dengan terpaksa menghentikan kegiatannya.
"Arda?" Mutia mengernyit heran. Mengapa laki-laki itu ada di sini? Padahal Arda tidak suka keluar dari kamarnya saat jam malam berlangsung.
Dengan piyama abu-abu berbahan satin, Arda semakin terlihat menawan. Aura laki-laki dewasa semaki menguar dari tubuhnya. Membuat Mutia sempat terpaku sejenak. Terpesona.
"Kenapa ke sini?" tanya Mutia. Gadis itu menggeser tubuhnya sedikit menyingkir dari pintu. Memberi jalan untuk masuk.
Arda menggigit bibirnya gemas. Pacarnya ini polos atau bagaimana? Bisa-bisanya membiarkan seorang laki-laki memasuki kamarnya di jam malam seperti ini.
Eh, tapi kalau dipikir-pikir mereka sudah sering melakukannya. Mengingat setiap Mutia menginap di rumah Arda, lelaki itu selalu menemaninya sampai tertidur.
"Tidur bareng, yuk!" Ajakan yang lugas itu hampir membuat Mutia serangan jantung di tempat. Gadis itu terdiam dengan wajah cengonya.
"Tia?" Arda kembali berkata karena tidak mendapat respon dari kekasihnya.
"Lo gila ya!" Mutia memekik marah.
Gadis yang lebih tua satu bulan dari Arda itu mengambil bantal di ranjangnya. Kemudian dipukulkannya ke arah sang kekasih. Dia tidak habis pikir mengapa Arda bisa dengan lugas berkata seperti itu.
"Dasar bego! Arda bego! Bisa-bisanya lo ngajakin gue tidur bareng." Mutia terus memukuli kekasihnya tanpa ampun.
Arda mengerang. Bukan kesakitan, hanya saja tidak nyaman dipukul terus menerus seperti itu. Akhirnya Arda memilih merebut bantal itu dari kekasihnya, lantas menarik kedua tangan gadis itu hingga keduanya berakhir jatuh ke ranjang.
Arda terbaring di ranjang dengan Mutia di atasnya. Gadis itu terdiam, mencerna situasi. Setelah sadar, gadis itu langsung bangkit sambil memekik.
"Kenapa teriak-teriak terus sih?" Arda cemberut. Gadisnya itu tiba-tiba saja kembali ke setelan pabrik.
"Ya lo nggak jelas, anjir. Tiba-tiba ngajak tidur bareng," omel gadis berambut coklat.
"Dih, orang kamu juga waktu itu minta tidur bareng. Udah gitu peluk-peluk semaleman. Sekarang giliran aku yang minta malah dimarahin." Arda merajuk. Lelaki itu memilih keluar dari kamar gadisnya dan kembali ke kamarnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance in Another Universe
RomanceKefrustasian Mutia atas meninggalnya sang kekasih membuatnya melampiaskan melalui karya. Mutia menerbitkan novel yang menceritakan kisah hidupnya bersama sang kekasih. Perbedaannya adalah dalam novel itu, Mutia dan sang kekasih akan hidup bahagia be...